DUK! Terdengar suara keras dari halaman. Ternyata si kecil Fida’ terjatuh keras. Lalu sang ibu pun tergopoh-gopoh berlari dari dalam. “Nah… nak… itu tandanya harus berhenti main. Ayo masuk rumah!” Lain lagi di rumah tetangga. Sang anak yang sudah berusia 11 tahun mendengar pembantu di dapur berkata, “Aduh… nasinya basah… siapa ya yang sakit di kampung?”
Wahai ibu… kasihanilah anakmu dan keluarga yang menjadi tanggung jawabmu di rumah. Sungguh dengan terbiasa melihat dan mendengar kejadian semacam itu, maka akan mengendap dalam benak mereka perbuatan-perbuatan yang tidak lain merupakan tathayyur. Padahal tidaklah tathayyur itu melainkan termasuk kesyirikan. Apakah kita hendak mengajarkan kepada anak kesayangan kita dengan kesyirikan yang merusak fitrah tauhid kepada Allah? Wal’iyyadzubillah.
Tathayyur
Tathayyur atau thiyaroh secara bahasa diambil dari kata thair (burung). Hal ini dikarenakan tathayyur merupakan kebiasaan mengundi nasib dengan menerbangkan burung; jika sang burung terbang ke kanan, maka diartikan bernasib baik atau sebaliknya jika terbang ke kiri maka berarti bernasib buruk. Dan tathayur secara istilah diartikan menanggap adanya kesialan karena adanya sesuatu (An Nihayah Ibnul Atsir 3/152, Al Qoulul Mufid Ibnu Utsaimin, 2/77. Lihat majalah Al-Furqon, Gresik). Walaupun pada asalnya anggapan hari sial ini dengan melihat burung namun ini hanya keumuman saja. Adapun penyandaran suatu hal dengan menghubungkan suatu kejadian untuk kejadian lain yang tidak ada memiliki hubungan sebab dan hanya merupakan tahayul semata merupakan tathayyur. Misalnya, jika ada yang bersin berarti ada yang membicarakan, jika ada cicak jatuh ke badan berarti mendapat rezeki, jika ada makanan jatuh berarti ada yang menginginkan dan kepercayaan-kepercayaan yang tidak ada dasarnya sama sekali.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
???? ???????? ??????????? ????? ?????? ?????????? ???????????? ??? ???????????
Artinya, “Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al A’raaf [7]:131)
Syaikh Abdurrahman berkata, “Ibnu Abbas rodhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Kesialan mereka, yaitu ‘Apa yang ditakdirkan kepada mereka.’ Dalam suatu riwayat, ‘Kesialan mereka adalah di sisi Allah dan dari-Nya.’ maksudnya kesialan mereka adalah dari Allah disebabkan kekafiran dan keingkaran mereka terhadap ayat-Nya dan rasul-rasul-Nya.” (Fathul Majid).
Sedangkan firman Allah yang artinya,
“Kemalangan kamu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampui batas.” (QS. Yaasiin [36]:19)
Ibnul Qoyyim rohimahullah menjelaskan bahwa bisa jadi maksudnya adalah kemalangan itu berbalik menimpa dirimu sendiri. Artinya, tathayyur yang kamu lakukan akan berbalik menimpamu (Fathul Majid).
Syaikh Abdurrahman bin Hasan menjelaskan bahwa relevansi kedua ayat dalam masalah tathayyur adalah tathayyur berasal dari perbuatan orang-orang jahiliyah dan orang-orang musyrik. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam juga telah menafikan adanya tathayyur dalam sabdanya,
??? ??????? ????? ???????? ?? ??? ??????? ??????? ????? ???????: ????? ?????? ????? ??????
Artinya, “Tidak ada ‘adwa, tidak ada tathayyur, tidak ada hamah dan tidak ada shafar.” (HR. Bukhori dan Muslim). Imam Muslim menambahkan dengan, “Tidak ada bintang dan tidak ada ghul (hantu).” (*)
(*) Penulis pada kesempatan ini hanya akan membahas penafian Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam dengan adanya tathayyur. Adapun pengertian istilah-istilah dalam hadits ini akan dibahas tersendiri dalam rubrik akidah, insya Allah.
