Muslimah.or.id
Donasi muslimah.or.id
  • Akidah
  • Manhaj
  • Fikih
  • Akhlak dan Nasihat
  • Keluarga dan Wanita
  • Pendidikan Anak
  • Kisah
No Result
View All Result
  • Akidah
  • Manhaj
  • Fikih
  • Akhlak dan Nasihat
  • Keluarga dan Wanita
  • Pendidikan Anak
  • Kisah
No Result
View All Result
Muslimah.or.id
No Result
View All Result
Donasi muslimahorid Donasi muslimahorid

Membunuh karena Dipaksa, Bagaimana dalam Pandangan Islam?

Triani Pradinaputri oleh Triani Pradinaputri
12 Juli 2025
di Fikih
0
Membunuh karena Dipaksa
Share on FacebookShare on Twitter

Daftar Isi

Toggle
  • Konsekuensi Membunuh
  • Bagaimana Jika Dipaksa?
    • Orang yang Melakukannya Secara Langsung Lebih Didahulukan daripada Orang yang Membuat Sebab
    • Korban Pemaksaan Tetap Tidak Dimaafkan dalam Dua Hal

Pada pertengahan tahun 2022, Indonesia dihebohkan dengan kasus seorang polisi yang dipaksa membunuh rekannya oleh atasannya. Alhasil, pada tahun 2023, pengadilan menjatuhkan hukuman mati kepada atasannya tersebut , yang berubah menjadi hukuman seumur hidup. Sedangkan polisi yang membunuh secara langsung dikenai hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan. Bagaimana hukum Islam dalam menghadapi kasus seperti ini?

Konsekuensi Membunuh

Pembunuhan bisa terjadi karena tiga sebab: Sengaja, Tidak Sengaja, dan “Semi” Sengaja

  1. Sengaja: Orang tersebut benar-benar bermaksud membunuh dan dengan menggunakan alat yang sudah diketahui secara umum bahwa alat tersebut bisa membunuh seseorang, misalnyasenjata tajam, senjata api, dan sejenisnya. Jika hal tersebut menyebabkan kematian atau menyebabkan sebagian tubuh terluka, maka wajib diqishash
  2. Tidak sengaja: Orang tersebut melakukan pembunuhan, tanpa maksud ingin membunuh. Baik ditinjau dari perbuatannya (perbuatannya tidak dimaksudkan untuk membunuh, misalnya main-main melempar batu, tapi ternyata di seberang sana ada orang dan terkena orang tersebut, lalu meninggal) ataupun target yang ingin dibunuh.
  3. Semi Sengaja: Orang yang menggunakan suatu alat yang diketahui secara umum bahwa alat tersebut tidak dapat membunuh seseorang, namun dia membunuh seseorang dengan alat tersebut. Misalnya,memukul dengan tongkat yang ringan, namun korban meninggal dunia.

Dari sini, kita mengetahui bahwa membunuh seseorang dengan menggunakan senjata api, semisal pistol merupakan pembunuhan sengaja, dan berkonsekuensi qishash. (Umdatus Salik: 423)

Bagaimana Jika Dipaksa?

Ikrah (الإكراه) (pemaksaan) adalah ketika seseorang harus melakukan sesuatu yang tidak ia inginkan. Jika seseorang dipaksa untuk melakukan hal yang haram, maka tidak ada dosa baginya. Seperti orang yang dipaksa mengucapkan kalimat kekufuran, sedangkan hatinya tetap mantap dengan iman, maka tidak ada kewajiban apa-apa untuknya. Orang yang dipaksa untuk meninggalkan kewajiban, maka tidak ada kewajiban apa-apa untuknya ketika dia sedang dipaksa. Namun ketika paksaan itu sudah hilang, maka dia wajib meng–qadha kewajibannya tersebut. Seperti orang yang meninggalkan salat karena dipaksa hingga waktunya berakhir, maka dia wajib meng–qadha salatnya tersebut ketika paksaan tersebut sudah hilang. Pemaksaan ini hanya menjadi penghalang taklif terhadap hak Allah, karena hak Allah dibangun di atas pemakluman dan kasih sayang. Adapun terhadap hak makhluk, maka tidak ada penghalang dari tanggungan (baca: ganti rugi) jika dia memiliki kewajiban menanggung sesuatu yang berkaitan dengan hak orang lain dan orang lain tersebut tidak rida jika tanggungan tersebut digugurkan. Allahu a’lam. (Ushul min Ilmin Ushul: 25-26)

Karena pembunuhan itu berkaitan dengan hak manusia, maka ketika dipaksa, seseorang tetap wajib menanggung konsekuensi dari pembunuhan tersebut.

Donasi Muslimahorid

Orang yang Melakukannya Secara Langsung Lebih Didahulukan daripada Orang yang Membuat Sebab

Terdapat sebuah kaidah fikih yang berbunyi,

المباشر مقدم على المتسبب

Pelaku langsung lebih didahulukan daripada pembuat sebab

Pelaku langsung adalah orang yang menghasilkan kerusakan tersebut karena perbuatannya secara langsung tanpa perantara (dalam hal ini adalah orang yang dipaksa membunuh orang lain), sedangkan pembuat sebab adalah orang yang menjadikan perbuatan tersebut terjadi, namun tidak melakukannya secara langsung (dalam hal ini adalah orang yang memaksa seseorang untuk membunuh orang lain).

