Muslimah.or.id
Donasi muslimah.or.id
  • Kategori
    • Akidah
    • Manhaj
    • Fikih
    • Akhlak dan Nasihat
    • Keluarga dan Wanita
    • Pendidikan Anak
    • Kisah
  • Edu Muslim
  • Muslim AD
  • Muslim Digital
No Result
View All Result
  • Kategori
    • Akidah
    • Manhaj
    • Fikih
    • Akhlak dan Nasihat
    • Keluarga dan Wanita
    • Pendidikan Anak
    • Kisah
  • Edu Muslim
  • Muslim AD
  • Muslim Digital
No Result
View All Result
Muslimah.or.id
No Result
View All Result
Donasi muslimahorid Donasi muslimahorid

Menyikapi Perayaan Tahun Baru Masehi

Pipit Aprilianti oleh Pipit Aprilianti
31 Desember 2015
di Akidah
2
Share on FacebookShare on Twitter

Seperti yang telah kita ketahui bahwa setiap umat beragama memiliki hari-hari besar dan perayaan-perayaannya. Akan tetapi, setiap dari mereka memiliki perbedaan cara dalam merayakannya.

Sebagian di antara umat beragama, ada yang memperingati hari besarnya dengan hiruk-pikuk dan pesta pora seperti berkumpul di malam hari, meniup terompet, membunyikan lonceng, atau menghujani langit dengan petasan dan juga kembang api. Mereka sangat gembira ria pada tengah malam. Akan tetapi, ada kelompok kedua yang berbeda dengan kelompok pertama tadi, dimana kelompok kedua ini merayakan hari besarnya dengan sunyi senyap sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat Bali.

Apabila datang hari raya Nyepi, mereka melakukan catur brata. Pada hari itu, mereka melakukan pati geni (memadamkan cahaya), pati karya (berhenti atau tidak beraktivitas), pati lelungan (tidak bepergian), dan pati lelanguan (tidak mencari hiburan). Sehingga pada hari Nyepi, mereka hanya diam di rumahnya masing-masing, memadamkan cahaya, tidak beraktivitas, dan tidak bepergian jauh.

Ada juga kelompok ketiga yang lebih aneh lagi dalam merayakan hari besarnya. Mereka memperingati hari besarnya dengan tangisan, ratapan, menjerit-jerit, memukul dada, bahkan merobek-robek baju serta menyakiti diri. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Syiah Rafidhah, mereka melakukan ritual penyesalan diri terhadap kematian Husein radhiyallahu ‘anhu.

Sebenarnya di antara perbedaan cara ketiga kelompok tersebut, mereka memiliki satu niat yang sama yaitu taqarrub ilallah (beribadah kepada Allah). Mereka merayakan hari-hari besar tersebut dengan tujuan untuk mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Donasi Muslimahorid

Akan tetapi, ketika mereka menginginkan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, maka artinya mereka tengah melakukan ibadah. Dan sebagaimana telah kita ketahui bahwa dalam masalah ibadah, Islam telah mengaturnya sebagaimana kaidah yang telah dikatakan oleh para ulama,

فَالْأَصْلُ فِي الْعِبَادَاتِ الْبُطْلَانُ حَتَّى يَقُومَ دَلِيلٌ عَلَى الْأَمْرِ

“Hukum asal ibadah itu terlarang (batal) sampai ada dalil yang memerintahkannya.”

Oleh karena itu, hari raya merupakan ibadah sehingga harus ada aturannya atau dalil yang memerintahkannya. Jika tidak, maka berlaku hukum baginya sebagaimana hadis riwayat Muslim,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak ada dasarnya dalam urusan (agama) kami, maka amal itu tertolak.”

Jadi sebenarnya –dalam Islam–, hari raya itu apa? Hari raya apa saja yang legal dalam Islam?

Dikatakan dalam sebuah riwayat, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, “Dahulu, orang Arab Jahiliyyah mempunyai dua hari raya di mana mereka bersenang-senang pada hari raya tersebut. Kemudian ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  hijrah ke Madinah dan menjumpai masyarakat Madinah yang ternyata mereka pun merayakan dua hari raya tersebut, yaitu hari raya Jahiliyah. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melarangnya, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam  mengatakan, “Mulai detik ini, kita hapuskan semua hari raya kecuali dua hari raya sebagai penggantinya, yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.”

