Pada artikel sebelumnya, telah penulis uraikan pembahasan mengenai pentingnya menjaga lisan. Penulis juga merasa penting bagi kita untuk mengetahui macam-macam dosa lisan yang saat ini dianggap sepele atau biasa di kalangan masyarakat, bahkan di kalangan orang-orang yang terbiasa menghadiri majelis ilmu.
Penulis berharap tulisan ini bisa menjadi pengingat bagi diri sendiri maupun saudari sesama muslimah agar kita dapat lebih berhati-hati sehingga tidak terjatuh dalam dosa-dosa lisan yang akan disebutkan di bawah ini.
Membicarakan semua yang didengar
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَفَى بِالْمَرْءِ آثِمًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا يَسْمَعُ
“Cukuplah seseorang berdosa dengan membicarakan semua yang ia dengar.” (HR. Muslim)
Semua perkataan atau berita yang sampai ke telinga kita, belum tentu semuanya adalah berita yang benar. Jangan sampai kita terhitung sebagai pendusta hanya karena menyampaikan semua yang kita dengarkan.
Bicara tanpa guna dan berlebihan
Termasuk kerugian adalah membicarakan hal-hal yang tidak berguna, dan berbicara lebih dari yang diperlukan, yang dikenal dengan istilah fudhulul kalam. Allah Ta’ala berfirman,
لَّا خَيْرَ فِى كَثِيرٍ مِّن نَّجْوَىٰهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَٰحٍۭ بَيْنَ ٱلنَّاسِ
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.” (QS. An-Nisa: 114)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
“Di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak berguna.” (HR. At Tirmidzi)
Atha’ bin Abi Rabbah mengatakan, “Orang-orang sebelum kalian tidak menyukai berbicara lebih dari yang diperlukan. Mereka menganggap kata-kata selain Al-Qur’an, sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, memerintahkan kebaikan, dan mencegah kemungkaran, atau membicarakan kebutuhan hidup yang tidak bisa dikesampingkan adalah sebagai kata-kata yang tidak berguna, melebihi dari yang diperlukan.”
Berkata keji
Wanita muslimah bukanlah wanita yang tajam lidahnya atau suka mengucapkan kata-kata yang buruk. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِيَّاكُمْ وَالْفُحْشَ، فَإِنَّ الله لاَ يُحِبُّ الْفُحْشَ وَلَا التَّفَحُشَ
“Hindarilah oleh kalian perbuatan keji, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai kekejian dan sengaja berbuat keji.” (HR. Muslim dan an-Nasa`i)
Gibah
Gibah adalah membicarakan orang lain dengan sesuatu yang tidak disukainya, saat yang bersangkutan tidak ada. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَتَدْرُونَ مَا الْغَيْبَةُ؟ قَالُوا : اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ : ذِكْرُكَ أَحَاكَ بمَا يَكْرَهُ، قِيْلَ : أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُوْلُ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيْه مَا تَقُوْلُ فَقَد اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْه فَقَدْ بَهَنَّهُ
“Tahukah kalian, apakah gibah itu?” Para sahabat menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.’ Beliau bersabda, “Kamu menyebut-nyebut tentang saudaramu dengan sesuatu yang tidak ia sukai.” Lalu ada yang bertanya, ‘Bagaimana bila ucapanku tentang saudaraku itu benar?’ Beliau menjawab, “Bila ucapanmu tentang saudaramu benar, berarti kamu menggunjingnya; dan bila tidak benar, berarti kamu berbuat dusta kepadanya.” (HR. Bukhari)
Allah Ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)
Baca juga: Penjarakan Lisanmu
Namimah (adu domba)
