Sudah menjadi kesepakatan kaum muslimin bahwa sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan sumber hukum dan cara hidup beragama yang harus diyakini dan diamalkan. Dan yang dimaksud “sunnah” di sini adalah semua yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam baik berupa keyakinan, perkataan ataupun amalan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Tidak diragukan bahwa sunnah yang suci menjadi landasan agama Islam kedua. Adapun kedudukannya dalam agama Islam, menjadi dasar utama setelah Kitabullah menurut ijma’ para ulama bahkan mereka sepakat bahwa Sunnah menjadi hujjah mandiri untuk seluruh ummat Islam. Siapa yang menentang dan mengingkari atau menyangka bahwa ia boleh berpaling darinya atau hanya cukup dengan Al-Qur’an, maka ia telah tersesat secara nyata dan berbuat kekufuran besar serta murtad keluar dari Islam. Karena dengan keyakinan itu, berarti ia telah mendustakan Allah dan Rasul-Nya, mengingkari perintah Allah dan Rasul-Nya dan menentang landasan agama Islam yang Allah telah perintahkan untuk kembali dan berpegang teguh kepadanya. Bahkan ia telah mengingkari, mendustakan, dan menentang ijma’ para ulama” (Majmu Fatawa Wa Maqalaat Mutannawi’ah, 8/132).
Mukmin yang meyakini, mencintai dan menjadikan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sesuai dengan pemahamanan para salafus shalih sebagai jalan hidup, akan selamat di dunia dan akhirat.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah menulis surat kepada salah seorang gubernur yang isinya, “Saya berwasiat kepadamu agar selalu bertakwa kepada Allah, bersikap sederhana dalam beragama, mengikuti Sunnah Rasul dan meninggalkan perkara bid’ah, pasti telah ditetapkan dalil larangannya. Dan tetaplah kamu berada di atas sunnah, karena dengannya kamu akan terpelihara dari penyimpangan. Dan ketahuilah, kamu harus mengamalkan sunnah dan mengetahui bahwa lawannya adalah kesalahan kesesatan berlebihan dan kebodohan. Dan terimalah apa yang diterima oleh generasi salaf, karena para generasi salaf terdahulu berhenti dengan dasar ilmu dan cukup mengambil agama dengan pandangan yang tajam, serta mereka mampu untuk membahas kalau mau melakukan” (Sunan Abu Daud, no. 4612, Ibnu Wadhdhah dalam Al Bida’wa Nahyu Anha, hal. 30-31, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud).
Mukmin sejati harus mengagungkan sunnah Rasul-Nya, agar ia tetap konsisten di jalan yang lurus dengan berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Berupaya meneladani manusia pilihan sepeninggal beliau, yakni para sahabat Nabi, yang langsung mengambil ilmu dan agama ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Mereka (para sahabat) adalah umat yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya dan paling sedikit kesalahannya” (Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlihi, Ibnu Abdil Bar, 2/196).
Dan di zaman penuh fitnah ini, kita harus selalu berdoa dan berupaya untuk menjadi ahlussunnah baik dalam perkara akidah, ibadah, muamalah dan jalan hidup beragama sebagaimana perintah Islam. Jangan sekali-kali melecehkan sunnah, karena ini bisa menjerumuskan pelakunya dalam kufur.
Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Barangsiapa menolak hadits Rasulullah, maka ia berada di atas jurang kehancuran” (Manaqib Imam Ahmad, Ibnul Jauzi, hal. 235).
Ibnu Wazir rahimahullah berkata: “Sesungguhnya mendustakan hadits Rasulullah padahal ia mengakui keabsahannya, merupakan kekufuran yang nyata” (Al ‘Awashim wal Qawashim, 2/374).
Imam Al-Barbahari rahimahullah berkata, “Apabila engkau mendengar seorang mencela hadits dan tidak menerimanya atau mengingkari sebagian darinya, maka curigailah keislamannya dan jangan ragu-ragu bahwa dia adalah seorang pengekor hawa ahli bid’ah” (Matan Syarhus Sunnah).
Semoga uraian singkat di atas memantapkan keimanan kita untuk selalu menjadikan As-Sunnah sebagai sumber rujukan beragama karena inilah karakteristik spesifik ahlussunnah. Golongan manusia pilihan yang diridai Allah ‘Azza wa Jalla yang akan mewarisi surga.
Penulis’ Isruwanti Ummu Nashifa
Referensi:
1. Majalah Al-Furqon edisi 6, Tahun V/1427
2. Enslikopedi Penghujatan Terhadap Sunnah, Zaenal Abidin bin Syamsuddin, Pustaka Imam Abu Hanifah, Jakarta, 2008
Artikel Muslimah.or.id