Bahaya Mempercayai Tathayyur
Ketahuilah wahai Ibu, sesungguhnya tathayyur adalah perbuatan yang dapat merusak tauhid karena ia termasuk kesyirikan. Terdapat riwayat dari Ibnu Mas’ud rodhiallahu ‘anhu secara marfu’,
??????????? ??????? ??????????? ??????? ???? ?????? ?????? ????????? ?????? ?????????? ??????????????
“Tathayyur adalah kesyirikan, tathayyur adalah kesyirikan, dan tidak ada seorang pun dari kita kecuali (telah terjadi dalam dirinya sesuatu dari hal itu), akan tetapi Allah menghilangannya dengan tawakal.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi dan ia menyatakan shahih dan menjadikan perkataan terakhir adalah dari perkataan Ibnu Mas’ud. Lihat Fathul Majid)
Syaikh Abdurahman bin Hasan menjelaskan bahwa thiyarah termasuk kesyirikan yang menghalangi kesempurnaan tauhid karena ia berasal dari godaan rasa takut dan bisikan yang berasal dari setan (Fathul Majid).
Wahai ibu… kesyirikan merupakan dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah hingga sang pelaku bertaubat atas kesalahannya. Lalu bagaimana lagi jika kesyirikan yang kita lakukan diikuti oleh anak cucu kita. Itu berarti kita menanggung dosa-dosa mereka (karena telah mengikuti bertathayyur) dengan tidak mengurangi dosa mereka sedikitpun. Na’udzubillah mindzalik. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa melakukan amal keburukan maka baginya dosa dan dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)
Baca juga: Kaidah Dalam Mengenal Syirik Kecil
Keyakinan Adanya Tathayyur
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Sebaliknya manusia adalah jiwa yang lemah yang juga memiliki musuh-musuh yang akan selalu membisikan was-was dari arah depan, belakang, samping kiri dan kanan. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Dari Mu’awiyah bin Al Hakam bahwasannya ia berkata kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, ‘Di antara kami ada orang-orang yang bertathayyur.’ Beliau menjawab, ‘Itu adalah sesuatu yang akan kalian temukan dalam diri kalian, akan tetapi janganlah engkau jadikan ia sebagai penghalang bagimu’.” (HR. Muslim)
Syaikh Abdurrahman bin Hasan berkata ketika mengomentari hadits ini, “Dengan ini Beliau mengabarkan bahwa rasa sial dan nasib malang yang ditimbukan dari sikap tathayyur ini hanya pada diri dan keyakinannya, bukan pada sesuatu yang di-tathayyurkan. Maka prasangka, rasa takut dan kemusyrikannya itulah yang membuatnya ber-tathayyur dan menghalangi dirinya, bukan apa yang dilihat dan didengarnya.”
Hal ini jelas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menjadikan satu tanda apapun yang menunjukkan adanya kesialan atau menjadi sebab bagi sesuatu yang dikhawatirkan manusia. Ini adalah termasuk kasih sayang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala karena jika ada tanda-tanda semacam itu, tentu manusia tidak akan tenang dalam menjalankan aktifias di dunia. Maka jika muncul rasa was-was dalam hati seseorang karena mendengar atau melihat sesuatu yang itu merupakan tathayyur, maka hendaklah ia mengucapkan,
اللّهُمَّ لاَ يَأْتِي بِااْحَسَنَاتِ إلاَّ أَنْتَ وَلاَ يَدْفَعُ السَّيِّآتِ إلاَّ أنْتَ وَلاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إلاَّ بكَ
“Ya Allah, tidak ada yang mendatangkan kebaikan kecuali Engkau, dan tidak ada yang menolak keburukan kecuali Engkau, dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Engkau.” (HR. Abu Daud dengan sanad shahih)
Adapula riwayat hadits dari Ibnu ‘Amr, “Barangsiapa yang mengurungkan hajatnya karena tathayyur, maka ia benar-benar telah berbuat kemusyrikan. Mereka berkata, ‘Lalu apa yang dapat menghapus itu?’ Ia berkata, ‘Hendaknya orang itu berkata,
اللًّهُمَّ لاَ خَيْرَ إلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إلاَّ طَيْرُكَ
