Sebelum kita masuk ke nasikh dan mansukh, maka kita kan membahas terlebih dahulu apa itu nasikh dan mansukh.
Nasikh secara bahasa adalah menghilangkan, menghapuskan, dan memindahkan.
Di antaranya adalah yang terdapat pada firman Allah subhanahu wa ta’ala,
فَيَنسَخُ ٱللَّهُ مَا يُلْقِى ٱلشَّيْطَٰنُ ثُمَّ يُحْكِمُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦ
“Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya” (QS. Al-Hajj: 52)
Kemudian sekarang kita akan masuk kepada macam-macam dari nasikh yang terdapat di dalam Al-Quran, nasikh di dalam Al-Quran terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Bacaan dan hukumnya dihapus secara berbarengan.
Contohnya adalah ayat yang menyatakan 10 kali penyusuan mengharamkan pernikahan.
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Termasuk di antara ayat-ayat yang diturunkan kepada kami: عشر رضعات معلومات (sepuluh kali susuan yang kenyang). Kemudian ayat ini dihapus dengan lima kali susuan. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, ayat-ayat itu masih dibaca sebagai bacaan Al-Quran.” (HR. Bukhari-Muslim)
Para ulama telah membahas maksud dari perkataan Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Dan ayat-ayat itu masih dibaca sebagai Al-Quran”, karena zahirnya bacaan itu tetap ada, padahal di Al-Qur’an saat ini, ayat tersebut sudah tidak ada. Sehingga maksudnya adalah tidak demikian (tidak sebagaimana zahirnya). Akan tetapi, maksud dari perkataan tersebut adalah ketika ajal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dekat. Atau bacaan itu juga dinasakh, namun belum sampai kepada seluruh manusia (sahabat), kecuali setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga ketika Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, masih ada yang membacanya sebagai bacaan Al-Quran.
Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ayat itu diturunkan kemudian dihapus.” Makki berkata, “Pada contoh ini, ayat yang mansukh tidak dibaca dan ayat yang me-nasakh juga tidak dibaca. Aku tidak menemukan contoh yang lainnya.”
Baca juga: Faedah dari kata واخشوني dan واخشون di dalam Al-Quran
2. Hukumnya dihapus, namun bacaannya tidak dihapus.
Contohnya adalah firman Allah ‘azza wa jalla,
يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ إِن يَكُن مِّنكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِن يَّكُن مِّنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِّنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لاَ يَفْقَهُونَ
“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu’min itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu, maka mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. (QS. Al-Anfal: 65)
Ayat ini menunjukkan bahwasanya kewajiban bersabarnya dua puluh umat Islam berperang menghadapi dua ratus orang-orang kafir. Dan bersabarnya seratus umat Islam berperang menghadapi seribu orang-orang kafir. Artinya, satu orang muslim tidak boleh lari ketika menghadapi sepuluh orang kafir.
Kemudian hukum ini dihapus dengan firman Allah selanjutnya,
الْئَانَ خَفَّفَ اللهُ عَنكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا فَإِن يَكُن مِّنكُم مِّائَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِن يَكُنْ مِّنْكُمْ أَلْفٌ يَغْلِبُوا أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ اللهِ وَاللهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui padamu bahwa ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang; dan jika di antaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal: 66)
Artinya, ketentuan sebelumnya dihapus. Seorang muslim tidak boleh lari dari peperangan ketika berhadapan dengan dua orang kafir.
Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
لَمَّا نَزَلَتْ ( إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ ) شَقَّ ذَلِكَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ حِينَ فُرِضَ عَلَيْهِمْ أَنْ لَا يَفِرَّ وَاحِدٌ مِنْ عَشَرَةٍ فَجَاءَ التَّخْفِيفُ فَقَالَ ( الْآنَ خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضُعْفًا فَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ ) قَالَ فَلَمَّا خَفَّفَ اللَّهُ عَنْهُمْ مِنَ الْعِدَّةِ نَقَصَ مِنَ الصَّبْرِ بِقَدْرِ مَا خُفِّفَ عَنْهُمْ
“Ketika turun (firman Allah), “Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh…” (QS. Al-Anfal: 65),
Hal itu berat atas umat Islam, yaitu ketika diwajibkan atas mereka, bahwa satu orang tidak boleh lari menghadapi sepuluh (musuh). Kemudian datanglah keringanan, Allah berfirman: “Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui padamu bahwa ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang.” (QS. Al-Anfal: 66) Ketika Allah telah meringankan dari mereka jumlah (musuh yang wajib dihadapi-red), kesabaranpun berkurang seukuran apa yang Allah telah meringankan dari mereka”. [HR. Bukhari, no. 4653]
Inilah contoh hukum yang mansukh di dalam Al-Quran. Penjelasan mansukhnya hukum dalam ayat 65 surat Al-Anfal di atas, selain dari Ibnu Abbas, juga diriwayatkan dari Mujahid, Atha’, ‘Ikrimah, Al-Hasan Al-Bashri, Zaid bin Aslam, ‘Atha Al-Khurasani, Adh-Dhahhak, dan lainnya.Orang yang menolak adanya mansukh dalam Al-Quran telah menyelisihi penafsiran mereka.
3. Dihapusnya bacaan, tetapi hukumnya tidak dihapus.
Contohnya adalah tentang ayat rajam. Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu berkata,
لَقَدْ خَشِيتُ أَنْ يَطُولَ بِالنَّاسِ زَمَانٌ حَتَّى يَقُولَ قَائِلٌ لَا نَجِدُ الرَّجْمَ فِي كِتَابِ اللَّهِ فَيَضِلُّوا بِتَرْكِ فَرِيضَةٍ أَنْزَلَهَا اللَّهُ أَلَا وَإِنَّ الرَّجْمَ حَقٌّ عَلَى مَنْ زَنَى وَقَدْ أَحْصَنَ إِذَا قَامَتِ الْبَيِّنَةُ أَوْ كَانَ الْحَبَلُ أَوِ الِاعْتِرَافُ قَالَ سُفْيَانُ كَذَا حَفِظْتُ أَلَا وَقَدْ رَجَمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَجَمْنَا بَعْدَهُ
“Sesungguhnya aku khawatir, zaman akan panjang terhadap manusia sehingga seseorang akan berkata, “Kita tidak mendapati rajm di dalam kitab Allah”, sehingga mereka menjadi sesat dengan sebab meninggalkan satu kewajiban yang telah diturunkan oleh Allah. Ingatlah, sesungguhnya rajm adalah haq atas orang yang berzina dan dia telah menikah, jika bukti telah tegak, atau ada kehamilan, atau ada pengakuan.” Sufyan berkata, “Demikianlah yang aku ingat.” “Ingatlah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melakukan rajm, dan kita telah melakukan rajm setelah beliau”. [HR. Bukhari, no. 6829; Muslim, no. 1691; dan lainnya]
Adapun lafazh ayat rajm, disebutkan oleh sebagian riwayat dengan bunyi:
الشَّيْخُ وَالشَّيْخَةُ إِذَا زَنَيَا فَارْجُمُوهُمَا الْبَتَّةَ نَكَالاً مِنَ اللهِ وَ اللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“Laki-laki yang tua (maksudnya: yang sudah menikah) dan wanita yang tua (maksudnya: yang sudah menikah), jika berzina, maka rajamlah keduanya sungguh-sungguh, sebagai hukuman yang mengandung pelajaran dari Allah, dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”
Baca juga: Ketika Orang Tua Mengharapkan Anak Menjadi Ahlul-Quran
—
Penulis: Rizka Fajri Indra
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Nasikh Dan Mansukh, Al-Ustadz Abu Muslim Al-Atsari, https://almanhaj.or.id/3087-nasikh-dan-mansukh.html
Ulumul Quran II (Judul Asli Al-Itqan Fi Ulumil Quran, Imam Suyuthi), cetakan Penerbit Indiva Pustaka
Masya Allah barokallahu fiiki, menambah wawasan anda.
Masya Allah, Barokaallahu fiik