Artinya, apabila terdapat pelaku langsung dan pembuat sebab yang menyebabkan perbuatan tersebut terjadi, maka hukum perbuatan tersebut tetap disandarkan kepada pelaku langsung, karena sebab yang menjadikan perbuatan tersebut terjadi adalah pelaku langsung. Pada dasarnya, hukum disandarkan kepada sebab langsung  terjadinya suatu perbuatan, bukan pada sebab yang mendorong terjadinya perbuatan . Inilah pendapat yang lebih kuat.

Dalil dari kaidah ini adalah

كُلُّ نَفْسٍۭ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ

“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (QS. Al-Muddatstsir: 38)

Sisi pendalilannya, pelaku langsung adalah orang yang disandarkan kepada perbuatan tersebut secara hakiki, sehingga dia harus menanggung apa yang telah diperbuat. Sedangkan orang yang membuat sebab, dia juga bisa dikatakan pelaku, namun secara majaz. (Al-Jawahir Al-Adniyyah: 48)

Dalam bab Ikrah (pemaksaan), seorang yang dipaksa tidak berdosa karena terdapat sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

إن الله تجاوز لأمتي عن الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه

“Sesungguhnya Allah telah memaafkan umatku dari kekeliruan, lupa, dan sesuatu yang dia dipaksa atasnya.” (HR. Ibnu Majah)

Korban Pemaksaan Tetap Tidak Dimaafkan dalam Dua Hal

Namun, kaidah ini dikecualikan dalam dua hal.

  1. Pembunuhan jiwa yangterjaga darahnya (haram untuk dibunuh), melukai anggota badan, dan memotong salah satu dari alat gerak (kaki atau tangan). Ulama sepakat bahwa hal ini tetap tidak diperbolehkan, meskipun dipaksa, dan pelakunya berdosa. Adapun ulama berbeda pendapat tentang qishash-nya, apakah yang di-qishash adalah orang yang dipaksa atau orang yang memaksa. Namun, yang lebih tepat adalah orang yang dipaksa untuk melakukan pembunuhan tersebut, selaras dengan kaidah fiqhiyyah yang telah disebutkan sebelumnya.
  2. Ulama sepakat bahwa pemaksaan dalam hal zina tetap tidak diperbolehkan, orang yang zina karena terpaksa tetap mendapatkan dosa besar, meskipun ulama berbeda pendapat tentang bagaimana hukum hadnya. Dan juga ada perbedaan apakah yang dipaksa itu laki-laki atau perempuan. Jika yang dipaksa adalah perempuan, maka ia tidak berdosa. Namun jika yang dipaksa adalah laki-laki, dan kemudian dia melakukannya, maka dia berdosa. Karena zina tersebut tidak akan terjadi tanpa ada ikhtiar darinya, dan jima’tidak terjadi tanpa adanya syahwat dan sentuhan. Maka zina itu terjadi karena kepatuhan dan kemauan dirinya terhadap orang yang memaksa. (Ushul Fiqh: 91)

Allahu a’lam

Baca juga: Untukmu yang Ingin Mengakhiri Hidup

***

Penulis:Triani Pradinaputri

Artikel Muslimah.or.id

 

Referensi:

  • Al-Mishri, Ibnu Naqib. 1436 H. Umdatus Salik Wa Uddatun Nasik. Dar Ibnu Hazm. Beirut.
  • Al-’Utsaimin, Muhammad bin Shalih. 1422 H. Al–Ushul Min Ilmil Ushul. Darul Iman. Alexandria.
  • As-Silmi, Iyadh Bin Nami. 1426 H. Ushul Fiqhi Al–Ladzi Laa Yasa’ul Faqiiha Jahluh. Darut Tadmuriyyah. Riyadh.  Al-Maktabah Asy-Syamilah.
  • Ghalib, Labib Najib Abdullah. 1440 H. Al–Jawahir Al–Adniyyah: Syarh Ad–Durrah Al–Qadimiyyah Nazhmu Al–Qawaid Al–Fiqhiyyah. Darushalih. Kairo.
ShareTweetPin
Muslim AD Muslim AD Muslim AD
Triani Pradinaputri

Triani Pradinaputri

- Alumni Mahad Umar bin Khattab, Kampus Tahfizh, Mahad Al 'Ilmi - Santriwati Mahad Darussalam Asy-Syafi'i - Pengajar Bahasa Arab Markaz Ar-Ruhaily

Artikel Terkait

Beberapa Batasan Zhihar

oleh Ammi Nur Baits, ST., BA.
4 Juni 2013
54

Jika suami mengatakan kepada istrinya, ‘Kamu seperti ibuku’ sementara dia niatkan untuk zhihar maka statusnya zhihar. Jika tidak disertai niat...

Kewajiban Mengganti Barang Orang Lain

oleh Muslimah.or.id
12 November 2017
0

Barang siapa yang merusak sesuatu karena memanfaatkannya maka harus menggantinya,  namun jika merusak sesuatu karena menolak madharatnya maka tidak wajib...

Bolehkah Istri Tetap Bertahan Bersama Suami Yang Tidak Shalat?

oleh Yulian Purnama
3 Agustus 2014
58

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum orang yang meninggalkan shalat, diantara mereka ada yang mengatakan kafir akbar dan ada yang...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Donasi Muslimahorid Donasi Muslimahorid Donasi Muslimahorid
Logo Muslimahorid

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslim.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2025 Muslimah.or.id - Meraih Kebahagiaan Muslimah di Atas Jalan Salaful Ummah.

No Result
View All Result
  • Akidah
  • Manhaj
  • Fikih
  • Akhlak dan Nasihat
  • Keluarga dan Wanita
  • Pendidikan Anak
  • Kisah

© 2025 Muslimah.or.id - Meraih Kebahagiaan Muslimah di Atas Jalan Salaful Ummah.