Lisan adalah salah satu karunia yang besar, yang Allah anugerahkan kepada seorang hamba. Nikmat ini bisa mendatangkan kebaikan yang bermuara kepada surga-Nya atau membawa keburukan yang akan menjerumuskan ke dalam neraka.
Lisan yang banyak berdzikir dan mengucapkan hal-hal yang mengandung kebaikan adalah di antara perantara seseorang masuk ke dalam surga. Sedangkan lisan yang dipenuhi dengan keburukan, seperti menggunjing, mengadu domba, dan mengucapkan kata-kata kotor menjadi faktor terbesar kecelakaan seorang di dunia dan akhirat.
At-Tirmidzi meriwayatkan hadis Mu’adz yang panjang, di antaranya disebutkan bahwa Mu’adz bin Jabal bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah kita disiksa karena ucapan-ucapan kita?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ! هَلْ يَكُبُّ النَّاسَ عَلَى وُجُوهِهِمْ فِي النَّارِ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ؟
“Wahai Muadz, celaka kamu! Bukankah manusia tersungkur mukanya di dalam neraka karena buah dari lisannya?” (HR. At-Tirmidzi no. 2616, Ibnu Majah no. 3973; dan di-shahih-kan al-Albani dalam Irwaul Ghalil no. 413)
Disebutkan sebuah hadis dari Alqamah di dalam Musnad Imam Ahmad, dari Bilal bin Harits al-Muzanni radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنْ أَحَدَكُمْ لَيَتَكَلَّمُ بالكلمة من رضوان الله، ما يَظُنُّ أن تبلغ ما بَلَغَتْ، فَيَكْتُبُ اللهُ لَهُ بِهَا رِضْوَانَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ، وَإِنْ أَحَدَكُمْ لَيَتَكَلَّمُ بالكَلمَة منْ سَخط الله، مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ، فَيَكْتُبُ اللهُ عَلَيْهِ بهَا سَخَطَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ
“Sungguh seseorang mengucapkan suatu kata-kata yang membuat Allah rida, ia tidak mengira kata-kata itu mencapai sedemikian rupa. Allah pun mencatat keridaan–Nya untuknya karena kata-kata itu hingga pada hari bertemu dengan–Nya. Dan sungguh, seseorang mengucapkan suatu kata-kata yang membuat Allah murka, ia tidak mengira kata-kata itu mencapai sedemikian rupa. Allah mencatat murka–Nya untuknya karena kata-kata itu hingga pada hari bertemu dengan–Nya.” (HR. Ahmad)
Baca juga: Penjarakan Lisanmu
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بالكَلمَة مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيْهَا يَزِلُّ بِهَا إِلَى النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
“Sungguh seorang hamba mengucapkan suatu kalimat yang dia tidak mengetahui dengan jelas maksud dari kalimat itu, sehingga dengan kalimat itu ia terperosok ke neraka yang jaraknya lebih jauh daripada jarak antara ufuk timur dan barat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnul Mubarak rahimahullah berkata,
تَعَاهَدُ لِسَانَكَ إِنَّ اللَّسَانَ * سَرِيعُ إِلَي المَرْءِ فِي قَتْلِهِ
“Jagalah lisanmu, karena lisan sangat cepat membunuh pemiliknya!”
وَهذَا اللَّسَانُ بَرِيْدُ الفُؤَادِ * يَدُلُّ الرِّجَالُ عَلَي عَقْلِهِ
“Dan lisan adalah kotak posnya hati, yang bisa menunjukkan bobot akal seseorang.”
Maka dari itu, saudariku sesama muslimah, seyogyanya bagi setiap kita memikirkan dan mempersiapkan bagaimana keadaan dan nasibnya di dunia dan di akhirat kelak. Yang merupakan balasan dari perkara yang keluar dari lisannya; entah yang membuahkan kebaikan ataupun keburukan yang tidak terpuji akibatnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Wahai lisanku, ucapkanlah kebaikan, kamu akan beruntung, atau diamlah, kamu akan selamat, kalau tidak, kamu akan menyesal.” (Hatus Salaf Bainal Qaul Wal ‘Amal, Ahmad bin Nashir Ath–Thayyar, hal. 598)
Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.
Baca juga: Saudariku, Jangan Gunakan Lisanmu untuk Melaknat!
***
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Ahmad, Nada Abu. 2014. 300 Dosa Yang Diremehkan Wanita. (U. Mujtahid, Terjemahan). Solo: Kiswah Media
Syamsuddin, Zainal Abidin bindan Ummu Ahmad Rifqi. 2014. Senjakala Bidadari-Menyibak Tabir Sosok Wanita Shalihah. Jakarta: Pustaka Imam Bonjol