Namimah adalah menyebarluaskan pembicaraan di khalayak manusia dengan maksud untuk merusak hubungan, serta menciptakan permusuhan dan kebencian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ أُنبِّئُكُمْ مَا الْعَضْهُ هِىَ النَّمِيْمَةُ الْقَالَةُ بَيْنَ النَّاسِ
“Maukah kalian aku beritahu apa itu dusta? Dusta adalah adu domba, banyak memicu permusuhan di antara sesama.” (HR. Muslim)
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَّهِينٍ * هَمَّازٍ مَّشَّآءٍۭ بِنَمِيمٍ * مَّنَّاعٍ لِّلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ * عُتُلٍّۭ بَعْدَ ذَٰلِكَ زَنِيمٍ
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya.” (QS. Al-Qalam: 10-13)
Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ
“Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tukang adu domba adalah seorang yang bermuka dua. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَتَحِدُوْنَ شَرَّ النَّاسِ ذَا الْوَجْهَيْنِ، الَّذِى يَأْتِي هَؤُلاَءِ بِوَجْهِ، وَيَأْتِي هَؤُلاء بوَجْه
“Dan kalian akan menemukan manusia terburuk, yaitu yang bermuka dua, yang mendatangi satu kaum dengan satu muka dan mendatangi kaum lain dengan muka berbeda.” (HR. Bukhari dan Muslim )
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ كَانَ لَهُ وَجْهَانِ فِى الدُّنْيَا، كَانَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لِسَانَانِ مِنْ نَارٍ
“Barangsiapa memiliki dua muka di dunia, kelak memiliki dua lisan dari neraka pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dalam al-Adab al–Mufrad)
Bercanda
Bercanda adalah bergembira bersama orang lain. Dan ia terbagi menjadi tiga kondisi:
Pertama, bercanda mubah. Yaitu, bercanda ringan yang tidak mendatangkan murka Allah, menyakiti orang lain, dan perkara yang diucapkan adalah hal yang benar. Hal ini sebagaimana canda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
يَا رَسُوْلَ الله، إِنَّكَ تُدَاعْبُنَا، قَالَ : إِنّى لاَ أَقُولُ إِلا حَقًّا
“Wahai Rasulullah, Anda bercanda dengan kami.” Nabi bersabda, “Sungguh aku tidak mengatakan, kecuali kebenaran.” (HR. At-Tirmidzi)
Kedua, bercanda makruh. Yaitu, bercanda yang berlebihan dan sering dilakukan. Banyak tertawa menyebabkan kerasnya hati, menimbulkan kedengkian, serta meruntuhkan wibawa dan harga diri.
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِيَّاكَ وكثرة الضحك، فَإِنَّهُ يُمِيتُ القَلْبَ، وَيُذْهَبُ بنُور الوجه
“Jangan banyak tertawa, karena itu mematikan hati dan menghilangkan cahaya di wajah.” (HR. Ahmad)
Ketiga, bercanda haram. Yaitu, bercanda dusta, yang mendatangkan kemurkaan Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ يُضْحِكُ بِهَا جُلَسَاءَهُ يَهْوِى بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ منَ الثَّرَيَّا
“Sungguh, seseorang mengucapkan kata-kata yang membuat teman duduknya tertawa, (namun) dengan kata-kata itu ia terhempas ke neraka lebih jauh dari bintang kartika.” (HR. Ibnu Abi ad-Dunya)
Mencela dan mengutuk
Dari Abdullah bin Mas’ud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ المَرْءُ الْمُؤْمِنُ بالطَعَانِ وَلاَ ِباللَعَانِ وَلاَ ِبالْفَاحِشِ وَلَا بالْبَذىء
“Mukmin itu bukanlah orang yang suka mencela, melaknat, berkata keji, dan berkata kotor.” (HR. At Tirmidzi)
[Bersambung]
***
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
1) Ahmad, Nada Abu. 2014. 300 Dosa Yang Diremehkan Wanita. (U. Mujtahid, Terjemahan). Solo: Kiswah Media.
2) Katsir, Ibnu. 2014. Shahih Tafsir Ibnu Katsir. (Tim Pustaka Ibnu Katsir, Terjemahan). Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir.