Dalam Ilmu Psikologi, perkembangan individu dipengaruhi oleh nature (alam, genetika) dan nurture (pengasuhan, lingkungan). Perkembangan seseorang tidak bisa lepas dari gen bawaan dan pengaruh lingkungan di mana ia dibesarkan. Muncul pertanyaan menarik tentang manakah yang memberi pengaruh lebih pada perkembangan seseorang. Apakah gen atau lingkungan yang lebih dominan? Bahasan ini belum mendapat kesimpulan yang pasti dari para ahli, tetapi berbagai pendapat ahli dapat kita tinjau guna memahami fenomena-fenomena yang terjadi.
Ketika anak kita memiliki sikap yang tidak baik, pernahkah kita berpikir, dari mana perilaku buruk anak kita berasal? Pernahkah kita merenung, mengapa anak kita bersikap demikian? Apakah ini bawaan gen? Jika iya, gen siapa yang mewarisinya? Atau apakah ini pengaruh lingkungan? Jika iya, lingkungan mana yang membuat ia seperti itu?
Tinjauan Psikologi
Albert Bandura, seorang psikolog dan profesor dari Stanford University yang mempelopori Social Learning Theory, mengembangkan gagasan bahwa anak kecil sering kali mempelajari perilaku melalui peniruan. Ketika anak tidak tahu apa yang harus dilakukan, mereka belajar dengan mencontoh atau meniru perilaku orang lain. [1] Dengan kata lain, menurut Social Learning Theory, anak belajar segala sesuatu melalui keteladanan yang ia lihat di sekitarnya.
Hal ini tentu dapat dipahami bahwasanya ketika seseorang berkenalan dengan hal baru dan tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan hal itu atau bagaimana cara menggunakan hal itu, ia akan melihat orang lain dalam berinteraksi dengan hal tersebut. Terlebih, di usia 0-3 tahun, karakteristik anak adalah unconscious mind. Ia menyerap informasi lingkungan sekitarnya secara tidak sadar melalui seluruh pancaindranya. [2]
Contoh yang berkenaan dengan Social Learning Theory ini adalah tentang penggunaan smartphone. Pada mulanya, masyarakat tidak tahu cara menggunakannya. Masyarakat juga kesusahan ketika menggeser-geser layar karena sebelumnya handphone yang mereka gunakan adalah dengan cara dipencet. Namun seiring berjalannya waktu, dengan semakin banyaknya orang yang menggunakan smartphone, kegiatan menggeser-geser layar ini menjadi mudah karena diadopsi oleh banyak orang dari orang-orang yang telah melakukannya.
Demikianlah yang terjadi pada anak. Anak yang baru lahir tentu berkenalan dengan banyak hal di dunia. Apa yang ia lihat dari orang di sekitarnya akan ia adopsi dan membentuk presepsinya tentang apa dan bagaimana cara hidup di dunia. Anak bukanlah peniru yang ulung, tetapi peniru yang ekstrim. Karena apa yang anak lihat, itulah informasi yang ia ketahui. Ia melakukan sesuatu dan memperlakukan sesuatu sesuai dengan informasi yang ia dapatkan. Anak belajar tentang cara komunikasi, tata bahasa, dialek, sopan santun, dan unggah-ungguh dari orang-orang terdekatnya, khususnya orang tua. [3]
Baca juga: Anak Kecil Mendapatkan Pahala dari Amal Salehnya
Tinjauan Islam
Berkaitan dengan peran orang tua dalam perkembangan dan pendidikan anak, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ
“Tidaklah setiap anak kecuali dia dilahirkan di atas fitrah, maka bapak ibunyalah yang menjadikan dia Yahudi, atau menjadikan dia Nasrani, atau menjadikan dia Majusi. Sebagaimana halnya hewan ternak yang dilahirkan, ia dilahirkan dalam keadaan sehat. Apakah Engkau lihat hewan itu terputus telinganya?” (HR. Bukhari no. 1358 dan Muslim no. 2658)
Barangkali tanpa kita sadari, ketika anak bersikap tidak baik, anak melihat perangai buruk kita dan menirunya. Ketika kita kesal dengan sesuatu kemudian cemberut, anak melihat dan merekam kejadian itu. Ketika kita marah dan melempar barang, informasi itu sampai di kepala anak. Karena pihak yang paling dekat dan paling sering anak lihat adalah orang tuanya. Apabila kita melihat anak memiliki tindakan yang aneh atau salah, bisa jadi itu karena salah pendidikan atau ikatan buruk dalam jiwanya. [4]
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
أكثر الأولاد إنما جاء فسادهم من قبل الآباء، و إهمالهم، و ترك تعليمهم فرائض الدين و سننه و فضاعوهم صغارا
“Kebanyakan kerusakan anak disebabkan karena orangtua mereka, mereka menelantarkannya dan tidak mengajarkan anak ilmu dasar-dasar wajib agama dan sunah-sunahnya. Mereka menyia-nyiakan anak-anak di masa kecil mereka.” [5]
Orang tua adalah nature (pewaris gen) sekaligus nurture (pengasuh) bagi anak. Perihal gen memang barangkali sudah tidak bisa kita otak-atik karena itu di luar kuasa kita. Namun, pengasuhan adalah hal yang sangat bisa kita usahakan. Ketika ingin pribadi anak kita baik, berikan contohnya. Ketika ingin anak bersikap lemah lembut, bersikaplah demikian. Karena hal yang anak dapat dari proses melihat sekitarnya adalah informasi yang akan ia tiru sebagaimana yang dikatakan oleh Social Learning Theory.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
فَإِنَّ الرِّفْقَ لَمْ يَكُنْ فِى شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ نُزِعَ مِنْ شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya lemah lembut tidaklah ada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya; dan tidaklah dicabut dari sesuatu kecuali akan memperkeruhnya” (HR. Abu Dawud)
Oleh karena itu, Ayah Bunda, mari menjadi teladan terbaik bagi anak karena kita lah pihak terdekat yang akan anak tiru dalam kesehariannya. Utamanya di kehidupan awalnya, mari kita berikan contoh terbaik baginya dalam mengarungi kehidupan di dunia.
Baca juga: Mendidik Anak adalah Pekerjaan yang Tiada Usai
***
Penulis: Rahma Aziza Fitriana
Artikel Muslimah.or.id
Catatan kaki:
[1] Martha, L. & Suzzane, F.V. 2019. Lifespan Development, A Psychological Perspective (California: Creative Commons), hal. 24.
[2] Zahra, Z. 2019. Islamic Montessori: Panduan Mendidik Anak dengan Metode Montessori dan Pendekatan Nilai-Nilai Islami (Jakarta: Anakkita), hal. 6.
[3] Retno, A. M. 2024. Perusak Mental Anak (PPI Publishing), hal. 23.
[4[ Ibid, hal. 22.
[5] Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud (Beirut: Dar Ibn Hazm), hal. 337.