Sungguh, masa-masa tertimpa musibah adalah masa-masa yang berat. Masa-masa yang membutuhkan mental baja dan kesabaran yang luar biasa. Apalagi jika kita sudah berusaha, namun belum ada hasil sesuai dengan keinginan kita, sampai detik ini. Kita pun mulai lelah, lalu mulai muncul keputusasaan. Namun, hendaknya kita belajar dari kisah-kisah para Rasul terdahulu, bahwa seringkali pertolongan itu Allah datangkan saat di penghujung harapan dan di persimpangan terakhir.
Pertolongan Allah seringkali datang di ujung harapan dan di persimpangan terakhir
Saudaraku, seringkali pertolongan Allah itu datang di ujung harapan, di persimpangan terahir. Lihatlah bagaimana dulu Allah Ta’ala selamatkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Allah baru datangkan pertolongan ketika kondisi Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dilemparkan ke dalam api, pada saat tidak ada lagi usaha yang bisa dilakukan oleh Nabi Ibrahim ketika itu. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْداً وَسَلَاماً عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“Kami berfirman, “Wahai api, jadilah dingin, dan jadilah keselamatan bagi Ibrahim.” (QS. Al-Anbiya’: 69)
Lihat pula bagaimana Allah Ta’ala memberikan pertolongan-Nya kepada Nabi Musa ‘alaihis salam. Ketika sudah di ujung kesulitan, sudah “mentok” karena di depannya adalah Laut Merah dan tidak bisa lagi mundur ke belakang karena ada Fir’aun dan pasukannya, barulah laut dibelah,
وَإِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَأَنجَيْنَاكُمْ وَأَغْرَقْنَا آلَ فِرْعَوْنَ وَأَنتُمْ تَنظُرُونَ
“Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Fir’aun) dan pengikut-pengikutnya, sedangkan kamu sendiri menyaksikan.” (QS. Al-Baqarah: 50)
Begitu pula ketika Allah Ta’ala memberikan pertolongan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di Gua Tsur. Allah tolong ketika beliau di tempat paling atas, di puncak gunung, yang ketika itu beliau sudah tidak bisa melakukan apapun lagi. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُواْ لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللّهُ وَاللّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakan atau membunuh, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (QS. Al-Anfal: 30)
Inilah di antara sebab mengapa orang-orang yang sabar itu minoritas, karena memang sulit bertahan hingga di ujung harapan dan di persimpangan terahir. Perjuangan kesabaran itu sangat sulit, beratnya luar biasa. Perjuangannya sungguh melelahkan, namun tetap tawakal kepada Allah Ta’ala. Ini berat dan merupakan ujian keimanan.
Baca juga: Untuk Saudaraku yang “Lelah” Menunggu Pertolongan Allah
Apa hikmah ketika Allah Ta’ala tidak menurunkan pertolongan-Nya di awal usaha?
Teladan kita, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah sedikitpun benar-benar kehilangan harapan dan putus asa. Allah Ta’ala berfirman mengisahkan dakwah para Rasul,
حَتَّىٰٓ إِذَا ٱسْتَيْـَٔسَ ٱلرُّسُلُ وَظَنُّوٓا۟ أَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوا۟ جَآءَهُمْ نَصْرُنَا فَنُجِّىَ مَن نَّشَآءُ ۖ وَلَا يُرَدُّ بَأْسُنَا عَنِ ٱلْقَوْمِ ٱلْمُجْرِمِينَ
“Sehingga apabila para Rasul itu mulai putus asa (tentang berimannya umat mereka) dan telah meyakini bahwa (dakwah) mereka telah didustakan, datanglah kepada para Rasul itu pertolongan Kami, lalu diselamatkanlah orang-orang yang Kami kehendaki. Dan tidak dapat ditolak siksa Kami dari orang-orang yang berdosa.” (QS. Yusuf: 110)
Allah kisahkan ketika dakwah para Rasul itu belum berhasil. Sudah berdakwah kesana dan kemari, namun belum ada respon positif, sehingga ketika itu para Rasul pun mulai putus asa (artinya, belum benar-benar putus asa, namun merasa bahwa perjuangan mereka sudah maksimal). Namun Allah terangkan bahwa justru pada “titik” itu, Allah datangkan pertolongan-Nya.
