Keutamaan puasa Arafah bagi yang sedang tidak melaksanakan haji
Puasa merupakan ibadah yang mempunyai pahala yang tidak terhitung. Tidak ada yang bisa menghitung pahala puasa kecuali Allah. Allah Ta’ala menjadikan pahala puasa tidak sama seperti pahala ibadah-ibadah yang lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
كل عمل ابن آدم له إلا الصوم, فإنه لي, وأنا أجزى به
“(Allah berfirman), ‘Setiap amalan manusia adalah untuknya sendiri kecuali puasa. Karena puasa untuk-Ku, dan Akulah yang akan memberikan pahalanya.’” (HR. Bukhari no. 1894 dan Muslim no. 1151)
من صام يوما في سبيل الله باعد الله وجهه عن النار سبعين خريفا
“Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka sejauh 70 tahun.” (HR. Bukhari no. 2840 dan Muslim no. 1153)
Dan puasa sunah yang paling ditekankan adalah puasa di hari Arafah bagi orang yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji. Karena puasa Arafah dapat menghapuskan dosa selama satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya. Sebagaimana terdapat hadis dari Abu Qotadah Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab ketika ditanya tentang puasa di hari Arafah,
يكفر السنة الماضية والباقية
“(Puasa Arafah) menghapus dosa satu tahun sebelumnya dan setelahnya.” (HR. Muslim no. 1162)
Puasa Arafah adalah puasa di tanggal 9 Zulhijah, meskipun disunahkan juga untuk berpuasa pada tanggal 8 Zulhijah untuk kehati-hatian.
Dosa yang dihapus di dalam keutamaan puasa Arafah adalah dosa-dosa kecil yang tidak berkaitan dengan hak-hak manusia. Adapun dosa besar, tidak dihapuskan kecuali dengan tobat yang benar. Dan dosa yang berkaitan dengan hak manusia, dapat dihapuskan jika sudah mendapatkan keridaan dari orang tersebut. Ketika orang yang berpuasa tidak mempunyai dosa, maka keutamaan puasa Arafah baginya adalah ditambahkan pahala baginya.
Berpuasa pada tanggal 1 sampai 8 Zulhijah juga ditekankan berdasarkan hadis sahih yang diriwayatkan oleh Bukhari. Bahkan keutamaan 10 hari pertama di bulan Zulhijah itu di atas 10 hari akhir di bulan Ramadan. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ما العمل في أيام العشر أفضل من العمل في هذه
“Tidak ada amalan yang lebih baik daripada amalan di 10 hari di bulan ini.” (HR. Bukhari no. 969)
Kemudian sahabat bertanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Tidakkah dengan jihad?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Tidak dengan jihad, kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan mengorbankan diri dan hartanya, kemudian dia kembali dengan tidak membawa sesuatu apapun.”
Hukum puasa Arafah bagi jemaah haji
Keutamaan ini khusus bagi orang yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji. Adapun bagi jemaah haji, tidak disunahkan untuk berpuasa di hari Arafah, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berpuasa di hari Arafah ketika haji Wada. Terdapat hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari di dalam Shahih-nya, dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan bahwasanya masyarakat bingung kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai puasanya di hari Arafah. Kemudian diutuslah kepada beliau seorang pemerah susu ketika beliau sedang wukuf di Arafah. Beliau minum susu itu, sedangkan masyarakat melihatnya. (Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin, 20: 404)
Berdasarkan hadis ini, puasa Arafah bagi jemaah haji adalah makruh, dan tidak disunahkan. Dan pendapat ini yang dipilih oleh Syekh Shalih Al-Utsaimin rahimahullah.
Ulama sepakat bolehnya berpuasa Arafah bagi yang sedang berhaji. Syekh Al-Mubarakfuri dalam kitabnya, Al-Ikhtiyarat Al-Fiqhiyyah dalam bab Puasa dan Iktikaf, menjelaskan bahwa ulama berselisih pendapat tentang puasa Arafah bagi jemaah haji. Di sini ada lima pendapat.
Pertama: Disunahkan tidak berpuasa. Ini adalah pendapat Malikiyah, mu’tamad Syafi’iyah, dan Hanabilah. Inilah pendapat kebanyakan ulama.
Kedua: Disunahkan berpuasa, kecuali jika puasa tersebut membuatnya lemah dari ibadah-ibadah seperti doa. Jika demikian, maka makruh. Ini adalah pendapat Hanafiyah, Syafi’iyah dalam qaul qadim-nya, dan juga pendapat Qatadah dan ‘Atha’.
Ketiga: Makruh berpuasa. Ini pendapat sebagian Hanafiyah, sebagian Syafi’iyah, dan sebagian Hanabilah.
Keempat: Disunahkan berpuasa. Ini pendapat Zahiriyah berdasarkan riwayat dari ‘Aisyah, dan Abdullah bin Zubair radhiyallahu ‘anhumdan Ishaq.
