Dari ‘Abdullah bin Qurthin radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إن أعظم الأيام عند الله تعالى يوم النحر ثم يوم القرّ
“Hari yang paling mulia di sisi Allah Ta’ala adalah hari nahr (10 Zulhijah) kemudian hari qarr (11 Zulhijah).” (HR. Abu Dawud [V/184] dengan sanad jayyid)
Hadis ini merupakan dalil yang menunjukkan keutamaan hari nahr dan bahwasannya ia adalah hari yang agung di sisi Allah Ta’ala, dan ia adalah hari haji akbar, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يوم الحج الأكبر يوم النحر
“Hari haji akbar adalah hari nahr.” (HR. Abu Dawud [V/420] dengan sanad sahih)
Diriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يوم عرفة ، ويوم النحر ، وأيام التشريق ، عيدنا اهل الإسلام
“Hari Arafah, hari nahr, dan hari-hari tasyrik adalah hari raya orang-orang Islam.” (HR. Abu Dawud [2419], At-Tirmidzi [773], An-Nasa’i [V/252], Ahmad [28/605], Shahih Ibnu Khuzaimah [2100], Ibnu Hibban [VIII/368)
Hari raya nahr (Iduladha -pent) adalah lebih utama daripada Idulfitri, dikarenakan pada Iduladha terdapat salat dan penyembelihan. Adapun pada Idulfitri terdapat salat dan sedekah, dan penyembelihan lebih afdhal daripada sedekah. Sebagaimana pada hari nahr terkumpul padanya kemuliaan tempat dan waktu bagi para jamaah haji.
Pada hari ini, (Iduladha) ada beberapa ibadah yang kami urutkan sebagaimana di bawah ini:
Pertama, keluar menuju tempat salat ‘id dengan penampilan terbaik, berhias dengan hal-hal yang diperbolehkan, sebagai bentuk meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan jangan meninggalkan bersih-bersih dan berhias hingga hewan kurban disembelih, sebagaimana yang dilakukan sebagian orang. Hendaknya bersegera menuju ke tempat salat, sehingga mendapatkan tempat yang dekat dengan imam dan mendapatkan keutamaan menunggu waktu salat.
Kedua, dianjurkan untuk bertakbir ketika berjalan menuju tempat salat sampai datangnya imam. Apabila imam telah menyampaikan khotbah, berhentilah bertakbir. Kecuali jika sang imam bertakbir, maka bertakbirlah bersamanya.
Ketiga, dianjurkan untuk mengambil jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang (dari tempat salat). Sebagaimana yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila hari ‘id beliau mengambil jalan yang berbeda.” (Dikeluarkan Al-Bukhari dalam Fathul Bari [II/472])
Keempat, dianjurkan pada Iduladha untuk tidak memakan sesuatu pun hingga selesai salat. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar saat Idulfitri hingga beliau makan. Dan beliau tidak makan pada Iduladha hingga selesai salat.” (HR. Tirmidzi [III/98)
Kelima, salat ‘id adalah sunnah muakkadah. Hendaknya seorang muslim antusias untuk menegakkannya, dan mendorong anak-anaknya untuk menghadirinya, walau anak kecil sekalipun, dalam rangka menampakkan syiar Islam. Dan di antara ahlul ilmi ada yang berpendapat tentang wajibnya salat ‘id.
Keenam, menyembelih hewan kurban seusai salat dan khotbah dengan tangannya jika ia seorang yang pandai menyembelih. Hendaknya dia makan dari daging hewan kurban tersebut dan menghadiahkannya kepada kerabat dan tetangga, menyedekahkannya kepada para fakir miskin, dan diperbolehkan untuk menyimpan sebagian dari daging hewan kurban tersebut. Adapun pelarangan menyimpan dan menyantap daging kurban setelah tiga hari, maka ketentuan itu telah dinasakh (dihapus hukumnya) berdasarkan pendapat mayoritas ulama. Sebagian ahlul ilmi berpandangan bahwa ketentuan itu tidaklah dinasakh, bahkan jika didapati kebutuhan yang besar pada masyarakat akan daging sembelihan tersebut, maka haram hukumnya untuk disimpan.
Ketujuh, tidak boleh meremehkan daging hewan kurban atau membuang bagian yang perlu dibersihkan dengan alasan sulit untuk membersihkannya. Bahkan merupakan bentuk syukur yang sempurna adalah dengan memanfaatkan semua bagian dari hewan kurban atau memberikannya kepada seorang yang dapat memanfaatkannya, walaupun hal itu membutuhkan upaya yang lebih.
Kedelapan, tidak mengapa untuk mengucapkan selamat hari raya, dan diwajibkan mengunjungi orang tua dan kerabat dekat untuk mengucapkan selamat hari raya. Mengunjungi mereka (orang tua dan kerabat) lebih didahulukan dibanding mengunjungi saudara-saudara fillah, sebab kewajiban seorang muslim adalah memulai dari orang-orang yang hak-haknya lebih ditekankan, dan menyambung hubungan dengannya adalah wajib.
Baca juga: Ucapan Selamat di Hari Raya
—
Diterjemahkan dari kitab Ahadits Asyr Dzilhijjah wa Ayyami Tasyriq Ahkam wa Adaab karya Syekh Abdullah bin Shalih Al-Fauzan rahimahullah.
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id