Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al-Qur’an, yang memperbaiki fitrah manusia, memuliakan manusia dengan iman, menjadikan manusia mengetahui yang hak dan batil, membedakan kebaikan dan keburukan. Selawat dan salam semoga selalu dicurahkan kepada Nabi al-Amin, Muhammad bin Abdillah, dan juga keluarga, sahabat, dan juga yang mengikutinya.
Selayaknya kita ketahui bahwa Rabb yang membuat syariat, Dia juga yang menciptakan manusia dan juga fitrah maupun karakternya. Allah menjadikan karakter manusia yang baik dan tidaklah karakter itu semata-mata muncul tanpa ada penciptanya. Fitrah yang sehat tidaklah bertentangan dengan syariat yang diturunkan. Maka, fitrah manusia yang sehat pasti sesuai dengan syariat dan berjalan beriringan. Ketika manusia tidak menjalankan syariat, maka itulah yang akan menjadikan fitrah menyimpang dan tidak terjaga.
Dan untuk mempertahankan fitrah yang baik, caranya sebagai berikut:
Menjalankan perintah Allah dan menjaganya
Allah Ta’ala berfirman,
وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِن كِتَابِ رَبِّكَ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ
“Bacakanlah apa yang Rabbmu firmankan kepadamu yang tidak ada yang dapat mengubah kalimat Allah.” (QS. Al-Kahfi: 27)
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقاً وَعَدْلاً لاَّ مُبَدِّلِ لِكَلِمَاتِهِ
“Dan telah sempurna kalimat Rabbmu dengan kebenarannya dan keadilannya, tidak ada yang dapat mengubahnya.” (QS. Al-An’am: 115)
Mewaspadai penyimpangan fitrah manusia
Allah Ta’ala berfirman,
فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ
“(Dan tetaplah di atas) fitrah Allah yang Allah menjadikan fitrah manusia di atas itu. Tidak ada perubahan pada penciptaan Allah.” (QS. Ar-Rum: 30)
Fitrah dan syariat, keduanya berjalan beriringan. Allah menamakan agama-Nya sebagai fitrah, itulah yang terdapat di dalam tafsir para sahabat tentang tafsir fitrah dan sifat manusia dengan agama di dalam Al-Qur’an.
Ketika ada perubahan pada salah satu di antara keduanya, maka akan menimbulkan ketidakseimbangan dan ketidaksesuaian dengan perintah Allah. Oleh karena itulah, setan menegaskan untuk menciptakan ketidakseimbangan antara syariat dan fitrah, yaitu dengan mengajak manusia untuk tidak melakukan ketaatan, menyimpang, dan melakukan maksiat, sehingga menjadikan fitrah manusia yang sehat dan seiring dengan syariat, menjadi fitrah yang sakit dan menyimpang.
Baca juga: Ketauhidan Sesuai dengan Fitrah Manusia
Iblis dengan tegas berjanji untuk menyesatkan manusia, sehingga mengubah fitrah mereka
Allah Ta’ala berfirman tentang usaha iblis dalam mengubah syariat dan fitrah manusia.
وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللّهِ
“(Iblis mengatakan), ‘Sungguh aku akan memerintahkan mereka untuk mengubah ciptaan Allah.’” (QS. An-Nisa: 119)
Yaitu, dengan mengotak-atik syariat. Allah menjelaskan bahwa setan mengubah-ubah dalil dan menghias-hiasinya. Allah Ta’ala berfirman,
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نِبِيٍّ عَدُوّاً شَيَاطِينَ الإِنسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوراً وَلَوْ شَاء رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ
“Dan seperti itulah kami jadikan bagi setiap Nabi musuh, berupa setan dari kalangan manusia dan jin, sebagian dari mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah dan menipu. Seandainya Rabbmu menginginkan, maka mereka tidak melakukannya.” (QS. Al-An’am: 112)
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الأَرْضِ وَلأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
“(Iblis) berkata, ‘Wahai Rabbku, karena Engkau telah membuatku sesat, maka sungguh aku akan menjadikan mereka memandang indah (perbuatan maksiat) di bumi, dan sungguh aku akan menyesatkan mereka semua.’” (QS. Al-Hijr: 39)
Manusia akan memandang indah sebuah kemaksiatan, sehingga akan menjadikan mereka mengikuti dan melakukan perbuatan maksiat tersebut. Rusaklah manusia karenanya, yaitu mereka yang tidak mampu membendung tipuan setan itu. Sehingga manusia itu berubah. Dan begitulah pola setan dalam menyesatkan manusia. Entah melalui penyimpangan akidah, sehingga setan mengubah-ubah syariat, maupun dengan membuat manusia memandang maksiat dengan pandangan yang baik dan indah. Cara itu mereka lakukan di setiap zaman. Sampai akhirnya, syariat dan fitrah manusia yang sehat tidak lagi berjalan beriringan, sehingga terjadilah fitrah manusia yang menyimpang.
Maksiat adalah penyimpangan fitrah
Ketika maksiat dilakukan dan perintah Allah dilanggar, maka sejatinya fitrah merekalah yang sudah tidak sehat. Sebagian orang berkata, ‘Perintah Allah akan jilbab itu tidak sesuai dengan fitrah!” Atau, “Syariat itu hanya berlaku di zaman dulu, zaman sekarang sudah berubah, tidak sesuai fitrah!” Dan perkataan-perkataan menyesatkan lainnya. Sejatinya merekalah yang fitrahnya sudah tidak sehat dan menyimpang.
Sebab dari penyimpangan itu adalah maksiat. Jika manusia ingin kembali ke fitrah yang sehat, maka kembalilah kepada syariat Allah, taat kepada-Nya, dan jauhi larangan-Nya. Tidak ada yang namanya, “Gay dan Lesbian itu adalah ‘gift’”, “Jilbab itu bertentangan dengan kebebasan wanita.” Padahal, penyimpangan seksual semisal gay dan lesbian itu terjadi karena maksiat yang mungkin mereka anggap ringan, semisal sering melihat aurat sesama, menonton video porno, interaksi yang melampaui batas, terlalu sering melihat wanita ber-tabarruj di luar sana, dan yang semisalnya. Dilakukan terus-menerus sehingga setan menghiasi maksiat tersebut dengan sesuatu yang baik dan benar. Sampai manusia melakukan maksiat tersebut tanpa disadari. Menjadikan perbuatan yang sesuai dengan fitrah menjadi asing bagi mereka dan menggiring mereka kepada fitrah yang menyimpang.
Oleh karena itu, kembalilah kepada fitrah yang sehat, kembalilah kepada jalan Allah. Di mana kembali kepada fitrah yang sehat itu pasti lebih mudah daripada keluar darinya.
Allahu a’lam.
Baca juga: Empat Kalimat yang Dicintai Allah
***
Penulis: Triani Pradinaputri
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Ath-Tharifi, ‘Abdul ‘Aziz bin Marzuq. 1436 H. Al–Hijab fi Asy–Syar’i wa Al-Fitrah. Darul Minhaj. Al-Maktabah Asy-Syamilah.