Fatwa Syekh Abu Abdillah Musthafa bin Al-โAdawi
ย
Pertanyaan:
Sebutkan argumentasi (alasan) yang lain yang dikemukakan oleh orang-orang yang mengatakan bolehnya menikah tanpa wali dan bagaimana cara membantah argumentasi tersebut?
Jawaban:
Di antara argumentasi yang dikemukakan oleh orang-orang yang mengatakan bolehnya menikah tanpa wali adalah sebagai berikut:
Pertama, firman Allah Taโala,
ููุฅููู ุทููููููููุง ููููุง ุชูุญูููู ูููู ู ููู ุจูุนูุฏู ุญูุชููู ุชูููููุญู ุฒูููุฌูุง ุบูููุฑููู
โKemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia menikah dengan suami yang lain.โ (QS. Al-Baqarah: 230)
Jurga firman Allah Taโala,
ููุฅูุฐูุง ุจูููุบููู ุฃูุฌูููููููู ููููุง ุฌูููุงุญู ุนูููููููู ู ูููู ูุง ููุนููููู ููู ุฃูููููุณูููููู
โKemudian apabila telah habis ‘iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut.โ (QS. Al-Baqarah: 234)
Kita jawab argumentasi ini dengan mengatakan bahwa dalil-dalil ini tidak secara jelas (eksplisit) menunjukkan tidak adanya peran wali dalam pernikahan. Bahkan, dalil yang secara eksplisit menunjukkan sebaliknya, yaitu sabda Nabi shallallahu โalaihi wasallam,
ููุง ููููุงุญู ุฅููููุง ุจูููููููู
โTidak (sah) nikah tanpa wali.โ
Juga sabda Nabi shallallahu โalaihi wasallam,
ุฃููููู ูุง ุงู ูุฑูุฃูุฉู ููููุญูุชู ุจูุบูููุฑู ุฅูุฐููู ูููููููููุง ููููููุงุญูููุง ุจูุงุทูููุ ููููููุงุญูููุง ุจูุงุทูููุ ููููููุงุญูููุง ุจูุงุทููู
โWanita manapun yang menikah tanpa seizin walinya, maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal.โ
Juga firman Allah Taโala,
ููุฃูููููุญููุง ุงููุฃูููุงู ูู ู ูููููู ู ููุงูุตููุงููุญูููู ู ููู ุนูุจูุงุฏูููู ู ููุฅูู ูุงุฆูููู ู
โDan nikahkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.โ (QS. An-Nur: 32)
Kedua, mereka juga berargumen bahwa Raja An-Najasyi menikahkan Ummu Habibah dengan Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam. Namun dalil ini dibantah dengan firman Allah Taโala,
ุงููููุจูููู ุฃูููููู ุจูุงููู ูุคูู ูููููู ู ููู ุฃููููุณูููู ู ููุฃูุฒูููุงุฌููู ุฃูู ููููุงุชูููู ู
โBahwa Nabi lebih utama bagi orang-orang beriman daripada diri mereka sendiri dan istri-istri beliau adalah ibu-ibu mereka.โ (QS. Al-Ahzab: 6)
Juga bahwa tidak ada satu pun dari para wali Ummu Habibah dari kalangan kaum muslimin yang bisa hadir sebagai saksi. [1]
Ketiga, mereka juga berdalil dengan riwayat dari jalan Hammad bin Salamah, dari Sulaiman bin Al-Mughirah, dari Tsabit, dari Umar bin Abi Salamah, dari Ummu Salamah radhiyallahu โanha, dia berkata, โRasulullah shallallahu โalaihi wasallam datang kepadaku setelah Abu Salamah wafat, lalu beliau melamarku untuk dirinya sendiri. Aku berkata, โWahai Rasulullah, tidak ada satu pun dari wali-waliku yang bisa hadir sebagai saksi.”
Rasulullah shallallahu โalaihi wasallamย bersabda, โTidak ada seorang pun dari mereka, baik yang hadir maupun yang tidak hadir, yang membenci hal itu.โ
Ummu Salamah berkata, โBerdirilah, wahai Umar, nikahkanlah aku dengan Nabi shallallahu โalaihi wasallam.โ Lalu Umar bin Abu Salamah pun menikahkannya dengan Nabi shallallahu โalaihi wasallam. Sanad riwayat ini lemah dan cacat.
