Pada artikel sebelumnya, penulis telah menyebutkan beberapa dosa yang dianggap biasa. Berikut ini, penulis akan melanjutkan pembahasannya.
Merendahkan dan menghina orang lain
Allah Ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat: 11)
Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang kita untuk menghina orang lain, yakni dengan meremehkan dan mengolok-olok. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاس
“Takabur (sombong) adalah menentang kebenaran dan meremehkan (merendahkan) manusia.” (HR. Muslim)
Makna yang dimaksud adalah menghina dan meremehkan orang lain. Perbuatan tersebut diharamkan, sebab barangkali orang yang dihina tersebut memiliki kedudukan yang lebih tinggi di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan lebih dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala daripada orang yang menghina. (Tafsir Ibnu Katsir)
Tidak menepati janji
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلَاثَ مَنْ كُنَّ فِيْهِ فَهُوَ مُنَافِقٌ وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ، إذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اثْتُمنَ حَانَ
“Ada tiga tanda, barangsiapa dalam dirinya terdapat tanda-tanda itu berarti ia munafik, meskipun ia salat, puasa, dan mengaku muslim; yakni bila berbicara, dia dusta, bila berjanji, dia mengingkari, dan bila dipercaya, dia berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menuduh zina
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَرْمُونَ ٱلْمُحْصَنَٰتِ ٱلْغَٰفِلَٰتِ ٱلْمُؤْمِنَٰتِ لُعِنُوا۟ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah (dari berbuat zina), lagi beriman, mereka mendapatkan laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar.” (QS. An-Nur: 23)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اجتنبوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ ، قِيلَ : يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا هُنَّ؟ قَالَ : الشِّرْكُ بالله وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ الله إلا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلَّى يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَدْفُ الْمُحْصَنَات الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلات
“Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!’ Para sahabat bertanya, ‘Apa saja itu wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah tanpa alasan yang dibenarkan, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri saat berkecamuk perang, dan menuduh zina wanita baik-baik, beriman, dan lalai (dari kemaksiatan).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Asyik membicarakan kebatilan
Ini terjadi dengan duduk bersama kawan-kawan buruk, membicarakan kemaksiatan-kemaksiatan dan para pelakunya, juga membicarakan segala sesuatu yang membangkitkan syahwat, insting biologis, menggunjing, mencela orang lain, menebar fitnah, dan menyebarluaskan gosip yang menyangkut harga diri orang lain. Manusia yang paling banyak kesalahannya adalah yang paling banyak membicarakan kebatilan. Al-Qur’an menuturkan perkataan mereka pada hari kiamat,
وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ ٱلْخَآئِضِينَ
“Dan adalah kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya.” (QS. Al-Mudatstsir: 45)
Allah melarang kita berteman dengan orang-orang seperti itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَلَا تَقْعُدُوا۟ مَعَهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا۟ فِى حَدِيثٍ غَيْرِهِۦٓ ۚ إِنَّكُمْ إِذًا مِّثْلُهُمْ
“Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka.” (QS. An-Nisa`: 140)
Banyak mengajukan pertanyaan yang tidak berguna
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ الله كَرِهَ لَكُمْ ثَلَاثًا : قِيْلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ
“Sungguh Allah tidak menyukai dari kalian tiga perkara; melakukan desas-desus, menyia-nyiakan harta, dan banyak bertanya.” (HR. Muslim)
Berdusta
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصَّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكتب عنْدَ الله صديقًا، وإياكُمْ وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الفُجُوْرِ، وَإِنْ الْفُحُوْرَ يَهْدى إلَى النَّارِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ الله كَذَّابًا
“Hendaklah kalian selalu jujur, karena kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang senantiasa bertindak jujur dan meniti kejujuran hingga ditulis sebagai orang jujur di sisi Allah. Jauhilah dusta, karena dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu membawa ke neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan meniti kedustaan hingga dicatat sebagai pendusta di sisi Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Saksi palsu
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ بِٱلْقِسْطِ شُهَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمْ أَوِ ٱلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ ۚ إِن يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَٱللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلْهَوَىٰٓ أَن تَعْدِلُوا۟ ۚ وَإِن تَلْوُۥٓا۟ أَوْ تُعْرِضُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak, dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa`: 135)
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman agar mereka senantiasa menegakkan keadilan, tidak condong ke kanan dan ke kiri, tidak lemah karena celaan orang yang mencela, dan tidak dipalingkan oleh siapa pun. Dan mereka diperintahkan agar tolong-menolong, bantu-membantu, dan bahu-membahu dalam menegakkan keadilan tersebut. (Tafsir Ibnu Katsir)
Mengingkari kebaikan suami
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
شهدتُ مع رسول الله صلى الله عليه وسلم الصلاة يوم العيد، فبدأ بالصلاة قبل الخُطبة، بغير أذان ولا إقامة، ثم قام مُتَوَكِّئاً على بلال، فأمر بتقوى الله، وحث على طاعته، وَوَعَظَ الناس وذَكَّرَهُم، ثم مَضَى حتى أتى النساء، فَوَعَظَهُن وذَكَّرَهُن، فقال: «تَصَدَّقْنَ، فإن أكثركُنَّ حَطَبُ جهنم»، فقامت امرأة من سِطَةِ النساء سَفْعَاءُ الْخَدَّيْنِ، فقالت: لم؟ يا رسول الله قال: «لأَنَّكُنَّ تُكْثِرْنَ الشَّكَاةَ، وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ»، قال: فجعلن يتصدقن من حُلِيِّهِنَّ، يُلْقِينَ في ثوب بلال من أَقْرِطَتِهِنَّ وَخَوَاتِمِهِنَّ
“Aku melaksanakan salat id bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau memulai dengan salat sebelum khotbah tanpa adzan dan ikamah. Kemudian beliau berdiri bersandar kepada badan Bilal. Beliau memerintahkan untuk bertakwa kepada Allah, memotivasi untuk menaati Allah, memberikan nasihat, serta memperingatkan manusia.
Kemudian berlalu sampai beliau mendatangi para wanita, lalu beliau menasihati dan memperingatkan mereka, lalu bersabda, “Bersedekahlah kalian karena kebanyakan kalian adalah kayu bakar neraka!” Kemudian seorang wanita berdiri di barisan tengah dengan pipi merona dan berkata, “Mengapa, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Karena kalian banyak mengeluh dan kalian sering mengingkari (kebaikan suami).”
Jabir berkata, “Maka para wanita bersedekah dari perhiasan mereka yang mereka lemparkan ke baju Bilal. Dari awal hingga ujung barisan mereka.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Diperlihatkan api neraka kepadaku, ternyata kebanyakan penduduknya adalah kaum wanita yang ingkar.” Kemudian ditanyakan kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, apakah mereka mengingkari Allah?’ Beliau menjawab, ‘Tidak, melainkan mereka mengingkari pemberian dan kebaikan suami. Seandainya ia (seorang suami) berbuat baik kepada seseorang di antara mereka sekian lamanya, lalu ia (si istri) melihat sedikit celamu, maka ia pun segera berceloteh, ‘Aku tidak pernah melihat kebaikanmu sama sekali.’” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِلَى امْرَأَةِ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَفِي رِوَايَةٍ لا تَشْكُرُ زَوْجَهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ
“Allah Tabaraka wa Ta’ala tidak akan melihat kepada seorang wanita yang tidak berterima kasih kepada suaminya, padahal ia membutuhkannya.” (HR. Hakim)
Sebagai penutup, penulis rasa cukup bagi kita untuk merenungi hadis di bawah ini. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ
“Orang muslim adalah orang yang tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan dan tangannya, dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan larangan Allah.” (HR. Bukhari)
Wa saallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.
[Selesai]
***
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
1) Ahmad, Nada Abu. 2014. 300 Dosa Yang Diremehkan Wanita. (U. Mujtahid, Terjemahan). Solo: Kiswah Media
2) Katsir, Ibnu. 2014. Shahih Tafsir Ibnu Katsir. (Tim Pustaka Ibnu Katsir, Terjemahan). Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir