Muslimah.or.id
Donasi muslimah.or.id
  • Akidah
  • Manhaj
  • Fikih
  • Akhlak dan Nasihat
  • Keluarga dan Wanita
  • Pendidikan Anak
  • Kisah
No Result
View All Result
  • Akidah
  • Manhaj
  • Fikih
  • Akhlak dan Nasihat
  • Keluarga dan Wanita
  • Pendidikan Anak
  • Kisah
No Result
View All Result
Muslimah.or.id
No Result
View All Result
Donasi muslimahorid Donasi muslimahorid

Ketika Konten Edukasi tentang Pengasuhan Menjadi Sumber Kekhawatiran

Rahma Aziza Fitriana oleh Rahma Aziza Fitriana
10 Juli 2025
di Pendidikan Anak
0
Konten Edukasi Pengasuhan
Share on FacebookShare on Twitter

Hari-hari ini kita disuguhkan dengan beragam konten di media sosial. Banyak konten bermanfaat untuk mengedukasi dalam hal apapun, termasuk dalam hal pengasuhan. Namun, tak jarang konten-konten edukasi malah menjadi sumber kekhawatiran. Utamanya bagi mereka yang belum mampu menerapkan karena kondisinya yang tidak ideal.

Sebutlah konten tentang betapa butuhnya anak akan kasih sayang kedua orang tuanya. Konten yang mengatakan jika anak tidak tumbuh dalam keluarga yang utuh, maka perkembangannya tidak akan baik ketika dewasa. Konten ini tentu tujuannya baik, yaitu agar kedua orang tua hadir secara utuh untuk mengasuh anak-anaknya. Namun, bagaimana untuk mereka yang kondisinya tidak ideal? Mereka yang berpisah dari suaminya, misalnya. Atau bagi mereka yang suaminya telah tiada.

Perlu diketahui bahwa banyak konten edukasi terkait anak berasal dari Psikologi Barat. Ilmu dalam dunia barat pada umumnya dipisahkan dari agama. Inilah paham sekularisme, yaitu tidak melibatkan agama dalam urusan dunia. Karena bagi mereka, science is established upon facts that are verifiable (sains dibangun di atas fakta yang bisa diverifikasi kebenarannya dengan metodologi tertentu). Mereka mengatakan bahwa agama itu berdasarkan kepercayaan subjektif, sehingga tidak dapat dievaluasi dengan metode yang objektif.

Hal ini karena ilmu di dunia barat dibagun di atas pemahaman Scientific Naturalism. Yaitu ilmu yang hanya berdasarkan pada teori dan penelitian. Pemikir sekuler mencoba menjelaskan sesuatu dengan melakukan observasi, pertanyaan, eksperimen, dan analisis mendalam dengan mengesampingkan keberadaan unsur ghaib, termasuk di antaranya meniadakan keberadaan Allah Ta’ala. Pemahaman seperti ini berakar dari aliran filsafat Positivisme dan Empirisme.

Positivisme pada prinsipnya adalah kepercayaan seseorang atas pengetahuan terhadap sesuatu yang hanya berdasarkan atas fakta-fakta nyata. Adapun Empirisme berasumsi bahwa satu-satunya dan sumber utama pengetahuan adalah pengalaman atau mengambil kesimpulan induktif berdasarkan pengalaman. Jadi, keduanya hanya berfokus pada dunia dan mengesampingkan pengaruh ghaib dan sejenisnya. Hal yang tidak dialami manusia atau dirasakan indra manusia, maka tidak dapat diterima sebagai kebenaran.

Donasi Muslimahorid

Oleh karena itu, bagi Psikologi Barat atau disebut juga Psikologi Kontemporer, Psikologi adalah studi tentang tingkah laku, mental, dan emosi yang hanya dikaitkan dengan hal-hal yang terlihat, seperti pengaruh keluarga dan teman. Perilaku seseorang ditentukan oleh keinginan, gerak, keadaan, pengaruh sosial, dan lain-lain. Hal ini tentu menarik, bahwasanya segala penelitian dan observasi yang dilakukan oleh pemikir sekuler seperti memberikan hal yang bermanfaat bagi masyarakat. Akan tetapi, ketika dilihat lebih dekat, kelemahan utama dari Psikologi Kontemporer adalah tidak diakuinya hal yang paling penting dari manusia, yaitu jiwa (Utz, 2011).

Adapun dalam pandangan Islam, Psikologi adalah studi tentang jiwa yang akan mempengaruhi perilaku, mental, dan emosi. Karena jiwa atau kita sebut ruh punya pengaruh kepada ketiganya.

ثُمَّ سَوّٰٮهُ وَنَفَخَ فِيۡهِ مِنۡ رُّوۡحِهٖ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمۡعَ وَالۡاَبۡصَارَ وَالۡاَفۡـــِٕدَةَ ؕ قَلِيۡلًا مَّا تَشۡكُرُوۡنَ‏

“Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan ruh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali dari kamu yang bersyukur.” (QS. As-Sajdah: 9)

Bukankah kita mengakui hal tersebut? Bahwasanya jiwa atau ruh kita ini sangat mempengaruhi apa yang kita lakukan, apa yang kita pikirkan, dan apa yang kita rasakan. Ketika kondisi ruh kita baik, maka kita semangat melakukan kebaikan, kita mudah berpikir positif, dan kita menjalani hari dengan kondisi hati yang bahagia. Demikian pula sebaliknya. Betapa banyak orang yang jadi tidak bersemangat melakukan sesuatu karena kondisi jiwanya yang buruk? Ia juga berat berpikir positif dan sangat mudah marah.

