Salah Satu Bentuk Wala’ kepada Orang Kafir adalah Menghadiri Perayaan Natal dan Mengucapkan Selamat Natal kepada Mereka
Di antara bentuk nyata adanya wala’ atau loyalitas kepada orang kafir adalah menghadiri perayaan hari besar keagamaan mereka, atau turut serta membantu penyelenggaraan perayaan tersebut, atau mengucapkan selamat atas perayaan hari besar keagamaan mereka. [1]
Allah Ta’ala berfirman,
??????????? ??? ??????????? ???????? ??????? ??????? ??????????? ??????? ????????
“Dan orang-orang yang tidak menghadiri “az-zuur”, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya” (QS. Al Furqan [25]: 72).
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa di antara makna “az-zuur” dalam ayat di atas adalah hari-hari besar orang-orang musyrik, sebagaimana penjelasan Abul ‘Aliyah, Thawus, Ibnu Sirin, Adh-Dhahhak, Rabi’ bin Anas dan selain mereka. [2] [3]
Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan hafidzahullah mengatakan,”(Maksud ayat tersebut) adalah di antara sifat ‘ibaadurrahman (hamba Allah yang beriman) yaitu tidak menghadiri perayaan hari besar orang kafir.” [4]
Syaikh Muhammad bin Sa’id Al-Qahthani berkata dalam kitab beliau yang sangat bermanfaat, Al-Wala’ wal Bara’ fil Islam,
“Adapun memberikan ucapan selamat atas syiar-syiar kekafiran yang menjadi ciri khas mereka, maka ini hukumnya haram dengan kesepakatan (ulama). Yang demikian itu misalnya memberikan ucapan selamat atas hari besar keagamaan mereka dengan mengatakan,”’Iid mubarok” (Selamat hari raya Natal, atau yang lainnya, pen.). Atau ikut bergembira dengan adanya hari raya mereka. Jika yang mengatakan (ucapan selamat tersebut) terbebas dari kekafiran, maka hal ini termasuk perkara yang diharamkan. Ini sama saja dengan ikut memberikan selamat atas sujud (peribadatan) mereka kepada salib, bahkan ini termasuk dosa yang paling besar di sisi Allah. Dan lebih besar perkaranya (dosanya) dibandingkan ikut mendukung mereka minum khamr, membunuh jiwa, terjerumus ke dalam zina yang haram, atau semacamnya. Kebanyakan orang yang tidak paham agama terjerumus dalam hal ini. Mereka tidak tahu betapa kejinya perbuatan yang mereka lakukan. Maka barangsiapa yang memberikan ucapan selamat atas maksiat yang dilakukan oleh seorang hamba, atau bid’ah dan kekafiran yang mereka lakukan, maka dia telah mendatangkan kebencian dan kemurkaan Allah Ta’ala.” [5]
Diselesaikan Sabtu siang ba’da dzuhur 20 Shafar 1436
[bersambung ke Perayaan Natal Dan Aqidah Al-Wala’ Wal Al-Bara’ Yang Dianggap Usang (4) ]
Catatan kaki:
[1] Lihat penjelasan Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan dalam Al-Irsyad ila Shahihil I’tiqod, hal. 251, cetakan pertama, tahun 2006, Maktabah Salsabila.
[2] Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 6/118 (Maktabah Asy-Syamilah).
[3] Silakan dibaca kembali tulisan sahabat kami, dr. Raehanul Bahraen di:
http://muslim.or.id/aqidah/ciri-mukmin-sejati-tidak-menghadiri-perayaan-agama-non-muslim.html
[4] Idem no. 1.
[5] Al-Wala’ wal Bara’ fil Islaam, hal. 359, karya Syaikh Muhammad bin Sa’id Al-Qahthani, taqdim: Syaikh Abdur Razzaq ‘Afifi, cetakan ke tiga, tahun 1409, Daar Thaybah.
—
Penulis: dr. M. Saifudin Hakim, MSc.