Ketidaktahuan Kebanyakan Umat Islam terhadap Aqidah Al-Wala’ wal Bara’ yang Agung Ini
Seiring dengan ketidakpedulian umat Islam pada zaman ini terhadap ajaran agamanya, maka kita jumpai banyak di antara kaum muslimin yang meremehkan aqidah yang agung ini. Orang yang seharusnya dibenci dan dimusuhi justru dicintai dan diagung-agungkan, sedangkan yang seharusnya dicintai justru dibenci dan dimusuhi. Kita jumpai saudara-saudara kita yang menyebut orang-orang Nasrani sebagai “saudara-saudara kita” atau ungkapan berbahaya semacam itu. [1]
Kita jumpai pula saudara-saudara kita yang lebih menghormati, mencintai, dan menjadikan orang-orang kafir sebagai idola dalam hidupnya. Berapa banyak penggila bola yang sampai hafal para pemain bola dari luar negeri yang mayoritas orang-orang kafir? Mereka mengidolakannya, “ngefans” berat kepada mereka, sampai-sampai memajang foto-foto mereka di kamar tidurnya. Mereka pun sampai rela bangun tengah malam untuk menonton aksi sang idola tercinta, dan meninggalkan shalat malam yang lebih utama. Lalu, berapa banyak pula saudara-saudara kita yang tergila-gila dengan artis barat, mereka rajin untuk mengikuti berita atau gosip terbaru tentang kehidupan mereka, mencontoh gaya hidup mereka, dan rela antri mengeluarkan sejumlah uang yang tidak sedikit untuk menonton setiap aksi mereka ketika film terbaru mereka keluar di pasaran. [2]
Akan tetapi sebaliknya, marilah kita melihat betapa banyak saudara-saudara kita yang memandang sinis ketika melihat saudaranya melaksanakan ajaran agamanya dengan (misalnya) memanjangkan jenggotnya dan tidak memotongnya serta memakai celana sampai di atas mata kakinya. Berapa banyak yang memandang mereka sebagai orang-orang kampungan, orang-orang kolot, dan julukan-julukan yang lebih ngeri dari itu semua seperti “manusia sok suci”, “kambing”, “orang kebanjiran”, atau “teroris”? Bahkan kita jumpai kebencian dan sikap antipati yang sangat ketika melihat seorang muslim dengan penampilan seperti itu. Padahal, mereka itulah saudaranya yang sebenarnya, bukan orang-orang kafir itu. Allah Ta’ala berfirman,
???????? ?????????????? ????????
”Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara” (QS. Al-Hujurat [49]: 10).
Bahkan semua orang beriman adalah saudara-saudara kita dalam aqidah, meskipun jauh kekerabatannya, jauh tempat tinggalnya, atau jauh masa hidupnya dengan kita. Allah Ta’ala berfirman,
??????????? ??????? ???? ?????????? ?????????? ???????? ??????? ????? ???????????????? ????????? ?????????? ????????????? ????? ???????? ??? ?????????? ?????? ?????????? ???????? ???????? ??????? ??????? ???????
”Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (kaum Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa,’Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman terlebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan adanya kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Hasyr [59]: 10).
Sehingga merupakan kewajiban sebagai seorang muslim untuk membenci orang-orang musyrik, baik mereka adalah orang dekat atupun jauh hubungan kekerabatannya dengan kita. Karena kedekatan yang sebenarnya adalah kedekatan agama, bukan dekatnya garis keturunan. Oleh karena itu, seorang muslim, meskipun berjauhan negeri tempat tinggalnya, maka mereka adalah saudara-saudara kita dalam agama. Sebaliknya, orang-orang kafir, meskipun mereka adalah saudara kandung kita, mereka adalah musuh kita dalam agama. Allah Ta’ala telah meniadakan keimanan dalam hati orang-orang yang loyal dan mencintai orang kafir, sebagaimana dalam surat Al-Mujaadilah ayat ke-22 yang telah kami kutip di bagian pertama tulisan ini. Sehingga tidaklah mungkin berkumpul dalam diri seseorang, antara keimanan kepada Allah Ta’ala dengan mencintai musuh-musuh Allah Ta’ala. [3]
[bersambung ke Perayaan Natal dan Aqidah Al-Wala’ wal Al-Bara’ yang Dianggap Usang (3) ]
(Selesai disempurnakan di Sabtu pagi yang cerah, menjelang zuhur 20 Shafar 1436)
Catatan kaki:
[1] Lihat perkataan Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan dalam Al-Irsyad ila Shahihil I’tiqod, hal. 248, cetakan pertama, tahun 2006, Maktabah Salsabila.
[2] Silakan disimak tulisan yang sangat bermanfaat oleh sahabat sekaligus guru kami, Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc:
http://rumaysho.com/aqidah/muslim-kok-bangga-dengan-setan-merah-9804
http://rumaysho.com/aqidah/hukum-memakai-kaos-bola-bersimbolkan-salib-9792
[3] Lihat At-Tanbihaat Al-Mukhtasharah, hal. 31.
—
Penulis: dr. M. Saifudin Hakim, MSc.
Artikel Muslimah.Or.Id