Muslimah.or.id
Donasi muslimah.or.id
  • Akidah
  • Manhaj
  • Fikih
  • Akhlak dan Nasihat
  • Keluarga dan Wanita
  • Pendidikan Anak
  • Kisah
No Result
View All Result
  • Akidah
  • Manhaj
  • Fikih
  • Akhlak dan Nasihat
  • Keluarga dan Wanita
  • Pendidikan Anak
  • Kisah
No Result
View All Result
Muslimah.or.id
No Result
View All Result
Donasi muslimahorid Donasi muslimahorid

Itsar dalam Ibadah adalah Makruh

Triani Pradinaputri oleh Triani Pradinaputri
1 September 2025
di Fikih
0
Itsar dalam Ibadah
Share on FacebookShare on Twitter

Daftar Isi

Toggle
  • Definisi itsar
  • Itsar dalam ibadah adalah makruh
  • Itsar dalam selain ibadah adalah terpuji
  • Perkataan ulama mengenai itsar dalam perkara ibadah
  • Contoh itsar dalam ibadah
  • Mundur ke saf belakangnya karena diseret

Mendahulukan orang lain dalam perkara dunia, semisal mempersilakan orang lain mengambil antrean di atas antrean kita, mendahulukan teman untuk mengambil makanan, dan lainnya, merupakan hal yang terpuji. Namun, hukum itsar ini akan berbeda ketika berhubungan dengan perkara taqarub (ibadah kepada Allah), semisal mendahulukan orang lain salat di saf depan ketika salat, sedangkan kita memilih di belakang; atau mendahulukan orang lain dalam belajar mendekat kepada gurunya, sedangkan kita di belakang, dan yang lainnya.

Definisi itsar

Penulis Lisanul Arab, menjelaskan bahwa itsar (الإيثار) adalah mendahulukan orang lain atas dirinya sendiri. (Kitabut Tafsir al-Maudhu’iy, hal. 101)

Itsar dalam ibadah adalah makruh

Melakukan itsar dalam perkara ibadah, yaitu mendahulukan orang lain atas diri sendiri dalam perkara yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, hukumnya makruh. Al-Lahji rahimahullah menjelaskan, bahwa hal tersebut ditunjukkan oleh sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadis yang sahih, dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu.

لا يزال قوم يتأخرون حتى  يؤخرهم الله تعالى

“Orang-orang yang selalu mengakhirkan (urusan Allah), maka Allah Ta’ala akan mengakhirkan (urusan) mereka.” (HR. Muslim no. 438)

Donasi Muslimahorid

Itsar dalam selain ibadah adalah terpuji

Adapun itsar dalam perkara selain ibadah, maka ini adalah hal yang terpuji. Allah Ta’ala berfirman,

وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ

“… Dan mereka (orang-orang Anshar) mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.” (QS. Al-Hasyr: 9)

Perkataan ulama mengenai itsar dalam perkara ibadah

Syekh Izzuddin mengatakan, “Tidak ada itsar dalam perkara ibadah. Tidak ada itsar dalam air untuk bersuci, penutup aurat, atau barisan saf pertama. Karena tujuan dari peribadatan adalah untuk mengagungkan dan memuliakan Allah. Barang siapa yang itsar dalam hal ini, maka dia telah mengabaikan pemuliaan dan pengagungan terhadap Allah Ta’ala.”

Al-Khatib al-Baghdadi mengatakan dalam al-Jami’, “Makruh jika penuntut ilmu melakukan itsar dalam menggantikan dirinya pada urutan membaca, karena membaca ilmu dan berlomba-lomba untuk itu adalah suatu ibadah. Dan itsar dalam hal ibadah adalah makruh.”

An-Nawawi pun menegaskan di dalam Syarh al-Muhadzab, dan juga menjelaskannya di dalam Syarh Muslim, “Itsar dalam perkara ibadah adalah makruh, dan meninggalkannya lebih utama. Itsar hanya dicintai dalam perkara keuntungan pribadi dan perkara dunia.” Az-Zarkasyi juga mengatakan, “Perkataan al-Imam (Haramain, -pen) dan anaknya, yakni Muhammad al-Juwaini rahimahumallah berkonsekuensi pada itsar dalam perkara ibadah adalah haram.”

