Pernah satu ketika penulis menanyakan perbedaan kata واخشوني dan واخشون di dalam Al-Quran kepada Ustadzah salah satu halaqah Quran yang penulis ikuti.
Tentu jika tidak memperhatikan dan berhati-hati, kita bisa salah atau tertukar dalam membaca dua kata ini. Dikarenakan yang pertama dibaca lebih panjang (dua harakat) dari yang kedua. Terutama ketika kita membacanya dari hafalan, dengan tanpa melihat mushaf.
Dua kata ini terdapat pada tiga ayat pada dua surah berbeda di dalam Al-Quran. Kata واخشوني terdapat pada ayat,
وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُۥ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلَّا ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ مِنْهُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَٱخْشَوْنِى وَلِأُتِمَّ نِعْمَتِى عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan dari mana saja kamu (keluar), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 150)
Sedangkan واخشون terdapat pada ayat,
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ ٱلْمَيْتَةُ وَٱلدَّمُ وَلَحْمُ ٱلْخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ لِغَيْرِ ٱللَّهِ بِهِۦ وَٱلْمُنْخَنِقَةُ وَٱلْمَوْقُوذَةُ وَٱلْمُتَرَدِّيَةُ وَٱلنَّطِيحَةُ وَمَآ أَكَلَ ٱلسَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى ٱلنُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُوا۟ بِٱلْأَزْلَٰمِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ ٱلْيَوْمَ يَئِسَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِن دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَٱخْشَوْنِ ۚ ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا ۚ فَمَنِ ٱضْطُرَّ فِى مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah: 3)
Dan juga,
إِنَّآ أَنزَلْنَا ٱلتَّوْرَىٰةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ ۚ يَحْكُمُ بِهَا ٱلنَّبِيُّونَ ٱلَّذِينَ أَسْلَمُوا۟ لِلَّذِينَ هَادُوا۟ وَٱلرَّبَّٰنِيُّونَ وَٱلْأَحْبَارُ بِمَا ٱسْتُحْفِظُوا۟ مِن كِتَٰبِ ٱللَّهِ وَكَانُوا۟ عَلَيْهِ شُهَدَآءَ ۚ فَلَا تَخْشَوُا۟ ٱلنَّاسَ وَٱخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا۟ بِـَٔايَٰتِى ثَمَنًا قَلِيلًا ۚ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰفِرُونَ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah: 44)
Baca juga: Ketika Orang Tua Mengharapkan Anak Menjadi Ahlul-Quran
Apabila diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia dua kata ini berarti sama yaitu: Takutlah kepadaKu.
Namun jika kita melihat pada bahasa aslinya, yaitu bahasa Arab, terdapat huruf ya (ي) tambahan pada ayat yang terdapat pada surat Al-Baqarah. Fungsinya sebagai penekanan atau peringatan yang lebih besar. Artinya Allah memerintahkan kaum muslimin untuk takut kepadaNya dengan penekanan atau peringatan yang besar.
Sebab jika kita melihat pada konteksnya, ayat ini berkenaan dengan pemindahan posisi kiblat bagi kaum muslimin. Dari yang sebelumnya menghadap ke Baitul Maqdis, menjadi menghadap ke arah Ka’bah di Mekkah.
‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, “Perkara yang pertama kali dinaskh (dihapus hukumnya) di dalam Al-Quran adalah masalah kiblat. Hal itu terjadi ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah. Pada waktu itu mayoritas penduduknya adalah Yahudi. Maka Allah ta’ala memerintahkan untuk menghadap ke Baitul Maqdis. Orang-orang Yahudi pun merasa senang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap ke Baitul Maqdis selama sekitar belasan bulan, padahal beliau sendiri lebih menyukai (untuk menghadapkan wajah ke) kiblat Ibrahim. Karena itu, beliau berdo’a memohon kepada Allah sambil mengadahkan wajahnya ke langit, maka Allah ta’ala pun menurunkan ayat,
قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى ٱلسَّمَآءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَىٰهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
“Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu mengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arahnya.” (QS. Al-Baqarah: 144)
Hal itu menyebabkan orang-orang Yahudi menjadi goncang seraya mengatakan,
مَا وَلَّىٰهُمْ عَن قِبْلَتِهِمُ ٱلَّتِى كَانُوا۟ عَلَيْهَا ۚ قُل لِّلَّهِ ٱلْمَشْرِقُ وَٱلْمَغْرِبُ
“Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya? Katakanlah, ‘Kepunyaan Allah-lah timur dan barat.” (QS. Al-Baqarah: 142) (Ibnu Abi Hatim (I/103), tahqiq: Dr. Al-Ghamidi)
Pemindahan posisi kiblat ini adalah ujian yang berat kaum muslimin. Mengingat posisi kaum muslimin saat itu belumlah kuat, dan masih bertetangga dengan orang-orang Yahudi.
Ibnu Katsir mengatakan, “Ketika hal itu terjadi (pemindahan kiblat -pent), hati sebagian orang dari kalangan munafik dan orang yang ragu-ragu dan kafir dari kalangan Yahudi semakin goncang, menyimpang dari petunjuk, dan terombang-ambing dalam kebimbangan.” (Shahih Tafsir Ibnu Katsir Juz 2, Jilid 1, hal. 489)
Dan firman Allah ta’ala:
جَعَلْنَا ٱلْقِبْلَةَ ٱلَّتِى كُنتَ عَلَيْهَآ إِلَّا لِنَعْلَمَ مَن يَتَّبِعُ ٱلرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِن كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُ
“Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sesungguhnya (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah.” (QS. Al-Baqarah: 143)
Artinya, Allah ‘azza wa jalla seakan-akan berfirman, “Hai Muhammad, pertama kali Kami mensyariatkan kepadamu untuk menghadap ke Baitul Maqdis, lalu Kami palingkan engkau darinya menuju Ka’bah, agar tampak jelas siapa saja orang yang mengikuti dan mentaatimu serta menghadap bersamamu ke mana saja engkau menghadap, “dan siapa yang membelot”, maksudnya murtad dari agamanya. Dan sungguh pengalihan kiblat dari Baitul Maqdis ke Baitullah itu terasa sangat berat bagi mereka, kecuali orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah ta’ala ke dalam hatinya serta meyakini kebenaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan apa yang dibawanya adalah benar, tidak ada keraguan padanya.” (Shahih Tafsir Ibnu Katsir Juz 2, Jilid 1, hal. 495)
Oleh karenanya pada ayat ini Allah memberi penekanan dengan adanya tambahan huruf ya (ي) pada kata واخشوني (takutlah kepadaKu).
Ibnu Katsir mengatakan, “Maksudnya, janganlah kalian takut terhadap hujjah-hujjah yang salah dari orang-orang zalim yang menyusahkan, tetapi takutlah HANYA kepada-Ku SAJA. Sesungguhnya hanya Allah sajalah yang berhak untuk ditakuti daripada mereka.” (Shahih Tafsir Ibnu Katsir Juz 2, Jilid 1, hal. 508)
Adapun pada surat Al Maidah, digunakan kata واخشون tanpa tambahan huruf ya (ي) karena tidak adanya latar konflik pada kedua ayat tersebut. Dan pada surat Al-Maidah ayat ketiga pun disebutkan bahwa orang-orang kafir telah berputus asa untuk mengalahkan umat Islam. Dan Allah telah menyempurnakan agama Islam ini, serta telah mencukupkan nikmatNya untuk kaum muslimin dan telah meridai Islam sebagai satu-satunya agama yang haq disisiNya.
Demikian sedikit faedah yang dapat penulis sampaikan. Dan hanya kepada Allah-lah kita memohon petunjuk.
Baca juga: 5 Hikmah Muraja’ah Al-Quran
—
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
- Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 1, Pustaka Ibnu Katsir Jakarta