Kita memahami bahwa tidak ada manusia yang dilahirkan karena permintaannya sendiri. Tidak ada manusia di dunia ini yang hidup memang karena ingin diuji, sedangkan kita tahu bahwa ujian terus-menerus hadir di dunia ini. Ujian satu datang dan pergi, begitu seterusnya. Namun, kadang kita lupa dan tak menyadari berapa ujian yang telah kita hadapi dan akhirnya berlalu. Diakhiri dengan kebahagiaan maupun kesedihan dan penyesalan. Namun, begitulah dunia. Tidak ada dari kita yang hadir untuk mengharapkan kesedihan dan penyesalan. Semua dari kita yang hidup di dunia ini hanyalah menginginkan kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan.
Dunia adalah tempat ujian
Lalu, kita harus menyadari, mengapa kita diuji? Allah Ta’ala berfirman,
كُلُّ نَفۡسࣲ ذَاۤىِٕقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَنَبۡلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلۡخَیۡرِ فِتۡنَةࣰۖ وَإِلَیۡنَا تُرۡجَعُونَ
“Setiap yang bernyawa akan merasakan kematian, dan kami menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai fitnah. Dan kepada Kami-lah kalian akan kembali.” (QS. Al-Anbiya: 35)
Allah memberikan ujian kepada kita agar kita kembali kepada Allah. Agar kita menyadari bahwa ujian ini Allah berikan kepada kita, hingga kita menyadari bahwa kita lemah, Allah-lah yang Maha Kuat. Kita lemah, butuh bantuan Allah yang Maha Kuat. Kita lemah, butuh pertolongan kepada sebaik-baik penolong, yakni Allah Ta’ala.
Dan masih banyak yang lain yang menunjukkan bahwa ujian dari Allah ternyata adalah bentuk kasih sayangnya. Karena tidaklah seorang mukmin diuji kecuali Allah akan menggugurkan dosanya. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ وَصَبٍ وَلاَ نَصَبٍ وَلاَ سَقَمٍ وَلاَ حَزَنٍ حَتَّى الْهَمِّ يُهَمُّهُ إِلاَّ كُفِّرَ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ
“Tidaklah seorang mukmin tertimpa suatu musibah berupa rasa sakit (yang tidak kunjung sembuh), rasa capek, rasa sakit, rasa sedih, dan kekhawatiran yang menerpa, melainkan dosa-dosanya akan diampuni.” (HR. Muslim no. 2573)
Lelah itu pasti, karena itulah sifat manusia yang lemah. Maka, apakah mengakhiri hidup adalah solusinya?
Bunuh diri adalah dosa besar
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقۡتُلُوۤا۟ أَنفُسَكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمۡ رَحِیما وَمَن یَفۡعَلۡ ذَ ٰلِكَ عُدۡوَ ٰنا وَظُلۡما فَسَوۡفَ نُصۡلِیهِ نَارا وَكَانَ ذَ ٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ یَسِیرًا
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadapmu. Dan barangsiapa yang melakukannya dengan cara melanggar hukum dan zalim, maka akan Kami masukkan dia ke neraka. Dan hal tersebut mudah bagi Allah.” (QS. An-Nisa`: 29-30)
Dan memang jika kita memilih untuk mengakhiri hidup, akankah kita siap menuju hisab Allah atas apa yang telah kita lakukan? Apakah kita siap akan pertanyaan Allah yang detail, tentang apa yang kita lakukan; tentang umur kita, dilakukan untuk apa; dan pertanyaan-pertanyaan lainnya?
Kita berpikir bahwa mengakhiri hidup adalah solusi, tapi ternyata dengan itu kita akan menjumpai hisab Allah yang lebih besar, lebih sulit, dan lebih berat dari sekadar ujian hidup di dunia. Apalagi kita mengakhirinya dengan cara yang tidak Allah ridai. Sudah sanggupkah kita bertemu dengan Allah dalam keadaan Allah tidak rida?
Happy ending hanya bagi orang-orang yang bertakwa
Kehidupan dunia ini tidak mempunyai pintu keluar yang bisa seenaknya kita keluar masuk ke dalamnya. Maka, jika ada ujian Allah menimpa, maka selayaknya kita hadapi dengan sabar dan takwa. Apapun itu.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَن یَتَّقِ ٱللَّهَ یَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجا
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, Allah akan memberikannya jalan keluar.” (QS. Ath-Thalaq: 2)
Maka, berikhtiarlah untuk menyelesaikan ujian dengan takwa. Dengan cara yang Allah ridai. Apapun ujian itu, seberat apapun ujian itu. Penuhi umur kita dengan amalan saleh, dengan amalan-amalan yang pahalanya masih bisa mengalir ketika umur kita telah berakhir. Karena, ketika memang ternyata hidup telah berakhir dengan takdirnya, maka kita bisa melalui ujian-ujian berikutnya di alam kubur dan di akhirat dengan izin-Nya. Dan kita akan bertemu dengan Allah dengan kebahagiaan. Bukankah ini merupakan solusi yang indah dari Allah? Dan juga, kesudahan yang baik adalah milik orang-orang yang bertakwa. Allah Ta’ala berfirman,
وَٱلۡعَـٰقِبَةُ لِلۡمُتَّقِینَ
“Dan kesudahan (yang baik) adalah milik orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Qashash: 83)
Akhirilah hidup kita dengan happy ending sebisa kita, dan semoga Allah jauhkan akhir episode dalam hidup kita dengan sad ending.
Semoga Allah mengaruniakan kita dengan husnul khatimah. Aamiin.
***
Penulis: Triani Pradinaputri
Artikel Muslimah.or.id