Segala puji bagi Allah yang dengan karunia dan rahmat-Nya, kita dapat kembali berjumpa dengan Ramadan. Bulan yang berlapis-lapis keberkahan di dalamnya. Di bulan ini, pintu surga terbuka lebar dan ganjaran dilipatgandakan. Tentu, hal ini membuat hati kita bergembira dan bersemangat menuju kebaikan.
Euforia terhadap bulan Ramadan dapat kita saksikan melalui keadaan di masjid-masjid yang senantiasa hidup, baik di malam maupun siang hari. Kaum muslimin, tua maupun muda, berbondong-bondong mendatangi masjid dan melakukan berbagai ketaatan dan amal ibadah di dalamnya.
Sebagian dari kaum muslimin, menampakkan kegembiraannya dengan memberikan dekorasi di rumah-rumah mereka. Berupa lampu-lampu yang gerlap gerlip, hiasan-hiasan yang berbentuk bulan sabit ataupun bintang.
Ada juga yang membuat dekorasi berupa pohon Ramadan (Ramadan Tree) atau ketika mendekati Idul Fitri, menjadi pohon Idul Fitri (Eid Tree). Hiasan ini bukanlah pohon sungguhan, melainkan bulan sabit yang terbuat dari besi kemudian ditutupi dengan dedaunan atau bunga-bunga palsu.
Ditambahkan juga lampu-lampu di pohon yang berbentuk bulan sabit ini, baik berbentuk lentera maupun lampu tirai. Yang ketika malam Idul Fitri, sebagian orang menambahkan kado-kado di bawah pohon bulan sabit ini, sebagai hadiah bagi anak-anak mereka, yang akan dibuka keesokan harinya, di pagi hari Idul Fitri.
Lalu, bagaimanakah syariat Islam memandang fenomena ini? Bolehkah kita mendekorasi rumah dengan ornamen-ornamen tertentu (hiasan bulan sabit ataupun bintang) ketika menyambut datangnya bulan Ramadan? Bagaimanakah hukumnya pohon Ramadan atau pohon Idul Fitri (Ramadan / Eid Tree)?
Hukum mendekorasi rumah
Membersihkan rumah dan mendekorasinya dalam rangka menyambut bulan Ramadan adalah hal yang diperbolehkan. Karena hal ini dihitung sebagai sebuah kebiasaan, bukanlah bagian dari ibadah, yang mengharuskan adanya dalil.
Namun, ada beberapa poin yang hendaknya kita perhatikan terkait masalah ini:
Pertama, tidak boleh berlebihan dalam mendekor, apalagi sampai mengeluarkan uang dalam jumlah yang banyak.
Kedua, hiasan-hiasan ini tidak boleh berbentuk makhluk hidup ataupun mengandung instrumen-instrumen musik.
Ketiga, hendaknya tidak dilakukan di masjid-masjid, karena akan mengganggu kaum muslimin yang beribadah di dalamnya.
Seorang penanya bertanya kepada al–Lajnah ad–Daimah,
تجري عادة في بعض المساجد في أيام الفطر وفي غيرها من أيام المناسبات الدينية هي تزيين المساجد بأنواع وألوان مختلفة من الكهرباء والزهور هل يجيز الإسلام هذه العمل أو لا؟ وما دليل الجواز أو المنع؟
“Berlangsung kebiasaan di sebagian masjid pada hari raya Idul Fitri dan selainnya di antara hari-hari keagamaan, yaitu menghiasi masjid dengan berbagai macam hiasan dan warna-warni yang beraneka ragam, baik berupa hiasan listrik (lampu) ataupun bunga-bunga. Apakah Islam memperbolehkan hal seperti ini ataukah tidak? Apa dalil yang membolehkan atau yang melarang?”