Sanggahan terhadap dalil di atas, bahwa Allah Taโalaย berfirman,
ุงููููุจูููู ุฃูููููู ุจูุงููู ูุคูู ูููููู ู ููู ุฃููููุณูููู ู ููุฃูุฒูููุงุฌููู ุฃูู ููููุงุชูููู ู
โBahwa Nabi lebih utama bagi orang-orang beriman daripada diri mereka sendiri dan istri-istri beliau adalah ibu-ibu mereka.โ (QS. Al-Ahzab: 6)
Selain itu, tidak ada satu pun wali dari wali Ummu Salamah yang bisa hadir, sebagaimana yang dikatakan oleh Ummu Salamah sendiri. Demikian juga, Ummu Salamah tidaklah menikahkan dirinya sendiri, akan tetapi memerintahkan anaknya untuk menikahkan dirinya dengan Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam.
Apabila ada yang mengatakan, โKetika itu anaknya belum balig, sehingga bisa dianggap tidak ada (wali).โ Kami katakan (sebagaimana firman Allah),
ูุงู ููููููููู ุงููููู ููููุณุงู ุฅููุงูู ููุณูุนูููุง
โAllah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.โ (QS. Al-Baqarah: 286)
Apa yang mampu dilaksanakan oleh Ummu Salamah, maka beliau telah melaksanakannya. [2] Begitu pula dengan Zainab binti Jahsy, istri Nabi shallallahu โalaihi wasallam, beliau berkata perihal pernikahannya dengan Nabi shallallahu โalaihi wasallam,
ุฒููููุฌูููููู ุฃูููุงููููููููุ ููุฒููููุฌูููู ุงูููููู ุชูุนูุงููู ู ููู ูููููู ุณูุจูุนู ุณูู ูููุงุชู
โKalian dinikahkan oleh keluarga (wali) kalian, sedangkan aku dinikahkan oleh Allah dari atas langit yang tujuh.โ (HR. Bukhari no. 7420)
Keempat, mereka juga berdalil dengan riwayat yang dibawakan oleh Ibn Abi Syaibah dan lainnya [3], dari jalur Al-Qasim bin Muhammad dari Aisyah, istri Nabi shallallahu โalaihi wasallam,
ุฃููููููุง ุฒููููุฌูุชู ุญูููุตูุฉู ุจูููุชู ุนูุจูุฏู ุงูุฑููุญูู ููู ุงููู ูููุฐูุฑู ุจููู ุงูุฒููุจูููุฑู , ููุนูุจูุฏู ุงูุฑููุญูู ููู ุบูุงุฆูุจู ุจูุงูุดููุงู ู ููููู ููุง ููุฏูู ู ุนูุจูุฏู ุงูุฑููุญูู ููู ููุงูู: ุฃูู ูุซูููู ููุตูููุนู ุจููู ููุฐูุง , ููููููุชูุงุชู ุนูููููููุ ูููููููู ูุชู ุนูุงุฆูุดูุฉู ุนููู ุงููู ูููุฐูุฑู ููููุงูู ุงููู ูููุฐูุฑู: ุฅูููู ุฐููููู ุจูููุฏู ุนูุจูุฏู ุงูุฑููุญูู ููู , ููููุงูู ุนูุจูุฏู ุงูุฑููุญูู ููู: ู ูุง ููููุชู ุฃูุฑูุฏูู ุฃูู ูุฑูุง ููุถูููุชููู , ููููุฑููุชู ุญูููุตูุฉู ุนูููุฏููู , ููููู ู ูููููู ุฐููููู ุทูููุงููุง.
โBahwa Aisyah menikahkan Hafshah binti Abdurrahman dengan Al-Mundzir bin Az-Zubair, sementara Abdurrahman (ayah Hafshah) sedang berada di Syam. Ketika Abdurrahman kembali, ia berkata, โApakah pantas orang seperti aku diperlakukan seperti ini dan didahului tanpa seizinku?โ Maka Aisyah berbicara dengan Al-Mundzir, dan Al-Mundzir berkata, โUrusan ini ada di tangan Abdurrahman.โ Lalu Abdurrahman berkata, โAku tidak akan menolak urusan yang telah engkau tetapkan.โ Maka Hafshah pun tetap menjadi istri Al-Mundzir, dan itu tidak dianggap sebagai talak.โ
Riwayat tersebut dapat dibantah dari beberapa sisi:
Pertama: riwayat itu mauqufย (berhenti pada sahabat), tidak bisa menandingi hadits marfuโย (langsung dari Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam) yang menyatakan keharusan adanya wali.
Kedua: bahwa Al-Mundzir mengembalikan urusan kepada wali yang sah, yaitu Abdurrahman, lalu Abdurrahman memutuskannya.
Ketiga: tidak ada keterangan yang jelas dalam riwayat tersebut bahwa โAisyah yang langsung menikahkan (menjadi wali bagi Hafshah). Terdapat kemungkinan bahwa yang menjadi wali adalah orang lain untuk menyempurnakn pernikahan. Hal ini dikuatkan oleh riwayat yang dikeluarkan oleh Ath-Thahawi dalam Syarแธฅ Maโani Al-Atsar (3: 12) dan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Muแนฃannafย (4: 135) dari jalur Al-Qฤsim bin Muแธฅammad dari Aisyah, bahwa beliau berkata,
ุฃููููููุง ุฃูููููุญูุชู ุฑูุฌูููุง ู ููู ุจูููู ุฃูุฎููููุง ุฌูุงุฑูููุฉู ู ููู ุจูููู ุฃูุฎููููุง ููุถูุฑูุจูุชู ุจูููููููู ูุง ุจูุณูุชูุฑู ุซูู ูู ุชููููููู ูุชู , ุญูุชููู ุฅูุฐูุง ููู ู ููุจููู ุฅููููุง ุงููููููุงุญู , ุฃูู ูุฑูุชู ุฑูุฌูููุง ููุฃูููููุญู , ุซูู ูู ููุงููุชู: ููููุณู ุฅูููู ุงููููุณูุงุกู ุงููููููุงุญู
โBahwa dia menikahkan seorang pria dari Bani (keturunan) saudara laki-lakinya dengan seorang budak perempuan dari Bani saudara laki-lakinya juga, lalu memisahkan mereka dengan tirai, kemudian berbicara (untuk mengatur proses pernikahan, pent.). Ketika yang tersisa hanyalah tinggal akad nikah saja, dia memerintahkan seorang laki-laki untuk menikahkan mereka, kemudian berkata, โPerempuan tidak memiliki hak untuk menikahkan.”
Riwayat ini disahihkan oleh Ibnu แธคajar dalam Fatแธฅul Baari (9: 186). [4]
[Bersambung]
Kembali ke bagian 2 Lanjut ke bagian 4
***
@Unayzah, KSA; 22 Zulkaidah 1446/ 20 Mei 2025
Penerjemah: M. Saifudin Hakim
Artikel Muslimah.or.id
ย
Catatan kaki:
[1] Tambahan dari penerjemah, bahwa Ummu แธคabฤซbah dinikahkan dengan Nabi shallallahu โalaihi wasallam oleh Raja Najasyi ketika ia berada di Habasyah (Ethiopia sekarang), tanpa kehadiran wali dari pihak keluarga perempuan. Namun, bantahan terhadap dalil ini adalah:
Pertama, pernikahan itu terjadi dalam kondisi khusus.ย Ummu แธคabฤซbah berada di negeri yang jauh (Hijrah ke Habasyah), dan Najasyi bertindak sebagai wali karena tidak adanya wali dari pihak perempuan yang bisa hadir saat itu.
Kedua, tidak bisa dijadikan dasar umum. Maksudnya, kasus tersebut bukan dalil untuk membolehkan semua wanita menikah tanpa wali, karena itu adalah pengecualian dengan alasan darurat.
[2] Syekh Musthafa Al-โAdawi menambahkan dalam catatan kaki, โSanggahan yang lebih kuat dari ini adalah bahwa hadis tersebut adalah hadis yang dhaโif (lemah). Aku telah menjelaskan hal itu di kitab Jaamiโ Ahkaamin Nisaaโ.โ
[3] Syekh Musthafa Al-โAdawi menambahkan dalam catatan kaki, โDiriwayatkan pula oleh Ath-Thahawi dalam Syarh Maโani Al-Atsar, 3: 8.โ
[4] Diterjemahkan dari Ahkaamun Nikah waz Zifaf, hal. 97-99.