Bismillaah..
Salah satu hak anak yang perlu dipenuhi ibunya adalah hak disusui. Hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala,
وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةٌۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦ ۚ وَعَلَى ٱلْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ ءَاتَيْتُم بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.
Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 233)
Dalam Tafsir As-Sa’di dijelaskan bahwa ayat ini berisi perintah, yaitu hendaklah (ibu-ibu) “menyusukan anak-anaknya selama dua tahun.” Dan ketika tahun itu diartikan sebagai setahun yang sempurna atau setahun kurang sedikit, Allah berfirman, “dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” Apabila seorang bayi telah sempurna dua tahun menyusu, maka telah selesailah masa penyusunnya dan air susu yang ada setelah itu berfungsi sama dengan segala macam makanan. Oleh karena itu, penyusunan yang terjadi setelah dua tahun itu tidaklah dianggap dan tidak mengharamkan (tidak menjadikan teman sesusuan mahram baginya). [1]
Ibu Menyusui Lebih Baik Puasa atau Tidak?
Ketika bulan Ramadan datang, setiap muslim dan muslimah tentu akan bersemangat menyambutnya dan berusaha melaksanakan puasa Ramadan semaksimal kemampuannya, tak terkecuali ibu yang menyusui. Namun timbul pertanyaan, ibu menyusui lebih baik melaksanakan puasa atau tidak?
Pertanyaan tersebut pernah ditanyakan seorang ibu yang sedang menyusui anaknya yang berusia 10 bulan kepada Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafidzahullaahu ta’ala. Ibu tersebut ingin melaksanakan puasa Ramadan, tetapi ketika melaksanakan puasa Senin dan Kamis (sebelum Ramadan) beliau merasa kehausan dan kelelahan. Apakah lebih baik ibu berhenti menyusui anaknya agar bisa puasa atau ibu tidak berpuasa agar bisa menyusui anaknya? [2]
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafidzahullaahu Ta’ala menjawab,
Pertama, wanita yang hamil atau menyusui yang mengkhawatirkan kondisinya atau anaknya, lebih baik tidak berpuasa dan makruh baginya. Bahkan Sebagian ahlul ‘ilmi berpendapat bahwa jika wanita khawatir kepada anaknya, haram baginya berpuasa dan wajib baginya tidak berpuasa karena dia tidak boleh membahayakan anaknya.
Kedua, jika anak tidak membutuhkan menyusu ibunya, maka wanita tersebut dapat berpuasa dan wajib baginya tidak membatalkan puasanya karena tidak ada keperluan untuk membatalkannya.
Ketiga, jika yang dimaksud dengan “menghentikan menyusui anak” adalah menyapihnya, maka perlu melihat kondisi anak. Jika anak mengalami bahaya karena hal tersebut, maka dia tidak boleh melakukannya. Jika anak tidak mengalami bahaya, maka tidak mengapa dia menyapihnya setelah berdiskusi dengan bapak sang anak dan bersepakat dengannya. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala pada QS. Al-Baqarah ayat 233.
Adapun jika yang dimaksud “menghentikan menyusui anak” adalah menghentikan ASI dan beralih ke susu formula, maka hal tersebut berarti meninggalkan kebaikan ASI terhadap anak. Padahal tidak dapat diragukan lagi tentang pentingnya ASI bagi anak-anak. Dalam kondisi seperti ini, maka seorang wanita tidak boleh menghentikan ASI untuk berpuasa, karena susu formula tidak dapat menggantikan fungsi ASI sama sekali. Karena pentingnya ASI terhadap anak, hal tersebut sudah cukup menjadi uzur untuk tidak berpuasa.
Kondisi Anak yang Mendapat ASI Berdasarkan Sisi Kedokteran
Dari sisi kedokteran, anak membutuhkan ASI secara eksklusif selama enam bulan, lalu dilanjutkan pemberian ASI dan MPASI sampai usia dua tahun. Mengapa demikian? Pada usia <6 bulan, anak belum bisa mengonsumsi makanan padat dan kebutuhan nutrisi dapat dipenuhi dari ASI. Ketika usia 6-11 bulan, ASI hanya dapat memenuhi kebutuhan nutrisi anak sekitar 63-77% sehingga membutuhkan nutrisi lain dari MPASI. Usia 12-23 bulan, ASI hanya dapat memenuhi 44% kebutuhan nutrisi anak sehingga porsi MPASI lebih banyak. [3] Dengan mengetahui sumber nutrisi anak berdasarkan usia ini, seorang ibu dapat mempertimbangkan kondisinya dan anaknya ketika akan berpuasa. Berikut ini tabel indikasi medis kondisi ibu dan anak yang berbahaya jika meneruskan puasa. [4]
Tabel Indikasi Medis Kondisi Ibu dan Anak yang Berbahaya Jika Meneruskan Puasa [4]
Kondisi Ibu | Kondisi Anak |
Penurunan berat badan 0,5-1kg dalam 1 minggu | Berat badan anak tidak naik |
Pusing berputar lama atau berulang | Penurunan berat badan (tanda dehidrasi lanjut) |
Pusing yang berat | Anak masih haus setelah disusui dan tanda anak kelaparan dan kurangnya pemberian ASI |
Urin berwarna pekat | Anak lebih sedikit ganti popok basahnya (terutama anak <6 bulan) |
Rasa terbakar ketika buang air kecil atau tanda infeksi saluran kencing | Anak lemas atau tidak aktif pada waktu yang seharusnya aktif |
Mual atau muntah | Perubahan gerakan usus misalnya jarang buang air besar atau perubahan warna dan konsistensi feses |
Rasa haus yang hanya hilang jika minum (menandakan dehidrasi) | Kulit, bibir, dan lidah kering |
Mulut kering | Mata atau ubun-ubun cekung |
Tanda gula darah rendah atau tekanan darah rendah | Anak tidur lebih lama dari biasanya |
Semoga penjelasan ini dapat memudahkan seorang ibu mengetahui kondisinya dan anaknya ketika ingin berpuasa. Jika qadarullaah ibu tidak memungkinkan untuk berpuasa, semoga Allah Ta’ala memudahkan ibu memaksimalkan beribadah di bulan Ramadan dengan bentuk ibadah yang lain.
Baca juga: Menyusui Sebagai Momen Tarbiyah
—
Penulis: Victa Ryza Catartika
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
[1] As-Sa’di, Abdurrahman bin Nashir. 1423 H. Taisirul Karimir Rahman Fi Tafsiri Kalamil Mannan. Beirut: Muassasah Ar Risalah.
[2] https://islamqa.info/ar/answers/50008/هل-الأفضل-أن-تفطر-لترضع-ولدها-أو-تقطع-الرضاعة-وتصوم
[3] WHO Guideline for complementary feeding of infants and young children 6–23 months of age [Internet]. Geneva: World Health Organization; 2023. 3, Recommendations. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK596423/
[4] Yate, Z., & Soliman, S. M. A. (2022). Lactation assessment for Muslim breastfeeding women who fast during Ramadan: Understanding an Islamic legal dispensation. Journal of Human Lactation, 38(3), 525–530. https://doi.org/10.1177/08903344221093372