Muslimah.or.id
Donasi muslimah.or.id
  • Akidah
  • Manhaj
  • Fikih
  • Akhlak dan Nasihat
  • Keluarga dan Wanita
  • Pendidikan Anak
  • Kisah
No Result
View All Result
  • Akidah
  • Manhaj
  • Fikih
  • Akhlak dan Nasihat
  • Keluarga dan Wanita
  • Pendidikan Anak
  • Kisah
No Result
View All Result
Muslimah.or.id
No Result
View All Result
Donasi muslimahorid Donasi muslimahorid

Tradisi Menyimpang di Bulan Ramadan

Annisa Auraliansa oleh Annisa Auraliansa
22 Maret 2025
di Ramadan
0
Tradisi Menyimpang di Bulan Ramadan
Share on FacebookShare on Twitter

Daftar Isi

Toggle
  • Sebab yang diambil harus terbukti secara syar’i atau qadari
  • Hati tetap bergantung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan kepada sebab tersebut
  • Tetap memiliki keyakinan bahwa betapapun hebatnya keampuhan sebuah sebab, namun berpengaruh atau tidaknya sebab tergantung hanya kepada takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala

Bulan Ramadan adalah bulan yang mulia. Bulan ketika rahmat Allah terbuka luas, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu .

Ramadan adalah musim ketaatan, yang hendaknya kita gunakan untuk memperbanyak bekal kepulangan, sebab ganjaran dan pahala dilipatgandakan.

Ramadan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an. Kitab yang mengandung petunjuk bagi manusia, yang menuntun mereka menuju keridaan Rabb semesta alam dan kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan.

Di bulan Ramadan, kita melaksanakan ibadah puasa, menahan rasa lapar dan dahaga, hanya dengan niat mengharapkan wajah-Nya, untuk meraih kemenangan berupa surga yang telah dijanjikan.

Kendati demikian, sebagian dari kaum muslimin justru malah melakukan tradisi-tradisi yang menyimpang di dalamnya.

Donasi Muslimahorid

Mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang mengandung unsur kesyirikan, seperti melakukan ritual mandi di tempat atau sungai tertentu, mengunjungi tempat-tempat yang keramat atau ‘berkah’, melakukan wisata spiritual (ziarah religius) dengan mengunjungi makam orang-orang yang dianggap wali, dan sebagainya.

Padahal kesyirikan adalah sebuah kezaliman yang besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَإِذْ قَالَ لُقْمَٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13)

Dan suatu hal yang amat sangat disayangkan, orang-orang yang melakukan tradisi-tradisi ini umumnya tidak mengetahui bahwa apa yang mereka lakukan tersebut adalah sebuah kesyirikan atau bahkan mereka menganggapnya sebagai bagian dari ibadah.

Maka untuk memperoleh pemahaman yang benar terkait hal ini, seorang muslim hendaknya memiliki pemahaman yang baik tentang hukum-hukum dalam mengambil sebab. Mengambil sebab di sini maksudnya seseorang melakukan suatu usaha (sebab) tertentu untuk dapat meraih apa (tujuan) yang diinginkan.

Tiga hal yang harus diketahui oleh seorang muslim terkait dengan pengambilan sebab yaitu:

Sebab yang diambil harus terbukti secara syar’i atau qadari

Maksud secara syar’i adalah Al-Qur’an atau as–Sunnah telah menunjukkan bahwa sesuatu tersebut memang merupakan penyebab terjadi atau tidak terjadinya sesuatu.

Contoh:

  • Amal saleh merupakan sebab untuk masuk surga.
  • Bertakwa merupakan sebab untuk mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan urusan dan sebab untuk mendapatkan kelapangan rezeki.

Hal itu sebagaimana firman Allah Ta’ala,

فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا۟ ذَوَىْ عَدْلٍ مِّنكُمْ وَأَقِيمُوا۟ ٱلشَّهَٰدَةَ لِلَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ يُوعَظُ بِهِۦ مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًا

“Apabila mereka telah mendekati akhir idahnya, maka rujuklah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah pengajaran itu diberikan bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS. Ath-Thalaq: 2)

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمْرِهِۦ ۚ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْرًا

“Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sungguh Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 3)

Maksud secara qadari adalah bahwa sunnatullah, pengalaman, atau penelitian ilmiah menyatakan bahwa sesuatu tersebut merupakan sebab terjadinya atau tidak terjadinya sesuatu yang lain.