Jawaban al-Lajnah ad-Daimah,
المساجد بيوت الله وهي خير بقاع الأرض، أذن الله تعالى أن ترفع وتعظم بتوحيد الله وذكره وإقام الصلاة فيها ويتعلم الناس بها شئون دينهم وإرشادهم إلى ما فيه سعادتهم وصلاحهم في الدنيا والآخرة وبتطهيرها من الرجس والأوثان والأعمال الشركية والبدع والخرافات ومن الأوساخ والأقذار والنجاسات وبصيانتها من اللهو واللعب والصخب وارتفاع الأصوات ولو كان نشد ضالة وسؤالاً عن ضائع ونحو ذلك مما يجعلها كالطرق العامة وأسواق التجارة وبالمنع من الدفن فيها ومن بنائها على القبور ومن تعليق الصور بها أو رسمها بجدرانها إلى أمثال ذلك مما يكون ذريعة إلى الشرك ويشغل بال من يعبد الله فيها ويتنافى مع ما بنيت من أجله وقد راعى النبي ، ﷺ ، ذلك كما هو معروف في سيرته وعمله وبينه لأمته ليسلكوا منهجه ويهتدوا بهديه في احترام المساجد وعمارتها بما فيه رفع لها من إقامة شعائر الإسلام بها مقتدين في ذلك بالرسول الأمين، ﷺ ، ولم يثبت عنه ، ﷺ ، أنه عظم المساجد بإنارتها ووضع الزهور عليها في الأعياد والمناسبات ولم يعرف ذلك أيضًا من الخلفاء الراشدين ولا الأئمة المهتدين من القرون الأولى التي شهد لها رسول الله ، ﷺ ، بأنها خير القرون مع تقدم الناس وكثرة أموالهم وأخذهم من الحضارة بنصيب وافر وتوفر أنواع الزينة وألوانها في القرون الثلاثة الأولى، والخير كل الخير في اتباع هديه، ﷺ , وهدي خلفائه الراشدين ومن سلك سبيلهم من أئمة الدين بعدهم. ثم إن في إيقاد السرج عليها أو تعليق لمبات الكهرباء فوقها أو حولها أو فوق مناراتها وتعليق الرايات والأعلام ووضع الزهور عليها في الأعياد والمناسبات تزيينا وإعظامًا لها تشبها بالكفار فيما يصنعون ببيعهم وكنائسهم وقد نهى النبي ، ﷺ ، عن التشبه في أعيادهم وعباداتهم
“Masjid-masjid adalah rumah Allah dan ia adalah sebaik-baik tempat di muka bumi. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengizinkan untuk ditegakkan dan diagungkan dengan tauhid, dzikir, salat di dalamnya, dan masyarakat mempelajari perkara agama mereka, juga tempat untuk memberikan pengarahan akan hal yang mendatangkan kebahagiaan dan kemaslahatan dalam perkara dunia maupun akhirat mereka.”
“Dan dengan menyucikan masjid dari perkara kotor, berhala-berhala, perbuatan-perbuatan syirik, bid’ah-bid’ah, khurafat-khurafat, perbuatan-perbuatan kotor, dan membersihkannya dari kotoran, najis-najis, serta menjaga masjid-masjid itu dari perkara yang melalaikan dan senda gurau, juga keributan, mengangkat suara walaupun untuk mengumumkan kehilangan atau yang lainnya, yang menjadikan masjid seperti jalan-jalan umum atau pasar.”
“Dan dilarang untuk menguburkan jenazah di dalam masjid atau membangun masjid di atas kuburan, atau memajang gambar-gambar, atau melukis di dinding-dinding masjid dan lainnya, yang merupakan penyebab timbulnya kesyirikan dan menyibukkan konsentrasi orang yang menyembah Allah di dalamnya. Karena hal ini menyelisihi tujuan dibangunnya masjid sebagaimana yang ditekankan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang ma’ruf di dalam sirah perbuatan dan penjelasan beliau untuk umat Islam agar mereka mengikuti metode dan mendapatkan petunjuk dari beliau dalam perkara menghormati masjid dan memakmurkannya, berupa menegakkan syiar-syiar Islam, dengan tetap mengambil qudwah (teladan) dari Rasulullah yang al–Amin (terpercaya).”
“Belum ada satupun riwayat dari Nabi bahwa beliau mengagungkan masjid dengan meneranginya dan meletakkan bunga-bunga di atasnya pada hari raya dan hari-hari besar. Hal tersebut tidak dikenal dari zaman Khulafa`u ar-Rasyidin yang empat, tidak pula dari imam-imam yang mendapat petunjuk dari generasi pertama yang telah dipersaksikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan keutamaannya bahwa mereka adalah sebaik-baik generasi, yang disertai dengan majunya masyarakat dan luasnya perbendaharaan dan mereka mengalami pembaharuan secara bersar-besaran, juga tersedianya berbagai macam hiasan dan warna-warni pada tiga abad generasi pertama.”
