Wahai muslimah yang semoga senantiasa dirahmati Allah Ta’ala. Hendaklah kita sebagai seorang muslimah wajib memilih calon pasangan yang baik sebelum menikah. Kriteria pasangan yang baik sesungguhnya telah termaktub di dalam Al-Quran dan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya adalah sebuah hadis dari Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi dalil mengenai kriteria utama seorang muslim dalam memilih calon istri seorang muslimah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ليتّخذ أحدكم قلباً شاكراً، ولساناً ذاكراً، وزوجةً تعينه على أمرالآخرة
“Hendaklah salah seorang di antara kalian selalu mencari hati yang senantiasa bersyukur, lisan yang senantiasa berzikir kepada Allah, dan istri salehah yang bisa membantu kalian dalam perkara akhirat (untuk meraih akhirat).” (HR. Ahmad no. 22437 dan disahihkan Syaikh Al-Albani di dalam Ash-Shahihah no. 2176)
Syaikh Bakr Abu Zaid di dalam kitabnya An-Nawazil (hal. 91) mengatakan, hadis di atas juga menjadi dalil larangan bergaul kepada ahlul bid’ah atau orang-orang yang berpemahaman sesat. Seperti orang-orang Iraq yang banyak menikahi orang-orang Iran, maka mereka kebanyakan menjadi Syi’ah.
Wahai muslimah, salah dalam memilih calon pasangan bisa membawa kita kepada kesengsaraan dan kerugian di dunia dan di akhirat. Bahkan, seorang ‘alim pun bisa terjerumus ke dalam kemurtadan (keluar dari Islam), karena salah memilih calon pasangan. Oleh karena itu, kita sebagai muslimah hendaknya belajar dari hikmah demi hikmah yang bisa kita pelajari dari kisah-kisah para ulama terdahulu. Agar senantiasa berdiri teguh berada di atas jalan yang haq dan berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi pribadi yang shalihah.
Ada tiga buah kisah hikmah dari para ulama yang bisa kita petik akibat kesalahan seorang muslim saat memilih calon istri. Di antaranya:
Kisah Imran bin Hiththan dan wanita Khawarij
Dikisahkan oleh Al-Madain di dalam kitab Syi’ar Alam An-Nubala karya Adz-Dzahabi, bahwa ada seorang ulama ahlusunnah wal jama’ah bernama Imran bin Khiththan yang berwajah kurang tampan, kemudian menikahi wanita cantik jelita bernama Hamnah. Hamnah adalah seorang wanita yang berpemahaman Khawarij (sesat). Suatu hari, Hamnah berkata kepada Imran, suaminya, “Wahai suamiku, aku dan kamu pasti akan masuk surga, karena aku mendapatkan musibah menikahi engkau yang jelek. Namun, aku bersabar. Dan kamu mendapatkan nikmat, yaitu mendapatkan aku yang shalihah dan engkau bersyukur kepada Allah.” Kemudian, Imran menjadi sesat.
Kisah Abdullah Al-Qasimi dan wanita ateis
Ia adalah seorang pemuda cerdas yang memiliki pemahaman sangat baik. Ia lahir pada tahun 1907. Ia menulis buku, “Pertentangan antara Islam dan Kaum Paganisme (Pemuja Berhala)” untuk mengkritik secara ilmiah ulama di Mesir. Bukunya kemudian dipuji oleh para ulama dan juga guru-gurunya. Namun, karena seringnya dipuji, mulailah timbul kesombongan dari dalam dirinya. Sehingga, setiap ia menulis buku, ia menulisnya dengan pujian sebagaimana seringnya ulama memujinya. Lalu, Abdullah yang dipuja para ulama kemudian jatuh cinta kepada seorang wanita ateis dari Beirut, Lebanon. Setelahnya, ia menjadi murtad, dan wafat pada tahun 1996 dalam keadaan murtad.
Kisah seorang muazin dan wanita Nasrani
Tertulis di dalam sebuah kitab yang menceritakan tentang kisah-kisah orang yang wafat dalam kondisi su’ul khatimah. Ada seorang muazin yang setiap kali hendak azan, ia selalu menaiki sebuah menara yang tinggi. Suatu hari setelah mengumandangkan azan, ia melihat ke arah bawah menara. Terlihatlah sebuah rumah dan di dalamnya ada seorang wanita Nasrani yang memiliki putri yang cantik jelita. Muazin ini selalu melihat gadis cantik ini setelah selesai mengumandangkan azan. Dilihatnya lagi dan lagi, begitu terus setiap hari. Akhirnya, ia jatuh cinta kepada gadis cantik ini. Ia mendatangi rumah gadis tersebut dan melamarnya. Namun, wanita tersebut berkata, “Tidak akan mungkin ibuku mengizinkan aku menikahi seorang muslim.”
Lalu, demi menikahi wanita ini, sang muazin murtad (masuk ke dalam agama Nasrani). Setelah mereka menikah, pada saat malam pertama pernikahan, sang muazin menaiki anak tangga hendak menuju kamar mereka di lantai dua. Ia terpeleset dan terjatuh, kemudian meninggal dunia. Ia wafat dalam keadaan murtad, bahkan belum sempat menikmati indahnya malam pertama bersama istri Nasraninya tersebut.
Ada beberapa hikmah yang terkandung dari ketiga kisah di atas, di antaranya:
Pertama: Memilih pasangan yang buruk akan membawa kita kepada keburukan.
Kedua: Seorang pemuda yang biasa-biasa saja, ketika mendapatkan istri shalihah, maka ia pun bisa terwarnai dengan istri shalihah.
Ketiga: Betapa besar pengaruh wanita kepada suaminya. Sehingga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mewasiatkan sebuah hadis kepada Mu’adz bin Jabal,
يا معاذ ، قلب شاكر ، ولسان ذاكر ، وزوجة صالحة تعينك على أمر دنياك ودينك خير ما اكتنز الناس
“Wahai Mu’adz, hendaklah engkau senantiasa mengambil hati yang senantiasa bersyukur kepada Allah, lisan yang berzikir kepada Allah, dan istri salehah yang membantumu atas perkara agamamu. Dan agama adalah perkara yang paling baik dibandingkan dengan harta yang disimpan oleh manusia.” (HR. Baihaqi no. 4116 dan disahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam kitab Shahihul Jami’ no. 4409)
Semoga kisah-kisah hikmah yang dibawakan oleh para ulama senantiasa menyadarkan kita tentang pentingnya meneliti calon pasangan kita sebelum melangsungkan pernikahan. Wallahu Ta’ala a’lam.
[Selesai]
***
Tangerang Selatan, Safar 1446
Penulis: Rizki Megasari
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Faedah kajian pekanan kitab “Arba’una Nashihah li Ishlahil Buyut (40 Nasihat Memperbaiki Rumah Tangga)” oleh Ustadz Sulaiman Abu Syaikha Hafidzahullah, Masjid An-Naba, Tangerang Selatan.