Oleh karena itu, bisa kita tarik kesimpulan bahwa hari raya yang sesuai dengan Islam hanya dua, yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Kemudian, dua hari raya yang diperingati masyarakat Jahiliyah pada saat itu maksudnya hari raya apa?

Jawabannya, mereka memperingati perayaan Neirus dan Mihrojan.

Neirus adalah perayaan tahun baru Persia. Karena asimilasi budaya, masyarakat Madinah yang kala itu masih musyrik, suka mengikuti budaya masyarakat lain yang dianggap lebih berperadaban, seperti Persia atau Romawi. Sampai saat ini, hari raya Neirus tersebut masih diperingati oleh masyarakat Iran, padahal hal tersebut sudah dibatalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Maka berdasarkan hadis tadi, kaum muslimin tidak boleh merayakan hari raya lain kecuali dua hari raya saja, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.

Salah satu yang termasuk hari raya yang terlarang adalah hari yang sebentar lagi kita akan saksikan insya Allahdimana hiruk-pikuk manusia dari Indonesia sampai ke Maroko merayakannya. Negeri-negeri Islam pun ikut merayakannya, yang mana hari raya tersebut sebenarnya bukan bagian dari Islam.

Jika ada yang mengatakan, “Ustadz, Rasulullah tidak pernah mengharamkan tahun baru Masehi”

Kita bisa jawab, “Pada waktu itu Rasulullah sudah melarang tahun baru Persia karena  –atas kehendak Allah– kebudayaan Persia-lah yang diserap oleh orang Arab, sedangkan kebudayaan Romawi belum terserap pada saat itu. Akan tetapi, larangan Rasulullah untuk melakukan tahun baru Persia itu otomatis juga merupakan larangan Rasulullah untuk mengatakan perayaan tahun baru lainnya, apalagi ditambah dengan banyaknya mafsadat atau kerusakan di dalam perayaannya.”

Wallahu a’lam.

***

Penulis: Pipit Aprilianti

Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits

Artikel www.muslimah.or.id

 

Referensi:

Audio rekaman kajian bersama Ustadz Fadlan Fahamsyah, Lc. hafizahullah tentang “Menyikapi Perayaan Tahun Baru Masehi.”

ShareTweetPin
Muslim AD Muslim AD Muslim AD
Pipit Aprilianti

Pipit Aprilianti

Artikel Terkait

Hakikat Iman Kepada Allah

oleh Redaksi Muslimah.Or.Id
19 Januari 2019
1

Iman adalah pengakuan dengan konsekuensi menerima berita dan tunduk pada hukum.

esensi dalam kurban

Memahami Esensi “Yang Sampai kepada Allah” dalam Ibadah Kurban

oleh Husnul Fauziyah
1 Juni 2025
0

Keikhlasan dan ketakwaan: Ruh dari ibadah kurban Bulan Zulhijah akan kembali hadir, membawa sejuta kemuliaan dan kesempatan beramal yang mungkin...

Bagaimana Aku Menjadi Orang yang Mukhlis dalam Setiap Amalku?

oleh Ummu Sa'id
7 Februari 2013
2

Setan senantiasa menghadang langkah manusia untuk merusak amal saleh mereka, dan seorang mukmin akan senantiasa dalam jihad melawan iblis musuhnya...

Artikel Selanjutnya

Etika di Pasar, Warung dan Mall

Komentar 2

  1. Nurdin says:
    6 tahun yang lalu

    Bismillah

    Ustadzah, mengingat sebentar lagi akan berganti tahun, saya mau menanyakan tentang hukum melakukan rekreasi/jalan-jalan yang bertepatan dengan tahun baru, sedangkan niat kita hanyalah memanfaatkan waktu libur seperti biasanya.
    Jazaakallahukhoiro

    Balas
  2. Nurdin says:
    6 tahun yang lalu

    Jazaakillah khoiro

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Donasi Muslimahorid Donasi Muslimahorid Donasi Muslimahorid
Logo Muslimahorid

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslim.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Edu Muslim.or.id

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2025 Muslimah.or.id - Meraih Kebahagiaan Muslimah di Atas Jalan Salaful Ummah.

No Result
View All Result
  • Kategori
    • Akidah
    • Manhaj
    • Fikih
    • Akhlak dan Nasihat
    • Keluarga dan Wanita
    • Pendidikan Anak
    • Kisah
  • Edu Muslim
  • Muslim AD
  • Muslim Digital

© 2025 Muslimah.or.id - Meraih Kebahagiaan Muslimah di Atas Jalan Salaful Ummah.