Anak kecil bukan mukalaf
Mukalaf adalah sebuah istilah untuk orang yang menjadi sasaran dari perintah dan larangan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu orang yang balig dan berakal. Maka, anak kecil dan orang gila tidak termasuk mukalaf.
Anak kecil pada asalnya tidak termasuk yang diberi beban syariat, berupa perintah dan larangan. Akan tetapi, anak kecil dimotivasi untuk beribadah untuk melatih mereka melakukan ketaatan. Anak kecil juga dilarang dari perbuatan maksiat agar ia terbiasa menjauhi dan menahan diri dari perbuatan buruk tersebut.
Namun, hal ini berbeda halnya dengan kewajiban zakat dan hak-hak harta lainnya pada harta anak kecil. Karena kewajiban ini berkaitan dengan sebab ditetapkannya sebuah hukum (baca: ‘illah), yaitu kepemilikan harta yang melebihi nishab. Kewajiban ini dilihat dari sebab munculnya hukum tersebut, bukan dari pelaku perbuatannya.
Amal saleh yang dilakukan anak kecil
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan, “Seorang wanita mengangkat anaknya, dan bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah anaknya bisa berhaji? Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, dan untukmu pahala.” (HR. Muslim no. 1335)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مروهم بالصلاة لسبع واضربوهم عليها لعشر وفرقوا بينهم في المضاجع
“Perintahkanlah mereka untuk salat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena tidak salat ketika berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka di tempat tidurnya.” (HR. Abu Dawud no. 495; at-Tirmidzi no. 407 dan dikatakan hadis ini hasan shahih; dan Ahmad, 2: 180 no. 187)
Dalam permasalahan diperintahkannya anak yang telah mencapai umur tujuh tahun untuk salat, penulis kitab Mawahib al–Jalil fi Syarhi Mukhtashar, yakni Syaikh Khalil, menjelaskan, “Al-Qarafi mengatakan di dalam kitabnya, al–Yawaqit al– Mawaqit, ‘Anak kecil mendapatkan pahala sunnah ketika dia melakukan amal saleh berdasarkan hadis al-Khats’amiyyah (hadis tentang anak berhaji).'”
Ibnu Rusyd mengatakan, “Anak kecil tidak dicatat dosa atasnya, tetapi dicatat pahala baginya berdasarkan pendapat yang benar.”
Ibnu ‘Abdil Barr menjelaskan dalam at-Tamhid tentang awal hadis al–Khats’amiyyah, “Dari Abul ‘Aliyyah ar-Riyahi, ‘Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata,
يكتب للصغير حسناته, ولا تكتب عليه سيئاته
“Bagi anak kecil dicatat baginya pahala, dan tidak dicatat atasnya dosa.”
Atsar dari ‘Umar radhiyallahu ‘anhu ini pula yang menjadi dasar bagi penulis Mawahib al–Jalil mengenai permasalahan ihram dalam haji dan umrah dari anak kecil, bahwa haji dan umrah mereka sah, tetapi mendapatkan pahala sunnah, bukan pahala wajib.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di dalam Majmu’ al–Fatawa (4: 278) mengatakan, “Anak yang masih kecil diberikan pahala atas apa yang mereka kerjakan, meskipun pena diangkat atas mereka dalam hal dosa, sebagaimana yang terdapat di dalam hadis yang diriwayatkan Muslim di dalam Shahih–nya, bahwa ada seorang wanita mengangkat anaknya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian wanita itu berkata, “Apakah dia boleh berhaji?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawabnya, “Ya, dan bagimu pahala.”
Dahulu, anak kecil ikut berpuasa di hari Asyura dan hari lainnya. Anak kecil diberikan pahala atas salatnya, puasanya, hajinya, dan amal-amal yang lainnya. Amalan tersebut dapat menjadikan mereka lebih mulia daripada anak-anak yang tidak beramal. Selain itu, amal-amal yang anak kecil tersebut lakukan juga dapat menyebabkan kedua orang tuanya menjadi mulia.
Ibnu ‘Abdil Barr juga menjelaskan di dalam at-Tamhid, “Tidak dapat dipungkiri bahwa bagi anak kecil dicatat derajat dan kebaikan di akhirat dikarenakan salatnya, zakatnya, hajinya, serta amal-amal kebaikan dan amal-amal sunnah lainnya yang ia lakukan sebagai pemuliaan dari Allah untuknya. Sebagaimana Allah juga memberikan kemuliaan kepada mayit yang telah meninggal dengan memberikan pahala yang mengalir untuk mereka dikarenakan sedekah yang mereka lakukan semasa hidupnya. Tidakkah engkau lihat bahwa di antara kedua permasalahan ini terdapat kesamaan.”
Kita ketahui bahwa mayit yang sudah tidak lagi mempunyai nyawa, akal, dan raga, masih bisa mendapatkan pahala dikarenakan amal saleh yang ia kerjakan di dunia berupa amalan yang menghasilkan pahala jariyah untuknya. Maka, demikian juga anak kecil yang belum mukalaf, mereka bisa mendapatkan pahala dari amal salehnya. Ini menunjukkan kasih sayang Allah yang sangat besar untuk hamba-hamba-Nya dengan memberikan mereka kemuliaan dalam pahala jariyah untuk mayit dan amal saleh yang dilakukan oleh anak kecil.
Allahu a’lam.
Baca juga: Sahkah Haji atau Umrahnya Anak Kecil?
***
Penulis: Triani Pradinaputri
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
- Al-Harrani, Taqiyuddin Ahmad bin Taimiyyah (wafat 768 H). Majmu’ al-Fatawa. Juz 4. E-book diakses via https://ia802901.us.archive.org/29/items/FP70716/04_70717-2.pdf pada tanggal 14 Maret 2025.
- Al-Munajjid, Shalih. 2000. Hal Tahsibul Hasanat Lis Shaghir? Diakses via: https://islamqa.info/ar/answers/3277 pada tanggal 14 Maret 2025.
- Al-’Utsaimin, Muhammad bin Shalih. 2001. Ushul Min ‘Ilmil Ushul. Darul Iman, Alexandria.