Siapa sangka, bahwa ada amalan yang bisa kita hadiahkan kepada leluhur yang telah meninggal. Baik itu kakek, nenek, ibu, atau ayah yang telah wafat. Mungkin ini menjadi cara bagi kita untuk tetap berbakti kepada mereka meskipun mereka telah tiada. Imam Ath-Thahawi rahimahullah menyebutkan di dalam Matan Aqidah Thahawiyyah,
و في دعاء الأحياء وصدقاتهم منفعة للأموات
“Di dalam doa dan sedekah orang yang masih hidup, bisa memberikan manfaat kepada yang telah wafat.”
Tiga Amal yang Tidak Terputus
Kemudian Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan di dalam syarahnya, “Ini adalah masalah fiqh, akan tetapi ada hubungannya dengan bab akidah.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية ، أو علم ينتفع به ، أو ولد صالح يدعو له
“Ketika manusia wafat, terputuslah amalnya kecuali tiga: (1) sedekah jariyah, (2) ilmu yang memberikan manfaat untuknya, dan (3) anak saleh yang senantiasa mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631)
Seorang hamba terputus amalnya ketika telah meninggal, kecuali ada sesuatu yang membuat kekal amalan tersebut sampai setelah kematiannya, misalnya:
Pertama, sedekah jariyah, seperti mewakafkan masjid atau sekolah yang di dalamnya terdapat kegiatan belajar mengajar. Selama manfaat dari wakaf tersebut berjalan, maka pahalanya mengalir.
Kedua, ilmu, semisal mengajarkan fiqh atau akidah sehingga punya murid-murid, maka mengalir pahala baginya. Bisa juga menulis buku yang bermanfaat, ini termasuk mengajarkan ilmu, maka mengalir pahalanya.
Ketiga, anak saleh yang senantiasa mendoakannya. Jika seseorang menikah dengan tujuan menjaga kemuliaan dirinya, kemudian memiliki keturunan yang saleh dan salehah, maka hadirlah anak saleh baginya. Inilah yang menjadi sebab mengalir pahala untuknya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إن أطيب ما أكلتم من كسبكم، وإن أولادكم من كسبكم
“Sesungguhnya makanan terbaik adalah yang dihasilkan dari usahamu, dan anak terbaik adalah yang menjadi baik atas sebab usahamu.” (HR. Abu Daud no. 3528 dan At-Tirmidzi no. 1362, dikatakan hadis ini hasan shahih)
Jika anak yang shalih tersebut mendoakan orang tuanya setelah kematian mereka, maka doa tersebut akan sampai pada mereka. Ini termasuk amalan yang menjadi sebab amalan tersebut bisa bermanfaat untuk orang lain.
Ketiga amal ini, yakni: (1) sedekah jariyah seperti wakaf; (2) ilmu yang tetap bermanfaat sepeninggalnya, melalui ilmu yang diajarkan para murid ataupun dari buku yang senantiasa dibaca dan diajarkan kepada khalayak umum; dan (3) doa anak shalih yang kesalehannya tersebut hasil dari usaha kedua orang tua yang mendidiknya, maka ketiga hal ini sejatinya adalah hasil usaha orang tersebut.
Baca juga: Apakah “Hijrahku” Jujur Kepada Allah?
Amalan Lain yang Bisa Dihadiahkan untuk Orang yang Sudah Meninggal
Amalan-amalan yang bermanfaat untuk orang yang telah wafat selain tiga amalan yang tak terputus, ada khilafiyah (perbedaan pendapat ulama_ed). Allah Ta’ala berfirman,
وَأَن لَّیۡسَ لِلۡإِنسَـٰنِ إِلَّا مَا سَعَى
“Dan manusia hanya memperoleh apa yang ia usahakan.” (QS. An-Najm: 39)
Syaikh As-Sa’di rahimahullah mengatakan di dalam tafsirnya, “Seseorang tidak dapat menerima balasan dari amalan orang lain, dan juga tidak dapat menanggung dosa orang lain.”
Doa dan Memohon Ampunan
Disebutkan di dalam ayat ini, bahwa amalan manusia tidak bisa bermanfaat untuk orang lain, kecuali jika amalan tersebut menjadi sebab pahalanya mengalir. Sebagian ulama berpendapat tentang ayat ini, “Amal tidak akan bermanfaat kecuali amalannya sendiri secara mutlak. Akan tetapi, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan suatu amal yang dapat memberikan manfaat kepada orang yang sudah wafat, semisal doa dan memohon ampunan.”
Allah Ta’ala befirman,
رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لَنَا وَلِإِخۡونِنَا ٱلَّذِینَ سَبَقُونَا بِٱلۡإِیمَـٰن
“Wahai Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam keimanan.” (QS. Al-Hasyr: 10)
وَٱسۡتَغۡفِرۡ لِذَنۢبِكَ وَلِلۡمُؤۡمِنِینَ وَٱلۡمُؤۡمِنَـٰت
“Dan minta ampunlah atas dosa-dosamu dan juga orang-orang beriman laki-laki dan perempuan.” (QS. Muhammad: 19)
Ayat tersebut mencakup laki-laki dan perempuan beriman yang sudah wafat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kaum muslimin ketika menguburkan (jenazah) saudaranya untuk berdiri di sisi kuburnya, memohon ampunan untuknya, dan memohon kepada Allah Ta’ala agar ia dikuatkan dalam menjawab pertanyaan alam kubur. Dari ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
واستغفروا لأخيكم، وسلوا له التثبيت، فإنه الآن يسأل
“Mintalah ampunan untuk saudaramu, mintalah kepada Allah agar ia dikuatkan, karena pada saat ini dia sedang ditanya.” (HR. Abu Daud no. 3221 dan Al-Hakim 1/380, dikatakan hadits ini shahih dengan catatan)
Sedekah
Sedekah juga bermanfaat untuk orang yang sudah meninggal. Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memberitahu beliau bahwa ibunya telah wafat, “Seandainya katakanlah aku akan bersedekah, apakah aku (boleh) bersedekah atas namanya?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ya.” (HR. Bukhari no. 2760 dan Muslim no. 1004)
Haji dan Umrah
Haji dan umrah bisa memberikan manfaat kepada yang lain. Sebagaimana terdapat dalil di dalam sebuah hadis Syubrumah (saudara Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma), Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Laksanakanlah haji untuk dirimu, kemudian laksanakanlah haji untuk Syubrumah.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ibnu Khuzaimah)
Begitu juga ketika datang seorang wanita kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian ia bertanya tentang haji atas nama ibunya, “Aku baru tahu bahwa ibuku sudah memenuhi syarat wajib haji, tetapi beliau belum berhaji, apakah aku bisa berhaji atas nama ibuku?” Nabi menjawab, “Ya, laksanakanlah haji untuk ibumu.” (HR. Bukhari No. 1852)
Dari sini, ada beberapa amalan yang bisa bermanfaat untuk orang meninggal berdasarkan dalil yang valid, yaitu doa, memohon ampunan, sedekah, haji, dan umrah. Ini adalah pengkhususan dari ayat,
وَأَن لَّیۡسَ لِلۡإِنسَـٰنِ إِلَّا مَا سَعَى
“Dan manusia hanya memperoleh apa yang ia usahakan.” (QS. An-Najm: 39)
Baca juga: Haji dan Umrah Bersama Anak
—
Penulis: Triani Pradinaputri
Artikel: Muslimah.or.id
Referensi:
Diterjemahkan dengan tambahan dari At-Ta’liqat Al-Mukhtasharat ‘ala Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah, Dr. Shalih Al-Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, hal. 215-217, 2018, Darul Wathan, Mesir.