Merupakan suatu kondisi yang memprihatinkan ketika kebanyakan kaum muslimin saat ini menggunakan penanggalan masehi dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Padahal agama Islam merupakan agama yang lengkap dan sempurna. Allah Tabaraka wa Ta’ala telah menetapkan bagi kaum muslimin penanggalan khusus yang dihitung berdasarkan siklus sinodis bulan.
Allah Ta’ala berfirman di dalam Al-Quran,
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At-Taubah: 36)
Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhotbah ketika haji Wada’,
أَلَا إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Ketahuilah bahwa waktu itu telah berputar sebagaimana biasanya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan, di antaranya empat bulan haram. Tiga bulan berturut-turut, yaitu Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab Mudhar, yaitu bulan antara Jumadil Akhir dan Sya’ban.” (HR. Ahmad, 5: 37)
Hendaknya kaum muslimin mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan setiap bulan tersebut karena masing-masing bulan memiliki keutamaan-keutamaan. Selain itu, beberapa ibadah yang dikerjakan pada salah satu bulan memiliki keutamaan dan ganjaran yang berlipat dibandingkan bulan-bulan yang lain.
Pada ayat dan hadis di atas juga disebutkan empat bulan haram, yaitu Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab Mudhar.
Penambahan kata “Mudhar” pada bulan Rajab adalah untuk menjelaskan kebenaran pendapat kabilah Mudhar akan Rajab, bahwa Rajab adalah bulan yang berada di antara Jumadil Akhir dan Sya’ban. Tidak seperti sangkaan kabilah Rabi’ah bahwa Rajab adalah bulan yang ada di antara Sya’ban dan Syawal, yaitu Ramadan. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan Rajab (menurut) Mudhar, bukan Rajab (menurut) Rabi’ah.
Dikatakan bahwa penyebab berturut-turutnya tiga bulan haram (Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharam) dan menyendirinya bulan Rajab adalah sebagai bentuk penjagaan Allah bagi para jemaah haji. Diharamkan satu bulan sebelum bulan haji, yaitu bulan Zulkaidah, agar saat itu mereka berhenti berperang, sibuk bersiap-siap melaksanakan haji dan melakukan manasik. Lalu dijadikan haram pula bulan sesudahnya, yaitu bulan Muharam, supaya di bulan tersebut mereka dapat kembali ke negeri mereka yang paling jauh dengan aman. Adapun diharamkannya bulan Rajab pada pertengahan tahun adalah supaya pada bulan itu, orang-orang yang ada di ujung Jazirah Arab dapat mengunjungi Kakbah dan melakukan umrah, mereka mengunjunginya dan kembali lagi ke negerinya dengan aman.
Baca juga: Keutamaan Bulan Muharam
Allah Ta’ala berfirman,
ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ
“Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At-Taubah: 36)
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Maksudnya, demikianlah syariat yang lurus dalam mempraktekkan perintah Allah yang berkaitan dengan bulan-bulan haram. Ikutilah sebagaimana ketetapan Allah sejak awal (dalam hal jumlah dan urutannya).” (Tafsir Ibnu Katsir, 4: 203)
‘Ali bin Abi Thalhah menuturkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang firman Allah (yang artinya), “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah …” dan seterusnya hingga, “Maka janganlah kamu menganiaya diri dalam bulan yang empat itu.” Yakni, pada dua belas bulan tersebut, khususnya di empat bulan tersebut. Allah menjadikan empat bulan itu sebagai bulan haram, Dia memperbesar keharaman-keharamannya, dan Dia menetapkan dosa yang dilakukan padanya lebih berat, serta menjadikan amal saleh dan pahalanya juga lebih besar.” (Tafsir Ath-Thabari, 6: 238)
Qatadah rahimahullah berkata tentang firman-Nya (yang artinya), “Maka janganlah kamu menganiaya diri dalam bulan yang empat itu”; bahwa perbuatan aniaya di bulan-bulan haram lebih besar kesalahan dan dosanya dari kezaliman yang dilakukan di bulan selainnya. Meskipun kezaliman dalam setiap keadaan adalah besar, akan tetapi Allah membesarkan sebagian urusan-Nya sesuai dengan yang Dia kehendaki.”
Qatadah rahimahullah juga berkata, “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memilih beberapa pilihan di antara makhluk-Nya. Dia telah memilih di antara malaikat beberapa utusan, dan dari kalangan manusia telah memilih rasul-rasul. Dalam ucapan, Dia telah memilih ucapan dzikir kepada-Nya. Dalam hal bumi, Dia telah memilih masjid. Dalam hal bulan, Dia pilih Ramadan dan bulan-bulan haram. Dalam hal hari, Dia pilih hari Jumat. Dalam hal malam, Dia pilih Lailatul Qadar. Maka agungkanlah segala sesuatu yang diagungkan Allah, sebab agungnya segala perkara hanya dikarenakan Allah telah mengagungkannya, menurut orang-orang yang memiliki pemahaman dan akal.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4: 204-205)
Akhir kata, hendaknya kita bagi seorang muslim bangga akan identitas keislaman kita. Hendaknya kita bangga menunjukkan syiar-syiar agama Islam, salah satunya dengan menggunakan penanggalan Hijriah dalam kehidupan sehari-hari.
Allah Tabaraka wa ta’ala berfirman,
ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى ٱلْقُلُوبِ
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32)
Hanya kepada Allah kita memohon taufik.
Baca juga: Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Zulhijah
***
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka Ibnu Katsir Jakarta, Cetakan Kedelapan Rabi’ul Awwal 1435/ Januari 2014.