Pada artikel sebelumnya, telah disebutkan hak-hak istri secara finansial. Pada artikel ini, kita akan melanjutkan pembahasan hak-hak istri secara non-finansial.
Hak Secara Non-Finansial
Secara non-finansial, suami hendaknya memenuhi tiga hak istri berikut, yaitu:
- Perlakuan secara adil dengan istri lain
Apabila suami memiliki lebih dari satu istri, maka wajib bagi beliau untuk bersikap adil, antara lain pada pembagian malam, nafkah, serta pakaian. Allah ta’ala berfirman,
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa’: 129)
Maka dari itu, bagi suami yang menginginkan untuk berpoligami, perlu mempertimbangkan secara matang-matang. Apakah itu suatu kebutuhan atau keinginan saja. Apakah suami mampu bertanggung jawab atau tidak. Jangan sampai suami hanya condong ke salah satu istri saja. Karena ada suatu ancaman bagi suami yang tidak adil. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ
“Siapa yang memiliki dua orang istri lalu ia cenderung kepada salah seorang di antara keduanya, maka ia datang pada hari kiamat dalam keadaan badannya miring.” (HR. Abu Daud no. 2133, Ibnu Majah no. 1969, An-Nasai no. 3394. Syaikh Al-Albani menyatakan hadits tersebut shahih sebagaimana dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib no. 1949)
- Perlakuan secara baik
Wanita dapat diibaratkan tulang rusuk yang bengkok. Apabila dipaksa untuk diluruskan, maka akan patah. Maka sudah sepatutnya suami memperlakukan istrinya secara lembut. Sebagaimana dari perkataan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
اِسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ مَا فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا.
“Berilah nasihat kepada wanita (istri) dengan cara yang baik. Karena sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang bengkok. Sesuatu yang paling bengkok ialah sesuatu yang terdapat pada tulang rusuk yang paling atas. Jika hendak meluruskannya (tanpa menggunakan perhitungan yang matang, maka kalian akan mematahkannya, sedang jika kalian membiarkannya), maka ia akan tetap bengkok. Karena itu berilah nasihat kepada istri dengan baik.” (HR. al-Bukhari: 5186)
Salah satu indikasi dari kesempurnaan iman seorang laki-laki yang sudah menikah yaitu dengan melihat sikapnya terhadap istrinya, sebagaimana dengan apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan,
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling bagus akhlaknya dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya.” (HR. at-Tirmidzi: 1172)
Baca juga: Mengenal Istri Imran, Hannah binti Faqudz
- Tidak disakiti
Tidak menyakiti orang lain merupakan salah satu prinsip dasar di Islam. Menyakiti orang lain bersifat haram, apalagi jika dilakukan suami ke istri. Akan tetapi, terdapat suatu ayat yang menjelaskan dibolehkannya suami memukul istri dengan beberapa batasan tertentu. Allah ta’ala berfirman,
تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shalihah adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suami-nya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar.” (QS. An-Nisa: 34)
Dalam ayat tersebut, pukulan suami diperbolehkan dengan beberapa syarat yang harus terpenuhi, yaitu:
- Setelah suami menasehati, serta memisahkan tempat tidurnya, tetapi istri tidak mau kembali ke syariat Islam.
- Suami tidak memperbolehkan memukul bagian wajahnya.
- Suami tidak membolehkan memukul dengan pukulan yang keras yang dapat meniggalkan bekas dan membahayakan istrinya.
Pukulan yang diperbolehkan yaitu pukulan yang tidak melukai. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ
“Dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai.” (HR. Muslim: 1218)
Selain menyakiti secara fisik, hendaknya suami juga tidak menyakiti istri secara verbal, karena terkadang kata-kata yang dilontarkan suami dapat menyakiti hati istrinya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Tidak boleh seorang mukmin menjelekkan seorang mukminah. Jika ia membenci satu akhlak darinya maka ia ridha darinya (dari sisi) yang lain.” (HR. Muslim: 1469)
Apabila istri melakukan kesalahan, maka suami hendaknya menasehatinya dengan lembut dan sabar, kemudian doakanlah mereka.
Penutup
Demikiannya penjelasan singkat mengenai hak-hak istri di dalam Islam. Insyaallah dalam kesempatan lainnya, kita akan membahas hak-hak suami.
Semoga artikel ini dapat menambah ilmu kita dan memberikan kebaikan kepada kita semua.
Allahu ta’ala a’lam
Kembali ke bagian 1: Hak Istri di dalam Islam, bag. 1
—
Penulis: Lisa Almira
Artikel ini terinspirasi dari artikel berjudul “Rights of Husband and Rights of Wife in Islam” pada halaman IslamQA oleh Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid yang diakses di https://islamqa.info/en/answers/10680/rights-of-husband-and-rights-of-wife-in-islam
Referensi lain:
- Al-Qur’an serta artinya yang diakses dari https://tafsirweb.com/
- Muhammad Abduh Tuasikal, 2015, “Poligami, Bisakah Adil?”, diakses dari https://rumaysho.com/10426-poligami-bisakah-adil.html
- Syeikh Abdul Azhim bi Badawi al-Khalafi, 2007, “Hak-Hak Isteri Atas Suami”, diakses dari https://almanhaj.or.id/1190-hak-hak-isteri-atas-suami.html
- Yazid bin Abdul Qadir Jawas, 2006, “Sekali-kali Engkau Menjelekkan Isteri”, diakses dari https://almanhaj.or.id/2083-janganlah-sekali-kali-engkau-menjelekkan-isteri.html
Artikel Muslimah.or.id