‘Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan-Mu dan tidak ada kesialan kecuali kesialan dari engkau dan tidak ada Ilah yang haq selain Engkau.'” (HR.Ahmad)
Jauhkan Anak dari Tathayyur
Terkadang memang terjadi pada diri sang ibu atau anggota keluarga lain yang mengeluarkan kalimat atau perbuatan yang pada hakekatnya adalah tathayyur baik disadari atau tidak. Maka kini ketika menyadari bahwa itu adalah kalimat tathayyur, hendaknya anggota keluarga saling mengingatkan dan menggantinya dengan kalimat yang mengarahkan anak untuk kecintaannya pada dinul Islam. Hal ini dikarenakan anak sangat mudah menyerap hal-hal yang didengar atau dilihatnya dan akan terus membekas sampai sang anak dewasa (dengan tanpa menyadari itu adalah sebuah kesalahan atau kebaikan). Penulis memberikan beberapa contoh yang mungkin biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika anak jatuh atau terluka, maka tidak dikatakan, “Itu tandanya kamu begini dan begitu. Tidak usah diteruskan, dll.” Tetapi karena ia kesakitan dan menangis maka doakanlah ia semacam doa, “La ba’sa thohurun insya Allah.” Dengan demikian anak terbiasa mendengar doa tersebut dan sang ibu menjalankan salah satu sunnah Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam.
Termasuk kesalahan dalam mendidik adalah ketika mereka terluka kemudian yang disalahkan adalah benda-benda di sekitarnya semisal, “Batunya nakal ya”. Ini hanya akan mengajarkan anak selalu mencari-cari kesalahan pada yang lain tanpa melihat kesalahan dirinya sendiri.
Contoh lainnya, ketika ada yang bersin, tidak dikatakan, “Wah ada yang ngomongin tuh” atau perkataan-perkataan yang tidak berdasar lainnya. Tetapi jika yang bersin mengucapkan “Alhamdulillah”, maka jawablah dengan “Yarhamukallah” yang kemudian akan dijawab kembali oleh yang bersin dengan bacaan, “Yahdikumullah wa yushlih baalakum”.
Bacaan-bacaan ini adalah termasuk sunnah Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam yang perlu dibiasakan pada diri anak. Dalam hal pendidikan pada anak yang banyak memerlukan pembiasaan, perlu adanya kerjasama dari anggota keluarga untuk saling mendukung dalam mendidik anak. Pembiasaan pada anak juga terpengaruh dari kebiasaan yang ada pada orang tua dan keluarga. (Lihat kitab Hisnul Muslim karya Sa’id bin Wahf al Qothoni -sudah diterjemahkan- untuk mengetahui do’a-do’a menurut sunnah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari).
Sungguh manis apa yang bisa kita tanamkan kepada sang anak ketika kecil jika mengikuti sunnah Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam. Insya Allah buahnya akan kita rasakan baik dalam waktu yang relatif dekat atau ketika sang anak telah besar nantinya. Ini juga menunjukkan betapa Nabi kita shollallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan segala hal yang baik untuk umatnya. Segala puji bagi Allah yang telah mengutus Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam kepada kita.
Baca juga: Empat Kaidah Penting dalam Memahami Syirik dan Tauhid (Terjemah Al Qawaai’dul Arba’)
—
Maraji’:
- Majalah Al Furqon edisi 5 tahun III.
- Fathul Majid (terjemahan edisi revisi). Syaikh Abdurrahman bin Hasan alu Syaikh. Cetakan kelima. 2004.
- Kitab Tauhid (terjemahan). Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Darul Haq.
***
Penyusun: Ummu Ziyad
Muroja’ah: Ust. Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel: Muslimah.or.id
1. hamidah
April 2nd, 2007 at 10:04 am
Assalamualaikum wr wb
Apakah memperkirakan cuaca dari pergerakan bintang atw angin juga merupakan tathoyyur,,,,?? dan apakah dalam islam ada istilah hukum karma?? apakah penamsiran mimpi sama hal nya dengan tathoyyur juga,,,??
