Diriwayatkan dari Nubaisyah Al-Hudzali radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أيام التشريق أيام أكل وشرب
“Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum.”
Dalam riwayat lain,
وذكر لله
“Dan hari-hari mengingat Allah.” (HR. Muslim [1141]).
Hadis ini adalah dalil keutamaan hari tasyriq. Hari tasyriq yaitu hari kesebelas, kedua belas, dan ketiga belas dari bulan Dzulhijjah.
Hari tasyriq merupakah hari-hari yang utama dan momen yang agung. Hari tasyriq merupakan al-ayyam al-ma’dudat yang disebutkan di dalam firman Allah Ta’ala,
وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ فِىٓ أَيَّامٍ مَّعْدُودَٰت
“Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.” (QS. Al-Baqarah: 203)
Ayat di atas menunjukkan dua poin:
Pertama
Hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum; hari-hari menampakkan suka cita dan kegembiraan; menyenangkan keluarga, istri, dan anak-anak dengan sesuatu yang menyegarkan jiwa serta melapangkan dada, yang bukan merupakan perkara haram membahayakan ataupun memalingkan dari ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يوم عرفة ويوم النحر وأيام التشريق عيدنا اهل الإسلام
“Hari Arafah, hari nahr, dan hari-hari tasyriq adalah hari raya kita, orang-orang Islam.” (HR. Abu Dawud [2419], At-Tirmidzi [773], An-Nasa’i [V/252], Ahmad [28/605], Shahih Ibnu Khuzaimah [2100], dan Ibnu Hibban [VIII/368])
Tidak mengapa untuk leluasa dalam makan dan minum, terutama menyantap daging, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan hari-hari tersebut dengan hari-hari makan dan minum. Asalkan tidak mencapai derajat berlebih-lebihan, mubazir, ataupun meremehkan nikmat Allah Ta’ala.
Kedua
Hari tasyriq adalah hari-hari untuk mengingat Allah Ta’ala. Yaitu dengan bertakbir setiap selesai salat, pada setiap waktu, dan pada kondisi-kondisi yang tepat untuk mengingat Allah Ta’ala. Seperti mengingat Allah Ta’ala ketika makan dan minum dengan membaca bismillah di awalnya, lalu mengucapkan tahmid di akhirnya. Walaupun hal ini berlaku di setiap waktu, akan tetapi pada hari-hari tersebut lebih ditekankan lagi.
Maka, hendaknya seorang muslim berhati-hati untuk tidak lalai dari mengingat Allah Ta’ala, seperti ia hanya mengambil bagian dari awal hadis (yakni hari makan dan minum) tetapi meninggalkan akhir hadis (yakni hari mengingat Allah). Sebaiknya ia menyemarakkan waktu-waktu yang utama ini dengan ketaatan, melakukan kebaikan, dan tidak menyia-nyiakannya dengan senda gurau juga bermain-main. Sebagaimana yang dilakukan sebagian orang pada zaman ini, seperti begadang, meninggalkan salat pada waktu yang telah ditetapkan, membuang-buang waktu, menggunakan nikmat Allah Ta’ala untuk bermaksiat kepada-Nya, dan menyibukkan diri dengan alat-alat yang melalaikan (alat musik).
Ketahuilah, bahwa tidak boleh berpuasa pada hari-hari tasyriq secara mutlak, bagi jama’ah haji maupun selainnya. Tidak boleh berpuasa Senin Kamis dan berpuasa pada hari ketiga belas (di bulan Hijriyah) untuk puasa ayyamul bidh, bila bertepatan dengan hari tasyriq, kecuali seorang yang berhaji tamattu’ dan tidak memiliki hadyu. Sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhuma, mereka berkata, “Tidak diberikan keringanan pada hari-hari tasyriq untuk berpuasa kecuali seorang yang tidak memiliki hadyu.” (HR. Bukhari [1894])
Baca juga: Syiar-Syiar Pada Iduladha
—
Diterjemahkan dari kitab Ahadits ‘Asyr Dzilhijjah wa Ayyami Tasyriq Ahkam wa Adab karya Syekh Abdullah bin Shalih Al-Fauzan rahimahullah.
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id