Fatwa Syekh Abu Abdillah Musthafa bin Al-‘Adawi
Pertanyaan:
Sejak kapan suami wajib memberikan nafkah kepada istrinya?
Jawaban:
Ibnu Hazm rahimahullah berkata,
وعلى الزوج كسوة الزوجة مذ يعقد النكاح ونفقتها وما تتوطاه وتتغطاه وتفترشه واسكانها كذلك أيضا
صغيرة كانت أو كبيرة ذات أب أو يتيمة غنية أو فقيرة دعى إلى البناء أو لم يدع نشزت أو لم تنشز حرة كانت أو أمة بوأت معه بيتا أو لم تبوأ
“Dan wajib atas suami untuk memberikan pakaian kepada istrinya sejak akad nikah, serta menafkahinya, termasuk apa yang dipijaknya, yang digunakannya untuk menutup tubuh, tempat tidurnya, dan tempat tinggalnya, baik ia masih kecil atau sudah dewasa, memiliki ayah atau yatim, kaya atau miskin, apakah telah diajak tinggal bersama atau belum, durhaka (nusyuz) atau tidak, merdeka atau budak, sudah disediakan tempat tinggal bersama atau belum.” (Al-Muhalla, 9: 510)
Kemudian beliau rahimahullah berdalil dengan hadis Mu’awiyah Al-Qusyairi yang mengatakan,
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا حَقُّ زَوْجَةِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ؟، قَالَ: أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، أَوِ اكْتَسَبْتَ، وَلَا تَضْرِبِ الْوَجْهَ، وَلَا تُقَبِّحْ، وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ
“Wahai Rasulullah, apa hak istri salah seorang dari kami atas suaminya?” Beliau bersabda, “(Haknya adalah) engkau memberinya makan apabila engkau makan; memberinya pakaian apabila engkau berpakaian; jangan memukul wajah; jangan mencelanya; dan jangan menjauhinya (memboikotnya), kecuali di dalam rumah.” (HR. Abu Dawud no. 2142, sahih)
Juga (berdalil) dengan hadis yang diriwayatkan oleh Jabir radhiyallahu ‘anhu dalam haji Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, di dalamnya terdapat khotbah Nabi ketika manasik haji di hari Arafah,
فَاتَّقُوا اللهَ فِي النِّسَاءِ، فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللهِ، وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ ، وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ، فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ، وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Bertakwalah kalian kepada Allah dalam (memperlakukan) para wanita, karena sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanah dari Allah, dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Dan hak kalian atas mereka adalah agar mereka tidak membiarkan seseorang yang kalian benci menginjak tempat tidur kalian. Jika mereka melakukan hal itu, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan (tidak membekas). Dan mereka memiliki hak atas kalian untuk diberikan rezeki (nafkah) dan pakaian secara patut (ma’ruf).” (HR. Muslim no. 1218) [1] [2]
Baca juga: Benarkah Nafkah adalah “Uang Jajan” Bagi Istri?
***
@Unayzah, KSA; 15 Zulhijah 1446/ 11 Juni 2025
Penerjemah: M. Saifudin Hakim
Artikel Muslimah.or.id
Catatan kaki:
[1] Tambahan dari penerjemah:
Setelah membawakan hadis ini, Ibnu Hazm rahimahullah berkata,
فعم رسول الله صلى الله عليه وسلم كل النساء ولم يخص ناشزا من غيرها ولا صغيرة ولا كبيرة ولا أمة مبوأة بيتا من غيرها وما ينطق عن الهوى ان هو الا وحى يوحى وما كان ربك نسيا
“Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyamaratakan (hukum) untuk seluruh wanita, dan tidak mengkhususkan wanita yang nusyuz (durhaka) dari yang tidak, tidak pula yang masih kecil dari yang dewasa, tidak pula budak yang telah diberi tempat tinggal dari selainnya. Dan beliau tidaklah berbicara dari hawa nafsunya; itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan. Dan Tuhanmu tidak pernah lupa.”
[2] Diterjemahkan dari Ahkaamun Nikah waz Zifaf, hal. 93.