Dari sini, kita menyimpulkan bahwa itsar dalam perkara ibadah mempunyai tiga hukum, yakni makruh, khilaful aula (lebih utama untuk ditinggalkan), dan haram.

Contoh itsar dalam ibadah

As-Suyuthi menyimpulkan dengan pembahasan yang baik, “Bahwasanya itsar yang menjadikan pelakunya meninggalkan kewajiban, semisal air untuk bersuci, penutup aurat, tempat salat berjamaah sehingga ia tidak bisa salat, kecuali menunggunya hingga berakhirnya waktu salat, dan hal-hal yang semisal itu, maka hukum itsar dalam perkara ini adalah haram.

Jika itsar tersebut berkonsekuensi meninggalkan hal yang sunah atau mengerjakan hal yang makruh, maka itsar dalam hal ini adalah makruh

Contoh itsar yang berakibat meninggalkan sunah, yaitu mempersilakan orang lain mengisi celah di saf pertama. Dan contoh itsar yang berakibat melakukan hal yang makruh adalah bersuci dengan air musyammasy dan mendahulukan orang lain untuk bersuci dengan air yang tidak musyammasy (air yang terkena sinar matahari hingga menyebabkan air tersebut hangat atau panas. Dalam mazhab Syafi’i, bersuci dengan menggunakan air musyammasy adalah makruh, -pen.).

Itsar yang khilaful aula, maka hal ini tidak ada larangan khusus, tetapi lebih baik ditinggalkan dalam rangka keluar dari perselisihan.

Mundur ke saf belakangnya karena diseret

As-Suyuthi kembali menuturkan, “Di antara permasalahan yang sering timbul dalam kaidah ini adalah ketika seseorang tidak mendapati celah di saf  pertama dalam salat, hingga dia menyeret orang lain setelah takbiratul ihram, maka disunahkan bagi orang yang diseret tersebut untuk membantunya. Maka dia terluput dari hal yang sunah, tetapi dia tetap mendapatkan pahala salat di saf  pertama.” [1]

Ketika orang tersebut meresponnya untuk bersedia ditarik ke saf  belakang, maka dia telah tolong-menolong dalam kebaikan yang ini menjadi pahala baginya dan menggantikan pahala salat di saf pertama, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Hajar di dalam kitabnya, Fathul Jawwad. Beliau mengatakan, “Disunahkan bagi orang yang diseret ke belakang untuk membantunya agar dia mendapatkan keutamaan menolong orang lain dalam kebaikan dan takwa, dan ini menggantikan keutamaan yang terluput darinya dari salat di saf  pertama.” Dan juga di dalam at-Tuhfah, beliau menjelaskan, “Orang yang diseret hendaknya dia membantunya karena di dalamnya ada tolong-menolong dalam kebaikan. Bersamaan dengan itu, dia tetap mendapatkan pahala safnya. Sebab, dia tidak akan melakukan hal tersebut kecuali ada uzur.”

Baca juga: Mengapa Kita Sulit Merasakan Nikmatnya Ibadah?

***

Penulis: Triani Pradinaputri

Artikel Muslimah.or.id

 

Referensi:

Jami’atul Madinah al-Alamiyyah. Kitabut Tafsir al-Maudhu’i. Juz 2. Jami’atul Madinah. Diakses pada tanggal 29 April 2025 di: https://shamela.ws/book/10329

Al-Lahji, Abdullah bin Sa’id Muhammad Abbadi. 1443. Idhahul Qawaid al-Fiqhiyyah. Kairo: ad-Darul ‘Alamiyyah.

Hukmu Shalatil Munfarid Khalfas saf, Wa Kaifa Yaf’alu Litajannubi Dzalika. 2002. Diakses pada tanggal 25 Agustus 2025 via: https://www.islamweb.net/ar/fatwa/14806/

 

Catatan kaki:

[1] Perlu diketahui bahwa terdapat perbedaan ulama tentang menyeret seseorang di depan saf untuk menyejajarkan dengannya di saf belakang (yaitu ketika dia salat di saf sendirian):

Pendapat Hanafiyyah: hendaknya seseorang tersebut menunggu orang lain yang mau masuk masjid agar dia mengambil saf di belakang bersamanya. Jika dia tidak menemukan seorang pun yang bisa berdiri di saf belakang, dan dia khawatir terluput dari satu rakaat, maka dia boleh menyeret seseorang yang baik ilmu dan akhlaknya di saf untuk sejajar dengan dirinya di saf. Jika tidak ada, maka dia berdiri di belakang saf. Jika keadaannya seperti itu, maka tidak makruh, karena uzur. Ini yang dijelaskan oleh al-Kasani dalam kitabnya Bada’iush Shana’i.

