Imam An-Nawawi –rahimahullah– mengatakan, “Ketahuilah, patut bagi setiap orang untuk menjaga lisannya dari setiap perkataan, kecuali perkataan yang dia yakin perkataan itu mempunyai kebaikan, dan jika perkataan tersebut tidak ada kebaikannya, maka hendaknya ia tahan lisannya. Karena perkataan yang mubah pun dapat terseret menjadi perkataan yang haram atau makruh. Bahkan, ini sering terjadi dan sudah menjadi kebiasaan di tengah masyarakat. Dan keselamatan itu tidaklah ternilai harganya.” (Al-Adzkar, halaman 284).
Sering kali kita ketahui di masyarakat, apabila kita mendengar sedang mengobrol kepada temannya tentang seseorang, mungkin obrolan tersebut diawali oleh sesuatu yang dibolehkan. Tapi hawa nafsu dirinya dapat menyeret perkataan tersebut menjadi perkataan yang haram semisal ghibah atau namimah. Atau jika kita temui penjual yang menawarkan barangnya, mungkin diawali dengan perkataan yang mubah, namun hawa nafsu dirinya menyeret perkataan tersebut menjadi perkataan yang haram semisal sumpah palsu, dusta, an-najsy, dan yang lain. Mungkin kita temui seseorang sedang membicarakan tentang politik. Kita temua mereka membicarakan hal yang mubah, namun bisa jadi hawa nafsu mereka menyeret perkataan tersebut menjadi debat yang tercela. Bahkan perkataan haram tersebut bisa menjadi hal yang lebih banyak keharamannya daripada yang mubah. Allahul musta’an.
Maka ketahuilah, selamat dari itu semua, selamat dari lisan yang kotor, selamat dari penyimpangan, dosa, dan kejelekkan itu tidak ternilai harganya.
Dan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasalam bersabda, “Di antara baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat” (H.R At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Siapa yang tidak menyibukkan diri dengan hal bermanfaat, maka dia akan tersibukkan denga hal yang berbahaya.
Jatuhnya seseorang karena lisan
Selayaknya seorang yang ingin memiliki keislaman yang baik, ia meninggalkan perkataan-perkataan yang tidak ada manfaat baginya. ‘Mulutmu adalah harimaumu.’ Betapa banyak orang yang terjatuh disebabkan lisannya. Seseorang jatuh bisa disebabkan kakinya, namun luka di kaki tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh, namun seseorang bisa kehilangan kepalanya karena lisannya. Banyak orang yang dihukum, bahkan dengan hukuman mati disebabkan karena lisannya. Bisa karena lisannya yang jorok, fitnah, dusta dan yang lainnya hingga karena lisannya hilanglah kepalanya.
Sepatutnya seorang muslim tidaklah mengeluarkan kata-kata yang tidak jelas. Wajib baginya menjaga kata-kata dengan tidak berbicara, kecuali dengan perkara yang menguntungkan dan menambah iman dan takwanya. Jika ingin berkata hendaklah menimbang ada faidah atau tidak. Jika tidak, hendaklah tahan lidahnya. Jika iya maka timbanglah yang kedua. Janganlah dia buang sesuatu yang lebih menguntungkan dibanding yang kurang menguntungkan.
Lalai dalam menjaga lisan
Satu hal yang mengherankan, mudah bagi banyak orang jaga diri dari makan yang haram, uang yang haram, yang katanya enak sekali pun. Bisa menjaga diri dari kedholiman, zina, mencuri, minum khamr, memandang yang haram. Namun sulit baginya mengontrol lisan. Jika masyarakat ditanya siapa yang bagus agamanya adalah dia, namun ternyata dia berbicara dengan perkataan yang dibenci Allah tanpa kontrol. Seorang bisa turun karena satu ucapan, dan dia bisa jatuh ke neraka dengan jarak yang sangat jauh.
Penyakit lisan juga merupakan penyakitnya orang-orang sholih
Banyak orang yang jaga diri dari perbuatan keji. Namun lidahnya terjulur membahas kehormatan orang yang hidup atau mati tanpa peduli. Penyakit lisan adalah penyakitnya orang-orang shalih. Jika Anda ingin mengetahuinya, maka lihatlah pada hadits dari Jundab radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasalam bersabda,
“Ada seseorang berkata, ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si Fulan.’ Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Siapakah yang telah bersumpah mendahuluiKu bahwa Aku tidak akan mengampuni si Fulan? Sungguh, Aku telah mengampuni si Fulan dan menghapuskan amal kebajikanmu.’” (H.R Muslim).
Hadits ini bercerita tentang orang Bani Israil, ahli ibadah dan ahli maksiat. Ahli ibadah sering memberi nasihat. Suatu ketika si ahli maksiat berkata, “Jangan campuri urusannya.” Maka ahli ibadah jengkel, dan mengatakan, “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan.” Dan Nabi ceritakan tentang kisah ini. Seorang ahli ibadah, yang dia menjadi seorang alim dan mengumpulkan amal ibadahnya dalam waktu yang sangat lama, maka dihapuslah gara-gara satu baris kalimat yang dia katakan.Dan menjadi sebab amalan yang puluhan tahun dihapus semata-mata karena satu kalimat.
Kerusakan lisan adalah kerusakan yang paling besar
Ibnu Masud bersumpah “Demi Allah tidak ada sesuatu di bumi ini yang membutuhan penjara dalam waktu yang lama, selain lidahku.” (Jaami’ Ulumu wal Hikaam, halaman 241)
Dan sadarilah anggota badan yang paling mudah bergerak adalah lisan. Dan lisan pulalah yang kerusakannya paling besar.
Tidak ada perkataan yang pergi tanpa manfaat. Di hari kiamat, ada yang membawa pahala sebesar gunung, namun lisannya menghancurkan seluruh amalnya. Ada juga orang yang mempunyai segunung kesalahan, dan dia berdzikir, maka terhapuslah segunung kesalahannya.
***
Sumber: Pembahasan Kitab Afatul Lisan oleh Ustadz Aris Munandar Hafidhahullahu ta’alaa
Penulis: Triani Pradinaputri
Artikel Muslimah.or.id