Contoh:

  • Makan merupakan sebab untuk kenyang.
  • Berkendaraan adalah sebab untuk mempercepat perjalanan untuk mencapai tujuan.

Sebab yang terbukti secara qadari ini terbagi menjadi dua macam, yaitu sebab yang halal dan sebab yang haram. Contoh sebab yang halal adalah belajar agar menjadi pintar, sedangkan contoh sebab yang haram adalah korupsi agar mendapatkan harta yang banyak.

Baca juga: 5 Hal yang Dapat Dilakukan Wanita Haid untuk Memaksimalkan Ramadan

Hati tetap bergantung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan kepada sebab tersebut

Seseorang ketika mengambil sebab, hatinya harus senantiasa bertawakal dan memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, demi berpengaruhnya sebab tersebut. Hatinya tidak condong kepada sebab tersebut yang menyebabkan hatinya justru merasa tenang kepada sebab dan bukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala

Contoh:

  • Seseorang yang merasa pasti akan berhasil ketika telah memperhitungkan segala sesuatu dan segala kemungkinan yang akan terjadi, maka ada indikasi bahwa dia telah bersandar kepada sebab.
  • Seseorang yang merasa kecewa berat atas sebuah kegagalan, padahal merasa sudah mengambil sebab sebaik-baiknya, maka ada indikasi bahwa dia telah bersandar kepada sebab.

Tetap memiliki keyakinan bahwa betapapun hebatnya keampuhan sebuah sebab, namun berpengaruh atau tidaknya sebab tergantung hanya kepada takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala

Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki sebuah sebab berpengaruh sebagaimana sunnatullah–Nya, maka sebab tersebut akan menimbulkan pengaruh. Akan tetapi, jika Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki sebuah sebab tidak berpengaruh, maka sebab tersebut tidak akan menghasilkan apa-apa.

Contoh:

  • Api yang berkobar, yang secara sunnatullah membakar. Namun, ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki lain, justru api itu menjadi dingin, seperti kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
  • Seorang wanita yang sedang hamil tua secara sunnatullah tidak mampu menggoyang pohon kurma demi jatuhnya kurma yang ada. Namun, ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki, maka bergoyanglah pohon kurma dengan sebab kekuatan seorang wanita yang sedang hamil tua, seperti kisah Maryam.

Maka dengan ketiga hal di atas dalam hal mengambil sebab, keadaan seseorang dapat dirinci sebagai berikut:

  • Seseorang yang mengambil sebab dengan memenuhi seluruh kriteria di atas. Hal ini merupakan bukti atas kebenaran tauhidnya.
  • Seseorang yang memenuhi seluruh kriteria di atas, tetapi dengan sebab qadari yang haram. Hal ini merupakan kemaksiatan dan bukan kesyirikan.
  • Seseorang yang tidak memenuhi kriteria pertama. Hal ini dihukumi syirik kecil selama tidak ada unsur pengabdian kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan termasuk syirik zahir. Hal ini juga merupakan kedustaan atas nama syariat dan takdir.
  • Seseorang yang tidak memenuhi kriteria kedua. Hal ini dihukumi syirik kecil dan termasuk syirik khafi.
  • Seseorang yang tidak memenuhi kriteria ketiga. Hal ini dihukumi syirik akbar karena telah meyakini adanya pencipta selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Mutiara Faidah Kitab Tauhid, hal. 82-85)

Akhir kata, seorang muslim haruslah senantiasa berhati-hati dalam bertindak dan berperilaku, apalagi menyangkut ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangan sampai kita terjerumus pada hal-hal yang diharamkan atau yang mengandung kesyirikan, dalam kondisi kita tidak mengetahui atau tertipu dengan label ‘ibadah’ yang diberikan oleh orang-orang yang sesat padanya. Terlebih di bulan Ramadan yang mulia ini.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الشِّرْكُ فِي هَذِهِ الأُمَّةِ أَخْفَى مِنْ دَبِيْبِ النَّمْلِ

“Kesyirikan pada umat ini lebih tersembunyi daripada jejak semut.”