“Kebaikan sempurna adalah dalam mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan petunjuk Khulafa`u ar-Rasyidin, serta orang-orang yang menyusuri jalan mereka dari kalangan ulama agama yang datang setelahnya.
Kemudian dalam perkara menyalakan penerangan di atas masjid ataupun menggantungkan lampu-lampu listrik di atas masjid, sekitar masjid atau di atas menaranya dan memajang bendera-bendera atau baleho-baleho dan meletakkan bunga-bunga pada hari raya dan hari-hari besar dengan tujuan untuk menghiasi dan mengagungkan masjid, ini adalah bentuk menyerupai orang-orang kafir yang mereka melakukan hal tersebut di tempat perdagangan mereka dan gereja-gereja mereka yang telah dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyerupai orang-orang kafir dalam perkara hari raya dan ibadah.” (Fatawa Islamiyyah, 2: 20-21)
Baca juga: Tradisi Menyimpang di Bulan Ramadan
Hukum ornamen berbentuk bulan sabit atau bintang
Terkait hiasan-hiasan yang berbentuk bulan sabit ataupun bintang, patut kita ketahui bahwa ia bukanlah simbol dari agama Islam, tidak ada hubungannya dengan syariat Islam.
Dikatakan bahwa alasan kaum muslimin mengadopsi bentuk bulan sabit dan bintang sebagai simbol adalah karena gereja-gereja kaum nasrani memiliki simbol salib di atas bangunan mereka, maka dibuatlah simbol bulan sabit dan bintang di atas bangunan-bangunan masjid sebagai pembeda, yang kemudian hal ini tersebar di kalangan kaum muslimin.
Maka tentu ini merupakan sesuatu yang seharusnya dijauhi. Kaum muslimin meyakini mereka (bulan dan bintang) adalah ciptaan Allah, yang tidak dapat memberikan manfaat ataupun menolak mudarat.
Allah Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an,
وَمِنْ ءَايَٰتِهِ ٱلَّيْلُ وَٱلنَّهَارُ وَٱلشَّمْسُ وَٱلْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا۟ لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَٱسْجُدُوا۟ لِلَّهِ ٱلَّذِى خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.” (QS. Fushshilat: 37)
Terkait bintang, Allah Ta’ala berfirman,
وَهُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ لَكُمُ ٱلنُّجُومَ لِتَهْتَدُوا۟ بِهَا فِى ظُلُمَٰتِ ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ ۗ قَدْ فَصَّلْنَا ٱلْءَايَٰتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS. Al-An’am: 97)
Hukum pohon Ramadan atau Idul FItri
Penulis telah menjelaskan terkait bentuk pohon Ramadan / Idul Fitri pada paragraf yang telah lalu. Dapat disimpulkan dari deskripsi tersebut bahwa pohon Ramadan / Idul Fitri ini menyerupai pohon Natal bagi umat Nasrani. Ditambah lagi, jika diletakkan hadiah-hadiah di bawahnya, meniru tradisi kaum Nasrani yang meletakkan kado-kado (christmas gifts) di bawah pohon Natal mereka, maka hukumnya adalah haram dan hal ini termasuk bagian dari tasyabbuh bil kuffar (menyerupai orang-orang kafir).
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Dawud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan bahwa sanad hadis ini jayyid/bagus. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa hadis ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami, siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan)
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Kalau selain mereka, lantas siapa lagi?“ (HR. Bukhari no. 7319)
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669)
Demikian, beberapa permasalahan yang menurut penulis perlu untuk dibahas dan diketahui oleh kaum muslimin. Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada kita semua.
Baca juga: 5 Hal yang Dapat Dilakukan Wanita Haid untuk Memaksimalkan Ramadan
***
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Hanging electrically illuminated crescents and stars on the outside of buildings during Ramadaan. Diakses pada 12 Maret 2025, dari https://islamqa.info/amp/en/answers/79141
Does Islam Have a Symbol?. Diakses pada 12 Maret 2025, dari https://islamqa.info/en/answers/1528/does-islam-have-a-symbol
Fatawa Islamiyyah, Dar Al Wathan, diakses pada 12 Maret 2025, dari https://maknoon.org
Mengikuti Gaya Orang Kafir (Tasyabbuh). Diakses pada 12 Maret 2025, dari https://rumaysho.com/3076-mengikuti-gaya-orang-kafir-tasyabbuh.html