Memilih pasangan yang baik (lanjutan)
Saudariku yang semoga senantiasa dirahmati Allah Ta’ala. Sebelum kita menikah, hendaknya kita meneliti calon pasangan kita terlebih dahulu. Ada beberapa kiat tentang bagaimana cara meneliti wanita tersebut shalihah dan pria tersebut shalih sebelum menikah, di antaranya: [1]
Bertanya dengan cara yang baik
Bertanya kepada pihak pria yang hendak melamar, atau bertanya kepada pihak wanita yang hendak dilamar, bertanya kepada temannya dan tetangganya, dan seterusnya dalam rangka mengumpulkan informasi.
Mencari tahu dengan cermat
Agar tidak menerima secara bulat-bulat seluruh informasi yang diterima atau terkesima dengan penampilan zahirnya.
Mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya
Melakukan verifikasi dan memvalidasi sumber berita (tabayyun)
Sebagaimana yang Allah Ta’ala perintahkan,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6)
Mencari berita yang benar, agar rumah tangga tidak hancur dan binasa
Sebagaimana yang dilakukan oleh Fathimah binti Qais pada saat hendak dilamar dua orang pria, yaitu Abu Jahm dan Mu’awiyyah, maka Fathimah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا حَلَلْتِ فَآذِنِينِي فَآذَنْتُهُ فَخَطَبَهَا مُعَاوِيَةُ وَأَبُو جَهْمٍ وَأُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا مُعَاوِيَةُ فَرَجُلٌ تَرِبٌ لَا مَالَ لَهُ وَأَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَرَجُلٌ ضَرَّابٌ لِلنِّسَاءِ وَلَكِنْ أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ فَقَالَتْ بِيَدِهَا هَكَذَا أُسَامَةُ أُسَامَةُ فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَاعَةُ اللَّهِ وَطَاعَةُ رَسُولِهِ خَيْرٌ لَكِ قَالَتْ فَتَزَوَّجْتُهُ فَاغْتَبَطْتُ
“Jika kamu telah halal (selesai masa iddah), maka beritahukanlah kepadaku.” Setelah masa iddahku selesai, saya memberitahukan kepada beliau. Tidak lama kemudian Mu’awiyah, Abu Jahm, dan Usamah bin Zaid datang melamarnya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Mu’awiyah adalah orang yang miskin harta, sedangkan Abu Jahm suka memukul wanita, sebaiknya kamu memilih Usamah.” Maka Fathimah mengelak dan berisyarat dengan tangannya tanda tidak setuju, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, “Ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya adalah lebih baik bagimu.” Fathimah berkata, “Kemudian saya menikah dengan Usamah, ternyata saya bahagia.” [2]
Hikmah hadis ini adalah bahwa Rasulullah tidak merekomendasikan pria yang suka melakukan kekerasan (KDRT) atau pria yang kekurangan dari sisi nafkah.
Kemudian, bagaimana cara kita mengenali sifat calon pasangan yang hendak kita nikahi?
Di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin karya Al-Ghazali rahimahullah, ada enam sifat wanita yang perlu diwasapadai dan tidak dianjurkan untuk dinikahi (menurut sebagian orang Arab), yaitu:
Pertama: Sifat Annanah ( أَنَّانَةَ ): wanita yang banyak mengeluh dan mengadu.
Suami yang menikahi wanita seperti ini akan menjadi pusing, bermasalah, dan tidak bahagia, karena selalu mendengar keluhan dan aduan dari lisan istrinya, terutama pada saat pulang ke rumah setelah sibuk mencari nafkah di luar. Efek buruk dari sifat wanita seperti ini adalah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan bahkan pembunuhan yang dilakukan oleh suaminya.
Kedua: Sifat Mannanah ( مَنَّانَةَ ): wanita yang suka mengungkit-ungkit kebaikan dirinya kepada suaminya dan tidak mensyukuri kebaikan suaminya.
Pada saat Rasulullah selesai melaksanakan khotbah salat Idulfitri dan Iduladha, Rasulullah mendapati sekelompok wanita sahabiyah, kemudian berpesan [3]:
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ وَأَكْثِرْنَ الْاِسْتِغْفَارَ ، فَإِنِّـيْ رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ
“Wahai wanita, bersedekahlah dan perbanyaklah beristigfar (mohon ampun kepada Allâh) karena sungguh aku melihat kalian sebagai penghuni neraka yang paling banyak.”
