Fatwa Syekh Abu Abdillah Musthafa bin Al-‘Adawi
Pertanyaan:
Apakah terdapat dalil yang menunjukkan batasan minimal dan maksimal mahar?
Jawaban:
Kami tidak mengetahui adanya dalil yang menunjukkan batasan kadar minimal atau maksimal mahar. Al-Qurthubi rahimahullah menukil adanya ijmak bahwa tidak ada batasan untuk kadar maksimal mahar. Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Siapa saja yang memiliki kelapangan (baca: kaya), dan dia ingin memberikan mahar yang banyak kepada calon istrinya, hal itu diperbolehkan berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلَا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا
“Sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak (sebagai mahar, pent.), maka janganlah kamu mengambil kembali darinya barang sedikitpun.” (QS. An-Nisa: 20)
Adapun orang yang membebani dirinya dengan mahar yang (sebenarnya) tidak ingin dia bayarkan, atau tidak mampu melunasinya, maka hal ini adalah makruh sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Demikian pula, orang yang menetapkan mahar yang banyak dalam tanggungannya, padahal dia tidak bisa memenuhinya, maka hal itu tidak disunahkan. Wallahu a’lam.” [1]
Aku (Syekh Musthafa Al-Adawi) berkata, “Akan tetapi jika terjadi perselisihan terkait besarnya mahar yang belum ditetapkan, maka dikembalikan kepada mahar mitsil (mahar standar), sebagaimana akan dijelaskan, insya Allah.”
Adapun perkataan (pendapat kami) bahwa tidak ada batasan kadar minimal dan maksimal mahar, maka hal itu dalam kondisi saling rida dan terdapat kesepakatan (antara pihak laki-laki dan perempuan, pent.) Wallahu a’lam. [2]
Baca juga: Bolehkah Menjadikan Hafalan Al-Qur’an Sebagai Mahar?
***
@Unayzah, 18 Syawal 1446/ 16 April 2025
Penerjemah: M. Saifudin Hakim
Artikel Muslimah.or.id
Catatan kaki:
[1] Maksudnya, kalau ada seseorang yang menetapkan mahar untuk istrinya, tapi dia sebenarnya tidak niat membayar, atau dia tahu bahwa dia tidak akan mampu untuk membayar, maka hukumnya makruh. Kalau seseorang menetapkan mahar yang jumlahnya besar, padahal tidak ada niat atau kemampuan untuk membayarnya, maka hal ini juga tidak dianjurkan.
[2] Diterjemahkan dari Ahkaamun Nikah waz Zifaf, hal. 85-86.