Permasalahan KB seringkali menimbulkan dilema terutama bagi kaum muslimin, lebih-lebih bagi orang yang kurang memahami persoalan ini secara syariat. Disisi lain Islam sangat berkomitmen dengan jumlah umatnya yang banyak sehingga mereka siap menebarkan tauhid. Hadirnya generasi muslim yang berkualitas dan sholeh juga menjadi prioritas utama pendidikan Islam.
Mungkinkah memiliki anak banyak yang semua cerdas menyejukkan mata, selalu taat pada orang tua dan memilki basic agama yang kokoh? Disisi lain, realita memprihatinkan seringkali membuat pendidik dan orang tua mengelus dada ketika mendapati buah hatinya, bandel, susah diatur, suka memukul, berakhlaq buruk dan juga tidak mencerminkan pribadi muslim yang sholeh dan sholehah.
Lantas bagaimana hukumnya membatasi kelahiran seperti dengan ber- KB agar mampu mendidik anaknya dengan baik?
Al-LajnahAd- Daimah ditanya,
Seorang lelaki memiliki 8 anak dari 2 orang istri dan dia semangat untuk mendidik anak-anaknya sesuai dengan pendidikan Islami. Dia berkata,”Sesungguhnya keburukan yang banyak timbul di zaman ini menjadikan seseorang benar-benar berjihad dalam mendidik anak-anak dan butuh memiliki kesabaran yang tinggi. Apakah boleh penggunaan obat anti hamil atau lainnya untuk menghentikan proses kehamilan dalam jangka waktu tertentu, atau tidak boleh ?.”
Maka Al-Lajnah Ad-Daimah menjawab,
“Masa depan adalah perkara yang ghoib dan tidak ada yang mengetahui yang ghoib melainkan Allah ‘Azza wa Jalla. Seseorang tidak tahu manakah dari anak-anaknya yang baik. Apakah anak-anaknya yang ia telah berusaha mendidiknya dengan baik ataukah anak-anaknya -baik putra maupun putri- setelah itu yang Allah Azza wa Jalla akan anugerahkan (kepadanya)?
Maka wajib bagi seorang muslim untuk bertawakkal kepada Allah. Janganlah dia dan istrinya mengkonsumsi sesuatu yang mencegah kehamilan seperti suntikan atau pil atau minuman tertentu dan yang semisalnya. Bisa jadi Allah menganugerahkan kepadanya di masa mendatang anak-anak yang menyebabkan ia mendapat kebahagiaan di dunia dan di akherat. Dan bisa jadi Allah melapangkan rezekinya karena ia bertawakkal kepada-Nya.
Bisa jadi Allah menganugerahkan kepadanya anak-anak (dimasa mendatang) yang seluruhnya memberi manfaat kepadanya baik di dunia maupun di akhirat serta Allah menjaga mereka dari fitnah dan kejelekan-kejelekan para hamba-Nya. (Fatwa Al – Lajnah Ad-Daimah XIX 1301 No. 2114).
Bagaimana jika memang seorang wanita membutuhkan obat anti hamil?
Sang wanita yang menggunakan obat anti hamil karena kebutuhan, maka ia harus meminta izin kepada suaminya. Dan jika memang kebutuhannya sesuai dengan syariat, maka wajib bagi sang suami untuk mengizinkannya. Adapun jika kebutuhan tersebut tidak sesuai syariat maka wajib bagi sang suami untuk tidak mengizinkannya (Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah: XIX/295.No. 443).
Dan disyaratkan obat anti hamil yang dikonsumsi oleh sang wanita tidak membahayakan semisal bahaya yang ingin dihindari. Karena bahaya tidak boleh ditolak dengan bahaya yang semisalnya. Penggunaan sebagian obat-obat anti hamil bisa mengakibatkan tidak teraturnya waktu haid atau merusak rahim atau timbul tekanan dalam darah atau bahaya-bahaya yang lainnya. (Fatwa Al-Lajnah Ad- Daimah XIX/294 No. 443).
Al-Ustadz Qomar Su’aidi ZA dalam rubrik Konsultasi Agama di majalah Muslim Sehat Vol. I/Edisi 05/2012 M menjawab pertanyaan tentang apakah termasuk nusyuz istri apabila menolak KB?
Pertanyaan :
Jika suami menghendaki istri untuk ber-KB, tetapi istri dengan alasan siklus menstruasinya terganggu sehingga menyulitkan istri untuk mengetahui mana yang menstruasi mana yang bukan, dan hal ini mengganggu istri untuk menjalankan ibadahnya. Apakah si istri dikatakan telah nusyuz (membangkang) terhadap suami?
Jawaban :
Nusyuz (membangkang) atau tidaknya penolakan tersebut tergantung kepada KB yang mau dijalani. Hal ini karena KB terkadang hukumnya haram, yaitu ketika dengan dorongan takut miskin, atau terkadang hukumnya wajib, yaitu mislanya ketika kehamilan membahayakan keberlangsungan kehidupan ibu, tentu menurut tinjauan medis yang terpercaya. Terkadang pula KB hukumnya mubah, yaitu ketika hanya dengan tujuan mengatur jarak dengan alasan ketidakmampuan bila antara kedua kehamilan jaraknya terlalu dekat.
Pada keadaan pertama tentu seorang istri tidak boleh menaati suami. Pada keadaan kedua dan ketiga maka bila suami menyuruh dengan sangat, maka istri harus taat. Sebabnya, hal yang mubah bisa berubah hukumnya menjadi wajib karena tuntutan suami yang secara umum wajib ditaati istri, sehingga tidak taatnya istri dalam hal ini tergolong nusyuz.
Adapun problem perubahan siklus haid atau perubahan ciri-ciri darahnya, mungkin bisa diatasi dengan dikonsultasikan kepada dokter tentang alat kontrasepsi yang sesuai. Demikian pula bila darah haid tidak diketahui melalui kebiasaan atau siklus yang rutin, bisa diketahui dengan ciri- ciri darahnya, yaitu misalnya berwarna merah kehitaman, memiliki bau yang khas, dan terkadang menggumpal. Wallahu a’lam.
Jadi mengatur masa kehamilan untuk jangka waktu tertentu karena alasan mengatur jarak kelahiran atau alasan kesehatan, seperti lemahnya fisik untuk segera hamil -dan ini perlu rekomendasi ahli medis yang amanah-, maka KB dalam keadaan seperti ini diperbolehkan.
Namun ketika jenis KB atau tujuan pemakaiannya untuk memutus kehamilan, karena membenci keturunan atau takut miskin maka ini tidak diperbolehkan, di dalamnya mengandung su’udzan (buruk sangka ) pada Allah ‘ Azza wa jalla dan menyelisihi petunjuk Islam.
———————————————————-
Referensi :
- Majalah Muslim Sehat Vol I / edisi 05 2012 M
- Fatwa – Fatwa Muslimah ( terjemah) Penyusun Abu Muhammad Asyraf bin Abdil Maqshud, Daru Fallah cet I. 1421 H. Jakarta.
- Suami Idaman Istri Pilihan, Abu Abdul Muhsin Firanda, Pustaka Muslim Yogyakarta 2006.
Artikel muslimah.or.id