Manusia sebagai makhluk yang terdiri dari jasad dan ruh memerlukan pemeliharaan yang menyeluruh. Jasad membutuhkan makanan dan minuman untuk bertahan hidup, sementara hati memerlukan ilmu dan hikmah agar tetap hidup dan berfungsi dengan baik. Ketika seseorang terhalang dari ilmu dan hikmah, maka keadaan hatinya serupa dengan orang yang sakit yang terhalang dari makanan, minuman, dan obat.
Hal ini diungkapkan oleh Ibnu Qayyim rahimahullah dalam pernyataan yang sangat menggugah. Beliau mengatakan,
قَالَ بَعْضُ الْعَارِفِينَ: أَلَيْسَ الْمَرِيضُ إِذَا مُنِعَ الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ وَالدَّوَاءَ يَمُوتُ؟ قَالُوا: بَلَى. قَالَ: فَهَكَذَا الْقَلْبُ إِذَا مُنِعَ عَنْهُ الْعِلْمَ وَالْحِكْمَةَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ يَمُوتُ
“Sebagian orang bijak mengatakan, ‘Bukankah jika orang sakit dihalangi dari makan, minum, dan diberi obat, ia akan mati?’ Mereka menjawab, ‘Benar.’ Lalu beliau berkata, ‘Begitu pula dengan hati, jika dihalangi dari ilmu dan hikmah selama tiga hari, ia akan mati.'” (Miftah Daris-Sa’adah, 1: 123)
Pernyataan ini mengingatkan kita tentang pentingnya ilmu dan hikmah bagi kehidupan hati seorang mukmin. Sebagaimana jasad akan melemah tanpa asupan makanan dan minuman, hati akan menjadi lemah, mati, dan mengeras jika terhalang dari ilmu yang bermanfaat.
Ilmu agama sebagai nutrisi utama bagi hati
Ilmu agama adalah cahaya yang menyinari hati seorang mukmin, menjaganya dari kegelapan kebodohan, serta memandunya ke arah yang benar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Agama adalah salah satu bentuk kebaikan terbesar yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya. Ilmu agama adalah fondasi utama yang menjaga hati tetap hidup. Ketika hati dipenuhi dengan ilmu, maka ia mampu membedakan antara yang benar dan yang salah. Sebaliknya, hati yang terhalang dari ilmu akan tertutup dari kebenaran dan mudah terjerumus ke dalam kesesatan.
Allah Ta’ala berfirman,
أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا
“Apakah orang yang mati kemudian Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah manusia, serupa dengan orang yang berada dalam kegelapan yang sekali-kali tidak dapat keluar darinya?” (QS. Al-An’am: 122)
Kondisi hati yang hidup dengan ilmu adalah umpama orang yang berjalan dengan cahaya, sementara hati yang mati digambarkan sebagai orang yang terjebak dalam kegelapan yang pekat. Kehidupan hati hanya bisa terjaga dengan ilmu yang bersumber dari wahyu Allah, karena itu adalah cahaya yang akan menuntun seorang mukmin dalam menjalani hidupnya.
Ilmu sebagai penawar penyakit hati
Ilmu agama berfungsi sebagai penawar dari berbagai penyakit hati, seperti syirik, kufur, kemunafikan, serta berbagai sifat tercela lainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan Al-Qur’an bukan hanya sebagai petunjuk, tetapi juga sebagai obat bagi penyakit yang ada dalam hati manusia.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57)
Ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah penawar bagi penyakit yang menggerogoti hati, seperti keraguan, kebodohan, dan kesesatan. Sebagaimana obat yang menyembuhkan tubuh dari penyakit, ilmu agama adalah penawar yang menyembuhkan hati dari berbagai penyakit batin. Namun, ketika hati dibiarkan tanpa asupan ilmu, ia akan melemah dan akhirnya mati.
Baca juga: Keutamaan Menuntut Ilmu Agama
Hati yang kosong dari ilmu
Ketika hati kosong dari ilmu dan hikmah, ia akan mengalami kematian spiritual. Meski jasad seseorang tampak hidup, namun hatinya bisa saja mati jika tidak diberikan asupan ilmu yang bersumber dari wahyu Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
“Perumpamaan orang yang berzikir kepada Allah dan orang yang tidak berzikir kepada-Nya, seperti orang yang hidup dan orang yang mati.” (HR. Bukhari no. 6407)
Zikir dan ilmu adalah salah satu tanda kehidupan hati. Tanpa keduanya, hati akan mengeras dan mati. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
إِنَّ الْقَلْبَ لَا يَصْلُحُ وَلَا يَفْلَحُ وَلَا يَتَلَذَّذُ وَلَا يَسُرُّ وَلَا يَطِيبُ وَلَا يَسْكُنُ وَلَا يَطْمَئِنُّ إِلَّا بِعِبَادَةِ رَبِّهِ وَحُبِّهِ وَالْإِنَابَةِ إِلَيْهِ
“Hati tidak akan menjadi baik, tidak akan berhasil, tidak akan merasakan kenikmatan, tidak akan merasa gembira, tidak akan menjadi nyaman, tidak akan tenang, dan tidak akan merasa damai kecuali dengan ibadah kepada Tuhannya, mencintai-Nya, dan kembali kepada-Nya.” (Majmu’ Fatawa, 10: 194)
Pernyataan ini menegaskan bahwa kehidupan hati sangat bergantung pada ilmu. Sebagaimana tubuh memerlukan makanan untuk bertahan hidup, hati pun memerlukan ilmu agama agar tetap hidup dan bersih dari penyakit.
Kewajiban menuntut ilmu dan menjaga kehidupan hati
Karena pentingnya ilmu bagi kehidupan hati, menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah no. 224)
Kewajiban ini mencakup setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Ilmu adalah fondasi yang menopang setiap amal ibadah kita. Amal tanpa ilmu akan kehilangan arah dan berpotensi tidak diterima oleh Allah. Allah Ta’ala berfirman,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah, dan mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad: 19)
Maka dalam ayat ini, Allah memerintahkan kita untuk berilmu sebelum beramal sebagai bentuk akan pentingnya ilmu sebagai dasar setiap amal ibadah.
Ilmu sebagai jalan hidup
Ilmu dan hikmah adalah makanan bagi hati seorang mukmin. Tanpa asupan ilmu agama, hati akan menjadi kering, lemah, dan akhirnya mati. Sebagaimana jasad memerlukan makanan dan minuman untuk bertahan hidup, hati pun memerlukan ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah agar tetap hidup dan berfungsi dengan baik. Ketika seseorang terhalang dari ilmu, hatinya akan mengalami kematian spiritual, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Qayyim rahimahullah di atas.
Oleh karenanya, menuntut ilmu agama bukan hanya kewajiban, tetapi juga kebutuhan bagi setiap muslim. Dengan ilmu, kita bisa membedakan antara yang haq dan yang bathil, serta memiliki bekal untuk menghadapi berbagai fitnah yang datang. Ilmu adalah cahaya yang membimbing kita menuju kehidupan yang diridai Allah serta menjauhkan kita dari kesesatan.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan kita taufik dan hidayah untuk menuntut ilmu yang bermanfaat, serta menjaga hati kita agar tetap hidup dengan cahaya ilmu dan hikmah. Aamiin. Wallahu a’lam.
Baca juga: Wahai Ibu, Semangatlah Belajar Ilmu Agama!
***
Penulis: Fauzan Hidayat
Artikel Muslimah.or.id