Kelima: Wajib tidak berpuasa. Ini adalah pendapat Yahya bin Sa’id Al-Anshari.
Dan pendapat yang dipilih adalah makruh bagi jemaah haji untuk berpuasa di hari Arafah.
Baca juga: Sahkah Haji atau Umrahnya Anak Kecil?
Hikmah tidak berpuasa bagi jemaah haji di hari Arafah
Syekh Bin Baz rahimahullah mengatakan, telah ma’ruf di kalangan ulama bahwa hikmah tidak berpuasa di hari Arafah bagi jemaah haji adalah karena hari tersebut adalah hari raya bagi mereka. Yang lebih utama bagi mereka adalah tidak berpuasa. Karena dengan tidak berpuasa, akan membuat mereka kuat dalam beribadah, dzikir, dan berdoa. Puasa terkadang dapat menyebabkan mereka lemah, terutama ketika cuaca di hari tersebut sedang sangat panas atau sangat dingin. Ini adalah di antara kasih sayang Allah, yaitu syariat untuk tidak berpuasa bagi mereka agar mereka kuat ketika berdoa dan beribadah, dan ini adalah hari raya bagi mereka. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam sebuah hadis shahih,
يوم عرفة وأيام التشريق عيدنا أهل الإسلام, يوم عرفة ويوم النحر وأيام التشريق عيدنا أهل الإسلام
“Hari Arafah dan hari-hari tasyrik adalah hari raya umat Islam, hari Arafah, hari Nahar (Iduladha) dan hari tasyrik adalah hari raya umat Islam.” (HR. An-Nasa`i no. 3004)
Sebagaimana umat Islam tidak berpuasa di hari Iduladha dan hari tasyrik, maka tidak boleh juga berpuasa di hari Arafah bagi jemaah haji dan ini yang paling utama.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berpuasa dan minum susu, sedang orang-orang melihat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun hari Iduladha, maka tidak boleh puasa; haram bagi semua orang, baik orang yang di Makkah atau selainnya. Begitu pula hari tasyrik (11, 12, dan 13 Zulhijah), tidak boleh berpuasa, baik bagi warga Makkah atau yang lainnya. Tidak ada seorang pun yang boleh berpuasa di hari itu kecuali satu golongan saja, yaitu orang yang berhaji, namun tidak melaksanakan salah satu wajib haji hingga dia terkena dam, dan dia tidak bisa membeli hewan kurban (hadyu) dalam haji tamattu’ dan qiran. Maka orang yang demikian berpuasa di tiga hari ini, dan tujuh hari ketika dia kembali ke negaranya. Jika dia tidak bisa berpuasa sebelum hari Arafah, maka dia berpuasa di tiga hari ini. Terdapat hadis dari ‘Aisyah dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhum, mereka berdua mengatakan,
لم يرخص في أيام التشريق أن يصمن إلا لمن لم يجد الهدي
“Tidak ada keringanan di hari tasyrik untuk berpuasa kecuali orang yang tidak mendapatkan hadyu.” (HR. Bukhari)
Selain itu, tidak ada yang boleh berpuasa di hari tasyrik meskipun dia ingin meng-qadha’ puasa Ramadannya di hari itu atau puasa yang lainnya.
An-Nawawi rahimahullah dalam Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab (6: 480) juga menjelaskan hikmah dari makruhnya puasa di hari Arafah bagi jemaah haji dengan makna yang sama seperti yang telah dijelaskan.
Allahu a’lam
Baca juga: Haji dan Umrah Bersama Anak
***
Penulis: Triani Pradinaputri
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Al-Amin, Muwafiqi. 1435. Al-Ikhtiyarat Al-Fiqhiyyah li Syaikh Abdullah Al-Mubarakfuri Kitab Ash-Shiyam Wal I’tikaf. Al-Maktabah Asy-Syamilah, hal. 426-427.
Al-Malibari, Ahmad bin Abdul Aziz Al-Mi’bari. 1439. Fathul Mu’in bi Syarhi Qurrati ‘Ain bi Muhimmati Ad-Din. Dar Ibnu Hazm. Beirut, 1: 279-280.
An-Nawawi, Abu Zakariyya Muhyiddin Yahya bin Syaraf. Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab. Maktabah Al-Muthi’i. Diakses via https://www.islamweb.net/ar/library/content/14/4058/ pada tanggal 25 Februari 2025; 6: 480.
Syekh Bin Baz. Nur ‘Ala Darb: Al-Hikmah Fii Man’i Hajj Fii Shiyami Yaumil Arafah. Diakses melalui https://binbaz.org.sa/fatwas/8634 pada tanggal 12 Maret 2025.
Syekh Shalih Al-Munajjid. 2007. Hukmu Ash-Shiyam Yaumal Arafah. Diakses melalui https://islamqa.info/ar/answers/98334 pada tanggal 12 Maret 2025.