Abu Bakar berkata, “Bagaimana berlepas darinya, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ

“Hendaklah engkau mengucapkan, ‘Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada–Mu dari mempersekutukan–Mu sementara aku tahu, dan aku mohon ampunan kepada–Mu dari apa yang aku tidak tahu.” (Al-Musnad, 4: 403; al–Adab al–Mufrad no. 716; dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam Shahih al–Adab no. 551)

Dalam ash–Shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdoa dalam salatnya,

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِنِي وَجَهْلِي، وَإِسْرَافِي فِي أَمْرِي، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي جِدّي وَهَزْلِي، وَخَطَئِي وَعَمْدِيْ، وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِي، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ إِلَهِي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

“Ya Allah, ampunilah untukku kesalahan-kesalahanku, kebodohan-kebodohanku, berlebih-lebihan dalam urusanku, dan apa yang Engkau lebih tahu tentangnya daripada aku. Ya Allah, ampunilah untukku keseriusanku, candaku, ketidaksengajaanku, serta kesengajaanku, dan semua itu ada padaku. Ya Allah, ampunilah untukku apa yang aku dahulukan dan yang aku akhirkan, apa yang aku sembunyikan dan aku tampakkan, dan apa yang engkau lebih tahu tentangnya daripada aku. Engkau sesembahanku, tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau.” (HR. Muslim no. 2719)

Hanya kepada Allah kita memohon hidayah dan taufik.

Baca juga: Siapa yang Berhak Mendapat Keutamaan Umrah di Bulan Ramadan?

***

Penulis: Annisa Auraliansa

Artikel Muslimah.or.id

 

Referensi:

Salam, Abu Isa Abdullah. Mutiara Faidah Kitab Tauhid. Pustaka Muslim: Yogyakarta

Badr, ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin. Fiqih Doa dan Dzikir. Griya Ilmu: Jakarta Timur

ShareTweetPin
Muslim AD Muslim AD Muslim AD
Annisa Auraliansa

Annisa Auraliansa

Penulis di muslimah.or.id

Artikel Terkait

Wanita Haid Memaksimalkan Ramadan

5 Hal yang Dapat Dilakukan Wanita Haid untuk Memaksimalkan Ramadan

oleh Fauzan Hidayat
19 Maret 2025
0

Ramadan adalah bulan yang penuh dengan rahmat dan ampunan dari Allah. Di dalamnya, setiap Muslim berusaha meningkatkan amal ibadah untuk...

Hadits Dhaif dan Maudhu’ Seputar Ramadhan (Bag.1 Pendahuluan)

oleh Ummu Sufyan Rahmawati Woly
17 Agustus 2011
1

Telah datang kepada segenap kaum muslimin satu bulan yang penuh dengan berkah dan keutamaan, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Jalla...

Menggemarkan Membaca Al-Qur’an di Bulan Ramadhan

oleh Umi Farikhah
14 Agustus 2011
3

Bulan Ramadhan, dikenal juga dengan 'Bulan Al Qur'an' karena pada bulan inilah AlQur'an diturunkan Allah Ta'ala berfirman, ?????? ????????? ???????...

Artikel Selanjutnya
Pohon Ramadan

Pohon Ramadan (Ramadan Tree) dalam Tinjauan Syariat  

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Donasi Muslimahorid Donasi Muslimahorid Donasi Muslimahorid
Logo Muslimahorid

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslim.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2025 Muslimah.or.id - Meraih Kebahagiaan Muslimah di Atas Jalan Salaful Ummah.

No Result
View All Result
  • Akidah
  • Manhaj
  • Fikih
  • Akhlak dan Nasihat
  • Keluarga dan Wanita
  • Pendidikan Anak
  • Kisah

© 2025 Muslimah.or.id - Meraih Kebahagiaan Muslimah di Atas Jalan Salaful Ummah.