Berkatalah seorang wanita yang cerdas di antara mereka:
وَمَا لَنَا ، يَا رَسُوْلَ اللهِ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ؟
“Mengapa kami sebagai penghuni neraka yang paling banyak, wahai Rasulullah?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ ، وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ
“Karena kalian sering melaknat dan sering mengingkari kebaikan suami.”
Lalu, para sahabiyah melepaskan perhiasan mereka dan mereka sedekahkan di jalan Allah.
Ketiga: Sifat Hannanah ( حَنَّانَةَ ): wanita yang suka merindukan suami orang lain.
Bahkan, seorang ahli ilmu atau dai juga bisa menjadi tahbib dari sifat hananah ini. Tahbib adalah merusak rumah tangga orang lain. Seperti, ada seorang wanita bersifat hananah yang terus menerus curhat mengeluhkan masalah rumah tangganya kepada seorang ustaz. Sehingga sang ustaz menyuruh wanita itu bercerai dan kemudian dinikahi oleh ustaz tersebut.
Keempat: Sifat Haddaqah ( حَدَّاقَةَ ): wanita yang memandang tajam segala sesuatu yang ia inginkan. Inilah wanita yang bersifat boros dan konsumtif. Wanita seperti ini, akan membebani suaminya dan kelak suaminya akan menghalalkan segala cara demi memenuhi kebutuhan konsumtif istrinya.
Kelima: Sifat Barraqah ( بَرَّاقَةَ ): Ada dua makna yang terkandung dari sifat ini, yaitu:
1) Wanita yang senang sekali bersolek atau berdandan hingga ke luar rumah.
2) Wanita yang suka marah dan tidak bersyukur terhadap pemberian suami.
Contoh: istri yang marah-marah seperti anak kecil ketika diberikan uang yang sedikit atau dibelikan makanan dalam jumlah yang sedikit oleh suaminya.
Keenam: Sifat Syaddaqah (شَدَّاقَةَ): wanita yang lebar mulutnya, yaitu wanita yang suka menghasut, gibah, namimah, dan semisalnya, alias wanita yang suka rumpi.
Ketahuilah bahwa Allah Ta’ala membeci orang yang “tsartsarun ( الثَّرْثَارُونَ )”, yaitu orang yang banyak bicara dan “mutashaddaqin”, yaitu orang yang senang bercerita hal yang tidak penting.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid di dalam kitabnya juga menuliskan beberapa ciri-ciri wanita shalihah dan pria yang shalih sebagai kriteria saat hendak dinikahi. Di antaranya [4]:
Ciri wanita shalihah ada lima, yaitu:
1) Baik agamanya.
2) Menjadikan sifat shalihahnya sebagai perhiasan.
3) Hatinya selalu bersyukur kepada Allah, lisan yang selalu berdzikir kepada Allah, dan membantu suaminya dalam perkara dunia dan akhirat.
4) Sabar dan penyayang.
5) Rida jika diberikan dengan yang sedikit.
Ciri suami shalih ada dua, yaitu:
1) Baik akhlaknya.
2) Baik agamanya, yang meliputi baik akidahnya dan baik amal shalih-nya.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa melindungi kita dari akhlak dan agama yang buruk dari pasangan kita, serta memberikan kebahagiaan di dalam kehidupan kita, khususnya di dalam rumah tangga. Wallahu Ta’ala a’lam.
[Bersambung]
Kembali ke bagian 2 Lanjut ke bagian 4
***
Tangerang Selatan, Safar 1446 H
Penulis: Rizki Megasari
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Faidah Kajian Pekanan Kitab “Arba’una Nashihah li Ishlahil Buyut (40 Nasihat Memperbaiki Rumah Tangga)” oleh Ustadz Sulaiman Abu Syaikha hafidzahullah, Masjid An-Naba, Tangerang Selatan.
Catatan kaki:
[1] Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid, Arba’una Nashihah li Ishlahil Buyut, hal. 19.
[2] HR. Muslim no. 2720.
[3] HR. Bukhari no. 1462 dan Muslim no. 80.
[4] Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid, Arba’una Nashihah li Ishlahil Buyut, hal. 17-18.