Hukum berkurban
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
ضحى النبي صلى الله عليه وسلم بكبشين أملحين أقرنين
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua domba putih dan bertanduk.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
أقام النبي صلى الله عليه وسلم بالمدينة عشر سنين يضحي
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di Madinah selama sepuluh tahun dan senantiasa berkurban.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, sanadnya hasan)
Kedua hadis di atas menunjukkan disyariatkannya ibadah kurban dan anjuran untuk mengerjakannya. Karena apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan sesuatu dalam rangka ketaatan (ibadah) yang tidak dikhususkan untuk beliau saja, maka hal itu hukumnya mustahab (sunah) untuk kaum muslimin, berdasarkan pendapat yang paling kuat dalam masalah ini.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berkurban, apakah wajib atau sunah muakkadah. Untuk kehati-hatian, sebaiknya seorang muslim tidak meninggalkan ibadah kurban apabila ia memiliki kemampuan untuk mengerjakannya. Karena mengerjakan ibadah kurban tersebut bisa menjadi pintu untuk membebaskan kewajibannya di hadapan Allah. Adapun orang yang tidak mampu, yang tidak memiliki simpanan kecuali hanya untuk memberi makan keluarganya, maka kurban tidak diwajibkan atas orang dengan kondisi seperti ini.
Barangsiapa yang memiliki utang, maka hendaklah ia mendahulukan pembayaran utang tersebut dibandingkan berkurban karena adanya kewajiban untuk segera melepaskan tanggung jawab (penunaian utang) ketika memiliki kemampuan.
Adapun berutang untuk membeli hewan kurban; apabila dia mampu untuk mengembalikan utang tersebut -seperti orang yang memiliki gaji bulanan atau semisalnya-, maka boleh baginya berutang, lalu berkurban. Sedangkan bagi yang tidak bisa mengembalikan utangnya, maka tidak boleh berutang; hal ini supaya tidak terbebani dengan tanggung jawab untuk mengembalikan pinjamannya.
Hendaklah seorang muslim berniat berkurban untuk dirinya dan keluarganya, mengikutkan mereka di dalam pahala kurban, agar bisa mendapatkan pahala yang agung. Dan juga merealisasikan perintah Allah Ta’ala dan mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berkurban untuk diri dan keluarga beliau.
Hikmah ibadah kurban
Di dalam ibadah kurban ada bentuk menghidupkan sunah bapak kita Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan merupakan bentuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mengalirkan darah hewan kurban. Di dalam ibadah kurban, juga terdapat bentuk kelapangan bagi keluarga dan orang-orang fakir pada hari raya serta memberikan hadiah untuk orang-orang terdekat dan tetangga.
Penyembelihan hewan kurban lebih utama dibandingkan sedekah dengan nominal (uang) yang senilai dengan harga hewan kurban, karena adanya bentuk pengagungan kepada Allah Ta’ala dengan menyembelih hewan kurban tersebut dan juga mendekatkan diri kepada-Nya, menampakkan syiar-syiar agama Islam, dan kemaslahatan yang lain, dibandingkan adanya kemaslahatan sedekah dengan uang yang senilai.
Apabila maksud dari berkurban adalah menyembelih untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka seyogyanya orang yang berkurban untuk berkurban di rumahnya (daerah tempat tinggalnya) sendiri dan makan dari daging hewan kurban tersebut, serta membagikannya kepada orang lain.
Allah Ta’ala berfirman tentang al-hadyu,
فَكُلُوا۟ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا۟ ٱلْبَآئِسَ ٱلْفَقِيرَ
“Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. Al-Hajj: 28)
Orang yang dimaksud pada ayat tersebut yaitu orang yang sangat butuh dan tidak memiliki harta apapun.
Berdasarkan hal di atas, saya (Syekh Abdullah bin Salih Al-Fauzan) tidak mendukung pendapat yang membolehkan untuk memindahkan kurban ke tempat yang membutuhkan, dengan cara mengirimkan uang lalu dibelikan hewan kurban, karena dua alasan berikut ini:
Pertama: Karena kurban merupakan syiar di antara syiar-syiar agama yang berkaitan dengan seorang hamba. Dan dengan ia menyembelih hewan kurban di rumahnya adalah bentuk menghidupkan syiar ini. Juga sebagai bentuk memberikan kegembiraan kepada keluarga dan anak-anak. Adapun mengirim kurban ke daerah lain, akan menyebabkan hal tersebut hilang.
Kedua: Bahwa orang yang memiliki kemampuan bisa mengirim uang ke negeri yang membutuhkan tersebut atau memberikan makan, pakaian, atau selainnya, yang bisa jadi manfaatnya lebih besar dibandingkan daging kurban.
Ya Allah, kami mengharapkan rahmat-Mu, maka janganlah Engkau sandarkan diri kami kepada diri kami sendiri walaupun sekejap mata. Dan perbaikilah seluruh perkara kami. Tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Engkau. Ampunilah dosa kami dan kedua orang tua kami serta kaum muslimin, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat. Wasallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad.
***
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id
Catatan kaki:
Diterjemahkan dari kitab Ahadits Asyr Dzilhijjah wa Ayyami Tasyriq Ahkam wa Adaab karya Syekh Abdullah bin Salih Al-Fauzan.