Pendapat Malikiyyah: Seseorang yang tidak dapat masuk ke dalam saf, maka dia boleh salat sendiri di saf belakang dari makmum yang lain. Tidak perlu menyeret orang lain ke saf. Jika tetap menyeret orang lain ke saf belakang bersama dirinya, orang yang diseret tersebut wajib untuk menolaknya.

Pendapat yang sahih di kalangan Syafi’iyyah: Seseorang yang tidak mendapati celah di saf, maka dia disunahkan untuk menyeret seseorang dari saf ke saf di belakang bersama dirinya. Namun, perlu diperhatikan bahwa orang yang diseret tersebut menyetujuinya. Jika tidak, jangan menyeret seseorang ke belakang saf untuk menghindari fitnah. Jika dia menyeret seseorang, maka disunahkan bagi yang diseret untuk membantunya agar dia memperoleh keutamaan tolong-menolong dalam kebaikan

Pendapat Hanabilah: Seseorang yang tidak mendapatkan tempat di dalam saf, maka dia berdiri di sana, dan boleh berdiri di sisi kanan imam jika hal tersebut memungkinkan. Jika tidak memungkinkan berdiri di sisi kanan imam, maka boleh baginya untuk mengajak orang lain ke dalam saf belakang bersamanya, baik dengan ucapan, berdehem, maupun dengan isyarat tertentu, sampai orang tersebut mengikutinya. Menurut ulama Hanabilah, makruh jika dengan cara menyeret orang tersebut. Ini yang dijelaskan oleh al-Bahuti, yang menjadi dasari oleh mazhab Hanabilah di dalam kitabn Syarah Muntahal Iradat.

ShareTweetPin
Muslim AD Muslim AD Muslim AD
Triani Pradinaputri

Triani Pradinaputri

- Alumni Mahad Umar bin Khattab, Kampus Tahfizh, Mahad Al 'Ilmi - Santriwati Mahad Darussalam Asy-Syafi'i - Pengajar Bahasa Arab Markaz Ar-Ruhaily

Artikel Terkait

Bolehkah Wakil Kurban Memotong Kuku Dan Rambut?

oleh Yulian Purnama
21 September 2013
0

Jika saya ingin kurban saya diwakilkan oleh seseorang agar saya dapat berkurban di negeri Muslim yang miskin, sehingga saya bisa...

Sekilas Tentang Shalat ‘Ied

oleh Rinautami Ardi Putri
2 Juli 2016
0

Shalat ‘ied hukumnya adalah fardhu kifayah, jika sudah dilaksanakan oleh sebagian orang maka gugurlah dosa bagi sebagian yang lainnya dan...

Hukum Cadar: Dalil-Dalil Ulama yang Mewajibkan (1)

oleh Redaksi Muslimah.Or.Id
28 Mei 2008
55

Pembahasan ini diambil dari rubrik tanya jawab majalah As Sunnah dan kami mendapatkan naskah ini dari kumpulan artikel Ustadz Kholid...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Donasi Muslimahorid Donasi Muslimahorid Donasi Muslimahorid
Logo Muslimahorid

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslim.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Edu Muslim.or.id

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2025 Muslimah.or.id - Meraih Kebahagiaan Muslimah di Atas Jalan Salaful Ummah.

Kami Ingin Tahu Pendapat Anda Tentang Website Muslimah.or.id

No Result
View All Result
  • Akidah
  • Manhaj
  • Fikih
  • Akhlak dan Nasihat
  • Keluarga dan Wanita
  • Pendidikan Anak
  • Kisah

© 2025 Muslimah.or.id - Meraih Kebahagiaan Muslimah di Atas Jalan Salaful Ummah.