Dalam melakukan suatu amal ibadah, hendaknya seorang hamba menyadari akan besarnya karunia Allah terhadap dirinya. Sebab hanya dengan pertolongan dan taufik dari Allah, ia dapat melaksanakan ketaatan tersebut. Sebagaimana firman Allah tabaraka wa ta’ala,
يَمُنُّونَ عَلَيْكَ أَنْ أَسْلَمُوا۟ ۖ قُل لَّا تَمُنُّوا۟ عَلَىَّ إِسْلَٰمَكُم ۖ بَلِ ٱللَّهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَىٰكُمْ لِلْإِيمَٰنِ إِن كُنتُمْ صَٰدِقِينَ
“Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat: 17)
Di sisi lain, hendaknya ia juga menyadari betapa kurangnya ia dalam menghadirkan hati dan kekurangannya dalam menegakkan hak-hak Allah. Maka hanya karena kemurahan dan kebaikan dari Allah, ia mendapatkan ganjaran atas ibadahnya. Kecintaannya kepada Allah pun bertambah dan timbul rasa syukur yang terbalut dalam zikir dan pujian kepadaNya.
Keadaan inilah yang kebanyakan manusia terlupakan darinya, terutama di saat berpuasa dalam bulan Ramadan. Mereka terlalaikan dari syukur terhadap karunia Allah, padahal mereka bergelimang di atasnya. Dan di antara karunia tersebut ialah:
Nikmat Berjumpa Dengan Ramadan
Ramadan adalah bulan yang mulia nan penuh keberkahan. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
“Salat lima waktu, salat Jumat ke salat Jumat berikutnya, puasa Ramadan ke Ramadan berikutnya, semuanya adalah penghapus dosa di antara keduanya jika dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Muslim)
Kemudahan Dalam Ibadah Puasa
Kemudahan ini meliputi tiga hal:
Pertama, berbilangnya hari-hari Ramadan yang kita diwajibkan berpuasa di dalamnya. Allah ta’ala berfirman,
أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ
“(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Kedua, kemudahan dalam pelaksanaan puasa: waktunya singkat yaitu dari terbitnya fajar (fajar shadiq) hingga terbenamnya matahari. Sebagaimana firman Allah,
وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ ٱلْأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلْأَسْوَدِ مِنَ ٱلْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا۟ ٱلصِّيَامَ إِلَى ٱلَّيْلِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah: 187)
Disunahkan juga bagi kita untuk mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka.
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Dahulu aku dan keluargaku makan sahur menjelang masuk waktu subuh, sehingga begitu selesai sahur aku segera salat subuh berjamaah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” (HR. Bukhari, no. 1920)
Dari Sahl bin Sa’id, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
“Seseorang senantiasa dalam kebaikan apabila menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari, no. 1957)
Ketiga, diperbolehkannya kita untuk tidak berpuasa dalam keadaan-keadaan tertentu. Sebagaimana firman Allah,
فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Syaikh As Sa’di mengatakan, “Oleh karena itu, segala perkara yang diperintahkan oleh Allah atas hamba-hambaNya pada dasarnya adalah sangat mudah sekali, namun bila terjadi suatu rintangan yang menimbulkan kesulitan, maka Allah akan memudahkannya dengan kemudahan lain, yaitu dengan menggugurkannya atau menguranginya dengan segala bentuk pengurangan, dan hal ini adalah suatu hal yang tidak mungkin dibahas perinciannya, karena perinciannya merupakan keseluruhan syariat dan termasuk di dalamnya segala macam keringanan-keringanan dan pengurangan-pengurangan.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman Fi Tafsir Kalam Al-Mannan)
Baca juga: Meraih Ampunan di Bulan Ramadan
Anugerah Ilmu Tentang Tata Cara Berpuasa
Betapa banyak manusia yang beribadah namun ibadahnya tersebut tertolak atau malah mendatangkan kemurkaan Allah. Karena terluputnya mereka dari tata cara yang benar dalam melakukan ibadah tersebut. Sebagaimana firman Allah ta’ala,
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَٰشِعَةٌ • عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ • تَصْلَىٰ نَارًا حَامِيَةً
“Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka).” (QS. Al-Ghasyiyyah: 2-4)
Maka ketika kita dapat berpuasa di atas bashirah (pengetahuan) tentangnya, dengan tata cara yang benar dan tidak menyalahi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hendaknya kita memuji Allah.
Pertolongan Allah Dalam Melaksanakan Puasa
Seandainya bukan karena pertolongan Allah, tentu kita tidak dapat melaksanakan ibadah kepadaNya. Dialah yang menggerakkan hati-hati kita untuk berpuasa dan memudahkan kita dalam menjalankannya. Menanamkan iman pada diri kita, pengharapan atas rahmatNya serta takut pada kemurkaanNya. Memberikan kita rezeki berupa kesehatan, kesempatan dan kelapangan untuk dapat sahur dan berbuka.
Salah satu doa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan,
اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“Ya Allah tolonglah diriku untuk selalu mengingatMu, bersyukur kepadaMu dan memperbagus ibadah kepadaMu.”
Pahala yang Dilipatgandakan
Di antara amalan yang agung adalah puasa; padanya terdapat keutamaan dan bagi seorang yang mengerjakannya pahala yang tak terbatas, di mana hanya Allah yang mengetahuinya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa adalah perisai, maka orang yang sedang berpuasa janganlah berkata-kata keji dan berbuat seperti orang yang tidak tahu (agama). Jika seseorang mengajaknya berkelahi atau orang itu memaki-makinya, maka hendaklah ia mengucapkan kepadanya, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa,’ sebanyak dua kali. Demi Allah, yang diriku berada dalam genggamanNya! Sungguh mulut orang yang berpuasa itu disisi Allah lebih harum dari minyak kasturi. Allah berfirman, ‘Ia (orang yang berpuasa itu) sengaja tidak makan, minum dan melepaskan syahwatnya semata-mata karenaKu. Puasa itu adalah untukKu, dan Akulah yang (langsung) membalasnya.’ Sedangkan setiap kebaikan itu balasannya adalah sepuluh kali lipat.” (HR. Bukhari, no. 1894)
Terlebih lagi di bulan Ramadan, pahala dan keutamaan berpuasa di dalamnya lebih agung dan lebih besar. Sebab terkumpul padanya dua kemuliaan: kemuliaan ibadah puasa dan kemuliaan bulan Ramadan itu sendiri.
Maka segala puji hanya bagi Allah Rabbul ‘Alamin.
Baca juga: Jejak-Jejak Ramadan
—
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id
Diintisarikan dari kitab Muhimmat ‘Aqdiyyah Fi ‘Ibadati Ash Shiyam karya Syaikh Prof. Dr. Shalih bin Abdul Aziz bin Utsman Sindi dengan penjelasan tambahan.
Referensi:
- Al Qur’an dan Terjemahannya
- Muhimmat ‘Aqdiyyah Fi ‘Ibadati Ash Shiyam karya Syaikh Prof. Dr. Shalih bin Abdul Aziz bin Utsman Sindi
- Shahih Al Bukhari, Pustaka As Sunnah Jakarta
- HadeethEnc.com