Seorang wanita bertanya kepada Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, “Apakah iman itu cukup dengan keyakinan hati? Karena terkadang ada seorang Muslim yang jauh dari salat, puasa, dan zakat.”
Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan,
Iman tidak cukup dengan keyakinan hati tanpa melaksanakan salat dan kewajiban yang lain. Bahkan wajib bagi seseorang untuk mengimani dalam hatinya bahwa Allah itu esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan mengimani bahwa Ia adalah Rabb-nya dan penciptanya. Dan wajib baginya untuk menujukan semua jenis ibadah hanya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala, dan beriman kepada Rasul-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya ia adalah Rasulullah untuk seluruh jin dan manusia. Semua ini wajib diimani karena ini adalah landasan agama. Dan juga wajib bagi setiap mukallaf untuk mengimani setiap kabar dari Allah dan Rasul-Nya. Wajib juga mengimani surga, neraka, shirat, mizan, dan semua hal yang terdapat dalilnya dari Al-Qur’an Al-Karim dan As-Sunnah yang sahih dan suci.
Di samping semua ini, wajib juga untuk mengucapkan dua kalimat syahadat laa ilaaha illallah Muhammad rasulullah. Juga wajib untuk menunaikan salat dan semua kewajiban dalam agama. Apabila salat ditunaikan, maka ia telah menunaikan apa yang diwajibkan dalam agama. Namun jika tidak salat, maka kafir. Karena meninggalkan salat adalah kekafiran. Adapun zakat, puasa, haji, dan kewajiban lainnya, selama masih meyakini bahwa hukumnya wajib, namun ketika melalaikan hal-hal ini seseorang tidak dikafirkan. Namun ia adalah pelaku maksiat, dan imannya lemah serta kurang. Karena iman itu naik dan turun. Menurut ahlussunnah wal jama’ah, iman itu naik dengan dengan ketaatan dan amalan saleh, dan turun dengan maksiat.
Khusus salat, jika ditinggalkan, maka kafir menurut mayoritas ulama, walaupun orang yang meninggalkan salat itu tidak mengingkari wajibnya salat. Inilah pendapat yang tepat di antara khilaf (perbedaan pendapat) yang ada di antara para ulama. Maka salat itu tidak sebagaimana ibadah-ibadah yang lain seperti zakat, puasa, haji, dan yang lainnya yang jika meninggalkannya, tidaklah kufur akbar, menurut pendapat yang sahih. Namun dengan meninggalkannya, iman menurun dan lemah dan termasuk dosa besar. Meninggalkan zakat itu dosa besar, meninggalkan puasa dosa besar, meninggalkan haji ketika mampu juga dosa besar, namun tidak kufur akbar selama masih meyakini bahwa zakat itu benar wajib, puasa itu benar wajib, haji itu benar wajib bagi yang mampu. Ia tidak mendustakan dan mengingkari kewajiban itu semua, walaupun telah melalaikannya, maka tidak menjadi kafir, menurut pendapat yang sahih.
Adapun salat, jika ditinggalkan menjadi kafir menurut pendapat yang sahih dari khilaf ulama yang ada. Walaupun tidak mengingkari wajibnya salat, sebagaimana sudah kami jelaskan. Semoga Allah melindungi kita dari perbuatan demikian. Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
بين الرجل وبين الكفر والشرك ترك الصلاة
“Batas antara seseorang dengan kekafiran dan kesyirikan adalah meninggalkan salat.” (HR. Muslim no. 82, At-Tirmidzi no. 2620, Abu Dawud no. 4678, Ibnu Majah no. 1078, Ahmad 3: 389, dan Ad-Darimi no. 1233)
Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر
“Perjanjian antara kami dengan mereka adalah salat; barangsiapa yang meninggalkannya, maka kafir.” (HR. Tirmidzi no. 2621, An Nasa’i no. 463, Ibnu Majah no. 1079, dan Ahmad 5: 346)
Nas’alullah al-alfiyah was salamah.
—
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id
Sumber: Fatawa Nurun ‘alad Darbi Syaikh Ibnu Baz, yang dihimpun oleh Syekh Ath-Thayyar, 1: 33 (Asy-Syamilah).
ana izin copas di blog ana ya, boleh ndak?