Jazaakumullah katsiran
Waalaikum salam wr wb
2. Agus
April 6th, 2007 at 4:45 am
buat ukhtiy hamidah.
wa’alaikumussala warahmatullahi wabarokaatuh.
prakiraan cuaca atau lainnya bukanlah tathoyur jika dengan memperhatikan tanda-tanda alam yang terbukti secara ilmiah. ringkasnya tathoyur adalah menghubung-hubungkan sesuatu yang tidak ada hubungan sebab-akibanya baik secara syar’i atau hissi (indrawi/ilmiah)
dalam islam tidak ada istilah hukum karma, yang ada adalah bahwa Allah subhanahu wata’ala akan membalas segala perbuatan hamba baik didunia dan/atau diakhirat. jika seorang hamba dibalas didunia kemudian bersabar karena Allah, tidak mengeluh dan tidak marah atau mencaci seseorang atau suatu apapun maka dia akan dibebaskan dari siksa di akhirat.
penafsiran/ta’bir mimpi bukan termasuk tathoyur, karena nabiyullah Yusuf ‘alaihissalam menafsirkan mimpi kedua sahabatnya ketika di penjara dan mimpi raja yang berkuasa saat itu. akan tetapi ukhtiy jangan mudah mempercayai tafsiran mimpi oleh orang lain, apa lagi jika orang tersebut bukan termasuk orang yang sholeh dan bertakwa kepada Allah. yang terakhir, janganlah sampai kehidupan ukhtiy dipengaruhi oleh mimpi-mimpi yang ukhtiy alami. karena mimpi itu ada 3 macam; dari Allah, dari syaithan dan berasal dari buah fikiran pribadi (hadiitsun nafsi). kita tidak bisa membedakan antara ketiganya.
3. AdiS
May 21st, 2007 at 10:36 am
Assalamualaikum wr wb
Tathoyyur sudah banyak merebak kesegala lapisan masyarakat. banyak orang yang tidak bertanggung jawab menyebarkannya dalam bentuk gosip yang tidak ilmiah. dalam berita dan artikel yang disampaikan di berbagai media. ukhtiy hamidah… bagaimana tanggapannya? Terima kasih
Wassalaam
Assalamualaikum……..
Sesungguhnya tathoyyur itu sudah tradisi turun temurun, hingga susah untuk menghilangkannya karena sudah menjadi kebiasaan, sampai-sampai kita tidak tahu bahwa itu termasuk syirik.
di lingkungan saya pun masih banyak ha-hall seperti itu, saya pun sering terbawa sampai sekarang.
seperti belum lama ini…tiba-tiba kalung yang saya pakai putus, lalu saya sms sobat saya kira2 ada apa yah kok tiba2 kalung saya putus?
Syukur Alhamdulillah sobat saya mengingatkan saya tidak boleh berpikiran seperti itu, itu termasuk syirik yang samar…dan menyalahi tauhid.
Astaghfirulloh….jazakillah yah sobat yang telah mengingatkannya, setelah baca artikel ini saya jadi lebih paham lagi..
semoga saya bisa menghilangkan kebiasaan seperti itu dalam lingkungan saya.
mohon ijin mencopynya
Wassalam
Assalamu’alaykum,
Subhanallooh, artikelnya bagus bangets…
Saya makin ‘jatuh hati’ aja sama manhaj salaf :)
setahun yang lalu, saat saya mengikuti test ‘pengajian’ disuatu majelis yang kurang syar’i, saya tidak dapat menjawab apa itu “TAUHID”…
Alhamdulillah… perlahan2 tapi pasti, Allah kasih jalan…
puncaknya sejak saya belanja di http://www.toko.muslim.or.id, penjualnya menyelipkan 2 lembar buletin At-Tauhid tentang syirik…
khususnya syirik yang tak nampak… ibarat semut hitam berjalan diatas batu yang hitam digelap malam…
saya mulai mengerti tujuan dakwah tauhid dari manhaj salaf…
contohnya :
Ibu tukang pijat dirumah saya juga sering bercerita tentang kepercayaannya terhadap hal2 yang berbau tathoyyur… (Banten bangets..)
