Pemimpin adalah orang yang mengurusi urusan-urusan kaum muslimin, baik wilayah yang umum, seperti pemimpin tertinggi dalam suatu negara, maupun wilayah yang khusus, seperti pemimpin kelompok tertentu, atau perusahaan tertentu. Semua memiliki hak yang wajib ditunaikan, baik hak pemimpin (yang wajib ditunaikan oleh bawahannya) maupun hak bawahan atau rakyat (yang wajib ditunaikan oleh pemimpinnya).
Hak rakyat yang wajib ditunaikan oleh pemimpinnya adalah menjalankan amanah yang Allah bebankan kepadanya. Allah mewajibkan mereka memberikan nasihat kepada rakyat dan menuntun mereka di atas jalan yang lurus yang menjamin kemaslahatan mereka, baik di dunia maupun di akhirat. Juga dengan menapaki dan mengikuti jalan orang-orang beriman, yaitu jalan yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berjalan di atasnya. Karena di dalamnya terdapat kebahagiaan untuk para pemimpin, rakyat, dan orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya.
Meniti jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan puncak tertinggi yang membuahkan rida rakyat atas kepemimpinan mereka, dan memberikan keterikatan antara mereka. Rakyat menjadi tunduk atas perintah-perintah pemimpinnya, menjaga amanah yang diberikan. Karena siapa pun yang bertakwa kepada Allah, maka manusia akan tunduk kepadanya. Barangsiapa yang membuat Allah rida atasnya, maka Allah akan mencukupkan segala kebutuhan manusia dan membuat manusia rida atas mereka. Karena hati manusia berada di genggaman Allah, Allah lah yang membolak-balikkan sebagaimana yang Ia kehendaki.
Di antara hak pemimpin atas rakyatnya adalah memberikan nasihat kepada mereka terhadap kepemimpinan mereka, dan tugas-tugas mereka, mengingatkan mereka ketika lalai, mendoakan mereka ketika mereka menyimpang dari kebenaran, menaati perintah mereka dalam hal yang bukan kemaksiatan kepada Allah. Karena ketika rakyat menunaikan kewajibannya tersebut kepada pemerintah, maka pemerintahannya akan menjadi baik. Dan ketika rakyat menyelisihi mereka dan berbuat maksiat kepada mereka, maka kerusakan akan tersebar dan bertambah. Oleh karena itu, Allah memerintahkan untuk taat kepada-Nya, taat kepada Rasul-Nya, dan juga pemimpin. Allah Ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisa: 59)
Dan juga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيْمَا أَحَبَّ وَكَرَهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
“Wajib bagi seorang muslim untuk mendengar dan taat dalam hal yang ia sukai maupun tidak sukai, kecuali ketika diperintah dalam kemaksiatan, maka tidak perlu didengar dan tidak ada ketaatan di dalamnya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Abdullah bin ‘Amr mengatakan, “Dahulu, kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam suatu safar. Kemudian kami singgah di sebuah persinggahan. Tiba-tiba penyeru Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “(Mari) salat berjamaah.” Kemudian kami berkumpul kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkhotbah,
إِنَّهُ مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللهُ إِلَا كَانَ حَقًا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَإِنَّ أُمَّتَكُمْ هَذِهِ جُعِلَتْ عَافِيَتُهَا فِيْ أَوَّلِهَا وَسَيُصِيْبُ آَخِرَهَا بَلَاءٌ وَأُمُوْرٌ تَنْكِرُوْنَهَا وَتَجِيْءُ فِتْنَةٌ يُرَقِّقُ بَعْضُهَا بَعْضًا تَجِيْءُ الْفِتْنَةُ فَيَقُوْلُ الْمُؤْمِنُ هَذِهِ مَهْلَكَتِيْ وَتَجِيْءُ الْفِتْنَةُ فَيَقُوْلُ الْمُؤْمِنُ هَذِهِ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزِحَ عَنِ النَّارِ وِيِدْخُلُ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتَهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُؤْتِىَ إِلَيْهِ وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةِ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَهُ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوْا عُنُقَ الآَخَرَ
“Sesungguhnya tidaklah seorang Nabi diutus oleh Allah, melainkan menjadi kewajiban atasnya untuk menunjukkan kepada umatnya kebaikan yang ia ketahui bagi mereka, dan memperingatkan mereka dari keburukan yang ia ketahui bagi mereka. Dan sesungguhnya umat ini (umat Islam), keselamatannya diletakkan di awalnya, dan pada akhirnya akan menimpa mereka berbagai ujian dan perkara-perkara yang kalian ingkari. Akan datang fitnah, yang satu membuat yang sebelumnya tampak ringan. Akan datang suatu fitnah, lalu orang beriman berkata, ‘Inilah yang akan membinasakanku.’ Kemudian datang lagi fitnah, dan seorang yang beriman berkata, ‘Inilah yang benar-benar membinasakanku.’ Barangsiapa yang ingin dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke surga, hendaklah ia wafat dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan hendaklah ia memperlakukan manusia sebagaimana ia ingin diperlakukan. Dan barangsiapa membaiat seorang imam (pemimpin), lalu ia memberikan kepadanya janji setia dengan tangan dan hatinya, maka hendaklah ia menaatinya semampunya. Jika datang orang lain yang hendak merebut kekuasaan darinya, maka penggallah leher orang yang kedua itu.” (HR. Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya oleh seorang laki-laki, “Wahai Nabi Allah, apa pendapatmu ketika ada seorang pemimpin, mereka meminta hak mereka, namun tidak menunaikan hak kami. Apa yang akan engkau perintahkan kepada kami?” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpaling darinya, dan laki-laki itu bertanya lagi untuk yang kedua kalinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan,
اِسْمَعُوْا وَأَطِيْعُوْا فَإِنَّمَا عَلَيْهِمْ مَا حَمَلُوْا وَعَلَيْكُمْ مَا حَمَلْتُمْ
“Dengarkan dan taatilah. Karena sesungguhnya atas mereka kewajiban yang dibebankan kepada mereka, dan atas kalian kewajiban yang dibebankan kepada kalian.” (HR. Muslim, At-Tirmidzi, dan Ath-Thabrani)
Di antara hak pemimpin atas rakyatnya adalah membantu kepemimpinan dan tugas-tugas mereka. Membantu mereka untuk menjalankan perintah yang dibebankan kepada rakyatnya, mengetahui semua tanggung jawabnya masing-masing di dalam masyarakat, sehingga urusan-urusan masyarakat berjalan dengan baik sesuai dengan apa yang diinginkan. Karena apabila masyarakat tidak mau turut andil dalam menjalankan program pemerintah, maka urusan-urusan masyarakat pun tidak akan berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan.
Allahu a’lam.
Baca juga: Doa Terbaikku untuk Pemimpin dan Negeri Tercinta
***
Penulis: Triani Pradinaputri
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih. 1434 H. Huququ Da’at Ilaihal Fitratu wa Qararatha Asy-Syari’atu. Muassasah Asy-Syaikh Muhammad Shalih bin Al-Utsaimin Al-Khairiyyah, Riyadh, hal. 36-38.