Istri Imran adalah seorang wanita mulia, yang salihah lagi rajin beribadah kepada Allah ta’ala, ibunda dari Maryam ‘alaihassalam, yang bernama Hannah binti Faqudz. Saudara perempuannya bernama Iisyaa’ binti Faqudz, istri Nabi Zakariya ‘alaihissalam.
Muhammad bin Ishaq mengatakan, “Dia adalah seorang wanita yang belum pernah hamil. Pada suatu hari ia melihat seekor burung memberi makan anak-anaknya, maka ia pun menginginkan seorang anak. Lalu ia berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar memberinya seorang anak. Lalu Allah pun mengabulkan doanya. Setelah ia benar-benar hamil, ia pun bernadzar agar anaknya menjadi anak yang tulus beribadah dan berkhidmat di Baitul Maqdis.” (Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2 Halaman 153, Pustaka Ibnu Katsir Jakarta).
Allah ta’ala berfirman mengabarkan kisahnya,
إِذْ قَالَتِ ٱمْرَأَتُ عِمْرَٰنَ رَبِّ إِنِّى نَذَرْتُ لَكَ مَا فِى بَطْنِى مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّىٓ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ
“(Ingatlah), ketika istri ‘Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang salih dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Ali ‘Imran: 35)
Yaitu Maha mendengarkan doa yang aku panjatkan dan Maha Mengetahui niatku. Dan ia (istri ‘Imran) belum mengetahui apakah anak yang berada dalam kandungannya itu, laki-laki atau perempuan. (Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2 Halaman 153, Pustaka Ibnu Katsir Jakarta).
Allah ta’ala berfirman,
فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّى وَضَعْتُهَآ أُنثَىٰ وَٱللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ ٱلذَّكَرُ كَٱلْأُنثَىٰ ۖ وَإِنِّى سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّىٓ أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ ٱلشَّيْطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ
“Maka tatkala istri ‘Imran melahirkan anaknya, dia pun berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.” (QS. Ali ‘Imran: 36)
Hannah menyangka bahwa ia akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan telah bernazar agar anaknya berkhidmat di Baitul Maqdis. Kenyataannya ia melahirkan seorang anak perempuan, yang mana gerak geriknya nanti akan sangat terbatas.
Berbeda dengan laki-laki dalam hal kekuatan, kesungguhan dalam beribadah dan berkhidmat di Masjidil Aqsha. (Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2 Halaman 153, Pustaka Ibnu Katsir Jakarta).
Walaupun begitu, Allah mengabarkan bahwa Dia menerima nadzarnya, dan bahwasannya Allah akan mendidik anaknya (Maryam) dengan pendidikan yang baik. Allah ta’ala berfirman,
فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنۢبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا
“Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya.” (QS. Ali Imran: 37)
Ibnu Jarir meriwayatkan dari ‘Ikrimah, ia berkata, “Kemudian ia membawanya keluar. Yakni ibu Maryam membawa Maryam keluar menggendongnya dengan sehelai kain kepada Bani al-Kaahin bin Harun, saudara Musa ‘alahissalam”.
Ia melanjutkan, “Pada masa itu mereka adalah penjaga Baitul Maqdis seperti halnya penjaga Ka’bah”.
Ibu Maryam berkata kepada mereka, “Ambillah nadzarku ini, aku ingin menunaikannya. Dia adalah putriku. Aku tidak bisa masuk karena wanita haidh tidak bisa masuk ke tempat ibadah. Dan aku tidak akan mengembalikannya ke rumahku”.
Mereka berkata, “Ini adalah putri imam kami (‘Imran) – ‘Imran pada saat itu adalah imam salat mereka -, orang yang telah berkorban untuk kami”.
Zakariya berkata, “Serahkanlah anak perempuan itu kepadaku, karena bibinya adalah istriku”.
Mereka berkata, “Kami tidak rela melepasnya, ia adalah putri imam kami”.
Peristiwa ini terjadi ketika mereka mengundi dengan pena-pena mereka yang dengan pena itu mereka menulis Taurat. Ternyata undian jatuh pada Zakariya dan ia pun mengasuh Maryam” (Tafsir Ath-Thabari, VI/351).
Ditetapkannya Zakariya sebagai penanggung jawab itu tidak lain adalah untuk kebahagiaannya supaya ia (Maryam) dapat mengambil ilmu yang banyak dan bermanfaat serta amal salih darinya (Zakariya), selain karena Zakariya itu sendiri adalah suami saudari Ibunda Maryam (bibi). (Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2 Halaman 156, Pustaka Ibnu Katsir Jakarta).
Maka Maryam tumbuh di antara Bani Israil sebagai wanita yang luar biasa lagi terhormat. Dia termasuk wanita yang taat beribadah, rajin dalam menjalahkan perintah agama, terkenal dengan ibadah yang luar biasa, fokus untuk beribadah, dan sangat tekun. (Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 5 Halaman 623, Pustaka Ibnu Katsir Jakarta)
Akan terlahir darinya seorang anak yang mulia, yang memiliki kedudukan tinggi. Seorang anak yang tercipta dengan kalimat dari Allah, yaitu Allah berkata kepadanya, ‘Jadilah, maka jadilah ia’. (Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2 Halaman 167, Pustaka Ibnu Katsir Jakarta).
Allah ta’ala berfirman,
ٱسْمُهُ ٱلْمَسِيحُ عِيسَى ٱبْنُ مَرْيَمَ وَجِيهًا فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ وَمِنَ ٱلْمُقَرَّبِينَ
“Namanya Al-Masih Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah)” (QS. Ali Imran: 45)
Artinya, dia memiliki kehormatan dan kedudukan di sisi Allah di dunia, dengan syariat yang telah diwahyukan kepadanya, diturunkan kepadanya Al-Kitab dan karunia Allah lainnya yang diberikan kepadanya. Sedangkan di akhirat kelak, ia akan memberi syafaat di sisi Allah kepada orang-orang yang Allah izinkan dan syafaatnya itu akan diterima sebagaimana para Rasul dari kalangan Ulul ‘Azhmi. (Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2 Halaman 167, Pustaka Ibnu Katsir Jakarta).
Begitulah, keberkahan demi keberkahan yang Allah berikan, atas ketulusan niat Hannah Istri ‘Imran yang telah menadzarkan anaknya untuk mengabdi kepada Allah, berkhidmat untuk Baitul Maqdis. Dan kelak di akhir zaman pun, cucu beliau, Nabi ‘Isa ‘alaihissalam akan menyelamatkan Baitul Maqdis dari Dajjal, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
حتى يأتيَ فِلَسْطينَ بابَ لُدٍّ، فينزِلُ عيسى عليه السَّلامُ فيقتُلُه، ثُم يَمكُثُ عيسى عليه السَّلامُ في الأرضِ أربعينَ سَنةً إمامًا عَدْلًا، وحَكَمًا مُقْسِطًا
“Hingga Dajjal datang (tiba) di Palestina di pintu Lud, lalu Isa ‘alaihis salam turun dan membunuhnya, kemudian Isa ‘alaihis salam tinggal di bumi selama empat puluh tahun dan menjadi imam yang adil dan hakim yang adil.” (HR. Ahmad [6/75], dihasankan oleh Syu’aib Al-Arnauth dalam Takhrij Musnad Ahmad).
Dan Allah telah mengabulkan doanya ketika ia berdoa meminta perlindungan bagi anaknya (Maryam) serta anak keturunannya dari setan yang terkutuk. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما مِن بَني آدم مَوْلودٌ إلا يَمَسُّه الشيطانُ حِين يُولَد، فيَسْتَهِلُّ صارخا مِن مَسِّ الشيطان، غير مريم وابنها
“Tidak seorang pun dari keturunan Adam yang dilahirkan kecuali dia ditusuk oleh setan saat dilahirkan, sehingga dia berteriak menangis karena tusukan setan tersebut, kecuali Maryam dan putranya.” (Muttafaqun ‘alaih).
Semoga Allah memudahkan kita para muslimah untuk meneladani kehidupan beliau dan juga menjadikan anak keturunan kita, anak-anak yang salih dan salihah.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Baca juga: Kisah Bai’at Hindun binti ‘Utbah
—
Penulis: Annisa Auraliansa
Referensi:
– https://mawdoo3.com
– https://youtu.be/17H_AZ0-1mM?si=xC5aYiLrPDMyQufD
– https://rumaysho.com/2385-munculnya-dajjal-7-kematian-dajjal-di-tangan-nabi-isa208.html
Artikel Muslimah.or.id