Berbeda dengan pandangan barat, dalam Islam, science must be built upon religious principles and beliefs (sains harus dibangun di atas prinsip-prinsip dan keyakinan agama). Hal ini sangat tepat diterapkan untuk Psikologi karena kita mempelajari sifat alami manusia. Jika penalaran manusia diizinkan menjadi kriteria, tentu kekacauanlah yang akan terjadi. Seperti dalam Ilmu Psikologi dengan berbagai teorinya yang berbeda satu sama lain. Mengapa demikian? Karena tidak ada standar kebenaran. Setiap orang (ahli) boleh berpendapat sesuai pikirannya masing-masing.

اَلَا يَعۡلَمُ مَنۡ خَلَقَؕ وَهُوَ اللَّطِيۡفُ الۡخَبِيۡرُ‏

“Apakah (pantas) Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui? Dan Dia Mahahalus, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Mulk: 14)

Sehingga dalam Islam, Psikologi tidak hanya dipengaruhi oleh hal-hal yang terlihat, seperti pola asuh orang tua, teman, dan lingkungan, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh hal-hal yang ghaib.

Oleh karena itu, pada konten edukasi yang kita baca, bisa jadi memang benar dari sisi penelitian, tetapi kurang lengkap karena tidak melibatkan unsur yang tidak terlihat, seperti mengingat Allah yang merupakan nutrisi bagi jiwa. Benar, mungkin bagi sebagian orang melakukan pengasuhan ideal itu begitu sulit karena kondisi tidak memungkinkan, tetapi itu bukanlah vonis akhir yang membuat seseorang gagal dalam pengasuhan. Ada unsur tidak terlihat seperti kasih sayang Allah, rahmat Allah, dan pertolongan dari Allah yang sangat bisa mengubah kondisi.

وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ وَنَعۡلَمُ مَا تُوَسۡوِسُ بِهٖ نَفۡسُهٗ وَنَحۡنُ اَقۡرَبُ اِلَيۡهِ مِنۡ حَبۡلِ الۡوَرِيۡدِ‏

“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaf: 16)

Bukankah sebagai hamba kita tidak bisa memilih kondisi? Apakah mungkin kita akan meragukan ke-Maha Bijaksanaan Allah atas semua ketetapan hidup yang telah Ia beri? Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah juga Maha Bijaksana, setiap kejadian yang ia takdirkan tentu mengandung hikmah bagi hamba-Nya.

Kita selalu bisa membangun persepsi positif dengan terus meminta tolong kepada Allah. Kehendak Allah tidaklah seperti rumus matematika yang baku, bahwasanya jika begini, maka pasti begitu. Kehendak Allah begitu luas dan menyeluruh. Selalu ada harapan akan kebaikan di balik segala kondisi tidak ideal yang dihadapi manusia.

Oleh karena itu, mari kita tempatkan konten edukasi sesuai porsinya. Kita jadikan konten edukasi sebagai pembelajaran. Kita jadikan konten edukasi sebagai wasilah untuk meng-upgrade pengetahuan dan berusaha melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan. Namun, janganlah lupa bahwa ilmu manusia memiliki keterbatasan. Tempatkan ilmu sebagai panduan dan jadikan Al-Qur’an dan Hadis sebagai pedoman dengan tetap yakin dan memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam setiap urusan.

Baca juga: Mendidik Anak adalah Pekerjaan yang Tiada Usai

***

Penulis: Rahma Aziza Fitriana

Artikel Muslimah.or.id

 

Referensi:

Utz, Aisha. 2011. Psychology from the Islamic Perspective. International Islamic Publishing House.

ShareTweetPin
Muslim AD Muslim AD Muslim AD
Rahma Aziza Fitriana

Rahma Aziza Fitriana

- Alumni Jurusan Akuntansi Politeknik Keuangan Negara STAN - Alumni Takhassus Al-Barkah Bintaro - Alumni angkatan 1 program KAMI SIAP (Kajian Mendalami Islam Setiap Akhir Pekan)

Artikel Terkait

Kiat agar Anak Cinta Al-Quran pada Usia Dua Tahun

oleh Athirah Mustajab
27 Januari 2014
5

Pada usia ini, sangat tidak mungkin keberadaan pengajaran Al-Qur'an atau pun menghafalkannya menjadi sempurna. Namun, dimulainya metode-metode pendidikan yang paling...

Makna Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Anak

oleh Muslimah.or.id
3 Januari 2017
0

Sebagian ulama mengatakan, Allah akan meminta pertanggung jawaban setiap orang tua tentang anaknya pada hari kiamat, sebelum si anak itu...

Mendidik Anak di Rumah

Parenting Islami (Bag. 1): Sang Pemberi Hidayah Hanyalah Allah Ta’ala

oleh M. Saifudin Hakim
7 Oktober 2016
1

Hal pertama yang harus kita ketahui sebagai orang tua (ayah dan ibu) adalah bahwa Sang Pemberi Hidayah hanyalah Allah Ta’ala

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Donasi Muslimahorid Donasi Muslimahorid Donasi Muslimahorid
Logo Muslimahorid

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslim.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2025 Muslimah.or.id - Meraih Kebahagiaan Muslimah di Atas Jalan Salaful Ummah.

No Result
View All Result
  • Akidah
  • Manhaj
  • Fikih
  • Akhlak dan Nasihat
  • Keluarga dan Wanita
  • Pendidikan Anak
  • Kisah

© 2025 Muslimah.or.id - Meraih Kebahagiaan Muslimah di Atas Jalan Salaful Ummah.