Pertanyaan berikutnya, apa hikmah ketika Allah Ta’ala tidak menurunkan pertolongan-Nya di awal usaha? Ada beberapa penjelasan mengapa Allah datangkan pertolongan-Nya di titik akhir ketika mereka mulai putus asa.
Pertama, kalau datang di awal, maka sangat rentan menimbulkan kesombongan. Bisa jadi dia menyandarkan keberhasilan itu pada dirinya sendiri, “Ini karena usaha saya sendiri.” Padahal, syiar orang-orang yang beriman adalah,
لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ
“Laa haula wala quwwata illa billah.” (Artinya: Tidak ada daya dan tidak pula kekuatan kecuali karena Allah.)
Allah tidak ingin muncul kesombongan dari diri kita, ketika kita melakukan suatu usaha yang kecil, lalu muncul pencapaian yang luar biasa.
Kedua, supaya kita mengerti bahwa tidak ada kesuksesan tanpa perjuangan. Meskipun para Nabi dan Rasul, mereka harus capek terlebih dahulu, mendekati keputusasaan, barulah pertolongan Allah itu datang. Dengan kata lain, supaya kita berjuang semaksimal mungkin, mengeluarkan semua potensi terbaik yang kita miliki, sampai di titik darah penghabisan.
Ketiga, supaya kita tidak pernah berhenti berjuang. Ketika pertolongan Allah belum datang, maka kita tidak boleh berhenti berjuang. Sehingga kita tidak boleh kehilangan harapan, alias tetap optimis.
Kemudian di antara syarat agar Allah Ta’ala menjaga kita dan memberikan pertolongan kepada kita adalah kita senantiasa “menjaga” Allah Ta’ala. Yaitu kita berusaha bertakwa, melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, baik dalam kondisi lapang maupun saat terkena musibah. Sebagaimana wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ
“Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah. Dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi no. 2516 dan Ahmad 1: 307)
Itulah syarat agar harapan kita kepada Allah tidak pernah membuat kita kecewa.
Tetap berjuang sampai di titik darah penghabisan dengan tetap bertawakal kepada-Nya
Oleh karena itu, saat terkena musibah, kita tetap berjuang dan berikhtiar sampai di titik darah penghabisan, selama itu adalah jalan atau sarana yang halal menurut syariat. Kita berusaha lakukan apa yang kita bisa lakukan. Walaupun secara hitung-hitungan duniawi atau prediksi manusia tidak akan mengubah hasil (outcome) apapun. Karena yang menentukan semua itu bukan manusia, tapi Allah Ta’ala. Dan lihatlah bagaimana nanti Allah Ta’ala menolong kita, membantu kita, dan memberikan keberkahan kepada kita. Syaratnya, saat kita berjuang dan berusaha, harus tawakal kepada Allah Ta’ala. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq: 3)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَ كَّلُوْنَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ، لَرُزِقْتُم كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ، تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا
“Sungguh, seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung-burung (diberi rezeki). Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi no. 2344, 2447, Ibnu Majah no. 4216, dan lain-lain. Dinilai sahih oleh Al-Albani.)
Semoga Allah Ta’ala memudahkan urusan-urusan kita seluruhnya. Aamiin.
Baca juga: Kunci Pertolongan Allah Ta’ala Ketika Susah
***
@DN, 4 Muharam 1446/ 11 Juli 2024
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslimah.or.id
Catatan kaki:
Disarikan dari ceramah Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri hafizhahullah di tautan ini: https://www.youtube.com/watch?v=uQwyy5aBBFY dan ceramah Ustadz Rifky Ja’far Thalib hafizhahullah di tautan ini: https://www.youtube.com/watch?v=dMN_iIsX3Q8&t=705s