Untuk beberapa bulan lalu, saya manggut2 saja sambil ‘terbawa suasana’ hingga akhirnya membentuk pola pemikiran “oooh kalo itu begitu ya…. ooh kalo ini begini ya… hiiiii takuuut…masa seeeh??”
Secara tidak langsung, kita ikut mempercayainya…
Astaghfirullooh.. semoga Allah mengampuni saya…
Tapi sejak mengikuti kajian2 ilmiah dgn manhaj salaf yang mengedepankan dakwah tauhid, pada hal2 yang sering kita jumpai, pada hal2 keseharian ini….
subhanallooh, dengan kehendak-NYA, saya mendapat hidayah ilmu bertubi2….
dan saat ini hati saya tidak ridho kala mendengar keluh kesah dari sekeliling saya tentang tathoyyur…
atau syirik2 yang berbunyi, “Gara2 dia… saya begini….bla…bla…bla…”
rasanya pengiiiin banget ‘ngasih tahu itu syirik’….
tapiiii lagi2 saya kesulitan dengan pemikiran orang berumur yang biasanya sudah ‘saklek’ dan ‘kolot’
mereka tidak akan begitu saja bisa merubah pola pemikirannya yang sudah terbentuk berpuluh2 tahun…
yang ada malah bilang ‘anak kecil tau apa???’
‘nanti deh kamu rasain sendiri…’
Hingga saya sadar….
oooh ini toh yang dimaksud berdakwah tauhid ala manhaj salaf??? suliit…suliiit….
sungguh dikomplek rumah yg saya tempati, seharusnya WAJIB ada ulama yg bermanhaj salaf…untuk memperjuangkan tauhid…
Semoga Allah mengirimkan hidayah-Nya kepada kami..
kami butuh pencerahaaaan…
Ada yang berminat???
Wassalam,
aslmwrwb..
subhanallah..
ana termasuk salah satu penggemar situs salafus sunnah muslimah ini.
mohon masukannya ya..
bagaimana jika “thatoyyur” itu sudah menjadi “darah daging” dalam keluarga atau masyarakat.
apalagi umumnya org tua n masyrkt desa yg masih percaya sama hal begituan.
cukup sulit mengubah mindset seseorg..
apalagi utk dakwah..
contoh plg umum di daerah ana..
selalu memperingati 7 hari, 40 hari dan 100 hari wafatnya seseorg.dan..mengundang org2 utk berdoa. bahkan bbrapa diantaranya dibayar utk berdoa.
syukron masukannya..
Jazakillah wa barakallahu fik ukhti
wslm
Bismillah,
Mengubah mindset seseorang memang tidak mudah. Terlebih jika orang tersebut sudah terbiasa dengan hal itu. Namun, jangan sampai kebiasaan tersebut memberi pengaruh kepada keyakinan anti, karena anti akan ikut berdosa karenanya. Maka berhati-hatilah…
Adapun, masalah selamatan kematian [atau biasa dikenal dengan tahlilan]. Maka hal ini tidak termasuk dalam kategori tathoyyur, akan tetapi hal ini termasuk ke dalam bid’ah yang sejelas-jelasnya.
Anti harus mengingkari hal ini, kalau perlu anti sampaikan hukumnya, namun jika mereka tidak mau mendengar dan menerimanya, maka bencilah hal itu dengan hati. Jangan sampai anti lemah kemudian menyetujui perkara ini.
Ketahuilah, al-Mudzakkir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabat ridwanullahu’anhum tidak pernah melakukan hal tersebut. Dan ingatlah selalu akan sebuah kaidah yang sangat mulia berikut ini: Lau Kaana Khairan Lasabaquunaa Ilaihi, yaitu Kalaulah sekiranya perbuatan tersebut baik tentunya para Shahabat akan lebih dulu mengamalkannya.
Wallahu Ta’ala a’lam bish showwab.
[Mengenai Tata Cara Pengurusan Jenazah, anti bisa baca penjelasan lebih lanjutnya di kitab Ahkaamul Janaaiz Karya Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani]
Assalamualaikum. Alhamdulillah ada artikel bagus..ana ijin copas ke blog ana ya.
assalaamu’alaikum warohmatullahi wabarokaatuh
ahlan wa sahlan..
artikelnya bagus,, tetapi tulisan arabnya kurang jelas..
kan pingin ngambil do’anya jd susah..
bagus sekali penjelasannya, apakah ini sebagian penjelasan dari kitab fathul majid?terima kasih
SubhanALLOH…..artikel yg sangat bagus…..
