Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم، وأفضل الصلاة بعد الفريضة صلاة الليل
“Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadan adalah puasa di bulan Allah Al-Muharram, dan sebaik-baik salat setelah salat fardu adalah salat malam.”
الصلاة في جوف الليل
Dalam riwayat yang lain, “Salat di pertengahan malam.” (HR. Muslim, no. 1163)
Hadis ini adalah dalil yang menunjukkan keutamaan berpuasa di bulan Allah, Al-Muharram, dan kedudukannya secara keutamaan adalah di bawah puasa pada bulan Ramadan. Hal ini disebabkan keutamaan waktu pelaksanaannya (bulan Allah -pent) dan agungnya balasan terhadapnya, dan puasa termasuk amal yang utama di sisi Allah Ta’ala.
Bulan Allah Al-Muharram, adalah bulan pertama dalam tahun (kalender) Hijriah sebagaimana kesepakatan pada zaman Khalifah Ar-Rasyid Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu. Selain itu, Al-Muharram adalah salah satu dari bulan-bulan haram yang disebutkan Allah di dalam Al-Quran. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At-Taubah: 36)
Diriwayatkan dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
السنة اثنا عشر شهرًا، منها أربعة حرم: ثلاثة متوالية، ذو القعدة، وذو الحجة، والمحرم، ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان
“Satu tahun terdiri dari dua belas bulan, empat di antaranya merupakan bulan haram, tiga bulan berurutan: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Al-Muharram; dan Rajab yang berada di antara Jumada dan Sya’ban.” (Muttafaqun ‘Alaih)
Allah Ta’ala telah menyandingkan bulan ini kepada diri-Nya (syahrullah) sebagai bentuk pemuliaan dan pengagungan, karena Allah tidak mungkin menyandingkan segala sesuatu secara khusus kepada diri-Nya kecuali karena kekhususannya (keistimewaannya), seperti Baitullah, Rasulullah, dan selainnya. Dan dinamakan bulan Muharam sebagai penguat akan pengharamannya (bangsa Arab jahiliyah mengharamkan pembunuhan di bulan haram) karena bangsa Arab (sebelum Islam) dahulu sering bertemu dengan bulan tersebut dan mereka menghalalkannya pada satu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain.
Firman Allah,
فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ
“Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At-Taubah: 36)
Yaitu pada bulan-bulan yang diharamkan ini karena dosa-dosa lebih berat dan juga lebih kuat pelarangannya dibandingkan bulan-bulan yang lain
Qatadah rahimahullah mengatakan,
إن الظلم في الأشهر الحرم أعظم خطيئة ووزرًا من الظلم فيما سواها، وإن كان الظلم على كل حال عظيمًا، ولكن الله يعظم من أمره ما يشاء
“Sesungguhnya kezaliman (kemaksiatan) yang dikerjakan pada bulan haram lebih besar kesalahannya dan dosanya dibandingkan kezaliman (kemaksiatan) yang dikerjakan pada selainnya. Walaupun kezaliman (kemaksiatan) bagaimanapun keadaannya tetap besar dosanya, akan tetapi Allah mengagungkan (melipatgandakan) sesuatu sebagaimana yang Dia kehendaki.” (Tafsir Ibnu Katsir, IIII/89-90)
Dan Allah telah menjadikan bulan-bulan sebagai penentu waktu bagi manusia karena bulan-bulan tersebut adalah tanda-tanda yang bisa dirasakan dan diketahui oleh setiap orang, awal dan akhirnya.
Hal yang disayangkan adalah kebanyakan kaum muslimin meninggalkan penanggalan Hijriah dan berpegang dengan penanggalan nasrani (Masehi) yang berdasarkan perhitungan matahari yang bersifat wahm (dugaan) yang tidak dibangun di atas perkara yang disyariatkan, tidak pula masuk akal, dan tidak pula bisa dirasakan langsung (tanda-tandanya).
Ini merupakan dalil akan lemah, takluknya kaum muslimin dan mengekornya mereka kepada kebiasaan non-muslim. Dan di antara keburukan hal ini adalah terikatnya kaum muslimin dan tumbuhnya mereka dengan penanggalan Nasrani (Masehi) dan menjauhnya mereka dari penanggalan Hijriah yang berkaitan langsung dengan Rasul mereka shallallahu ‘alaihi wa sallam, syiar-syiar dan ibadah-ibadah mereka. Allahul musta’an.
Dan hadis di awal tadi menunjukkan bahwa ibadah sunah yang paling agung dari puasa setelah puasa Ramadan adalah puasa di bulan Allah Al-Muharram. Secara lebih jelas juga menunjukkan akan utamanya bulan ini untuk mengerjakan puasa sunah setelah Ramadan. Adapun puasa sunah pada sebagian harinya, maka beberapa hari pada bulan-bulan yang lain lebih agung daripada hari-hari di bulan Muharam, seperti hari Arafah dan enam hari dari bulan Syawal.
Teks hadis menunjukkan keutamaan berpuasa di bulan Al-Muharram sebulan penuh. Beberapa ulama mendorong untuk memperbanyak ibadah puasa pada bulan ini, namun tidak setiap hari. Hal ini berdasarkan hadis ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم استكمل صيام شهر قط إلا رمضان، وما رأيته في شهر أكثر منه صياماً في شعبان
“Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadan dan tidaklah aku melihat beliau berpuasa lebih banyak dibanding bulan Sya’ban.” (HR. Muslim, no. 1156)
Ya Allah, sadarkan kami dari buaian kelalaian dan berikan kami rezeki untuk persiapan sebelum perjalanan dan berikan ilham kepada kami untuk memperbanyak amal ibadah pada setiap zaman, dan berikan kami taufik untuk mengerjakan berbagai kebaikan dan menjauhi segala keburukan.
Wasallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.
Baca juga: Jangan Pernah Bosan Dalam Berdoa
—
Diterjemahkan dari kitab Ahadits Asyr Dzilhijjah wa Ayyami Tasyriq Ahkam wa Adaab karya Syaikh Abdullah bin Shalih Al-Fauzan rahimahullah
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id