Tathoyyur memang sudah merebak di mana2, apalagi orang2 tua yang sudah sangat lekat dengan budaya2 daerah mereka, tidak mudah menjelaskan hal ini karena sudah begitu mendarah daging dlm diri mereka, malahan kalo kita nggak menuruti apa yg mereka katakan, sampai2 dikatakan durhaka,,,,padahal mereka tidak tahu klo yg mereka ajarkan itu salah besar….
JazakumuLLOHU khoyr…….
Alhamdulillah, saya mendapatkan lagi hidayah dari Allah SWT.
Alhamdulillah….pas banget,saya baru aja mimpi 3 buah gigi bawah copot, tapi gak cerita ke siapa-siapa kecuali ke suami,(karena saya memang gak percaya sama yang gitu-gitu, cuma ada perasaan sedikit takut dalam hati), tapi setelah membaca ini tidak ada lagi ketakutan sama sekali…Terima kasih, izin share ya!!!
syukron jazakumullah khoir.izin share ya
@Akhi Rizki As-Salafi
wa jazakallahu khayran. silakan di share.
izin share, jazakillah khoir…Smoga buah hati kita menjadi generasi yang beraqidah lurus. amiin
Assalamu’alaikum
ana izin memuat artikel ini untuk rubrik tips pendidik majalah ABABIL. jazakumullohu khayra
-redaktur ababil-
@ Ummu Raihan
Wa’alaikmussalam warahmatullah..
Silahkan Umm semoga bermanfaat…
mo tanya dung, kalo mengatakan kpd anak hubungan kausal/sebab-akibat apa bisa masuk kategori Tathoyyur ini?
misal, kamu jangan naik-naik ke pagar itu, nanti jatuh…atau, kamu jangan lari2, nanti jatuh…atau, jangan maenin korek api, nanti kebakar, dll…
mohon penjelasannya.
jazakillahu khoyron
@ Ummu Baihaqi
Tathayyur adalah anggapan sial kepada sesuatu yang tidak memiliki hubungan sebab akibat baik terbukti secara qadari (secara ilmiyyah) maupun syar’i (secara nash). Jadi jika mengatakan kepada anak “Jangan naik kepagar itu nanti jatuh dsb…” maka ini semua bukan termasuk tathoyyur karena keduanya memiliki hubungan sebab akibat yang bisa dipoertanggungjawabkan secara ilmiyyah. Allahu A’lam.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, izin share ya
jazakumullahu khairan katsira…
Wa’alaikumsalam warahmutullahi wabarakatuh
bbrp hari lalu anak sy smlman rewel, bsk stlh plng kerja istri disuruh blng ke ane klo plng drmn2 hrs kedpur dulu biar g, rewel. Apakah ini trmsk tathoyur? Ane blng keistri: rewelnya bru td mlm sdngkn tiap hr abi plng drmn2 jg g, kedpur.
@ Nurgie Abu Hasna
Jika Anda meyakini perbuatan tersebut bisa menghilangkan demam si anak maka jelas ini merupakan tathayyur. Secara logika hal ini sangatlah bertentangan dengan akal sehat. Tidak ada hubungan sama sekali antara pergi ke dapur dengan demamnya si anak. Tolong hilangkan keyakinan bathil seperti ini karena tathayyur termasuk jenis syirik ashghar yang membuka jalan menuju syirik akbar. Allahu A’lam
Astaghfirullah, kaget saya bang, komennya lebih tua beberapa bulan sebelum saya lahir, saya mampir kesini karena tugas dari ustadz
Asalamu’alaikum,saya ingin bertanya. Jika orang tua menyuruh anaknya untuk acara 40 harian setelah melahirkan( acara yg tidak pernah di contohkah rasulullah) lalu anak itu menolak dengan kata” yang baik apakah anak tersebut durhaka karena tidak mengikuti perintah ibunya?