Ustadzah Emilia Renita, istri dari Jalaludin Rahmat, adalah ustadzahnya para dedengkot kaum Syiah di Indonesia. Ia termasuk wanita yang menjadi penyambung lidah Syi’ah di negeri ini. Ia mengadakan seminar-seminar dan menjadi pembicara termasuk dalam skala internasional dan terjun langsung menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan Syi’ah. Ia juga begitu aktif termasuk menggerakkan penanya dalam menyebarkan ajaran Syi’ah yang sesat di tanah air.
Kemampuannya dalam berbahasa Inggris, Arab dan Iran tentu saja memudahkan ia dalam mempelajari dan menelusuri iteratur-literatur yang ia gunakan sebagai acuan dalam berbicara dan menulis.
Melihat fakta ini, semestinya Muslimah Ahlussunnah semakin berbenah diri, menuntut ilmu, menambah amal dan lebih semangat lagi berdakwah, terutama untuk membentengi kaum Muslimin dari makar dan penyesatan para da’i Syi’ah.
Kami teringat dan terpukau dengan kecerdasan dan keilmuan ibunda kami dan ibunda seluruh kaum muslimin, Aisyah radhiyallahu ‘anha, ketika kami membuka beberapa halaman kitab Qawa-id al-Ushul wa Tathbiquha karya Dr. Daud ibn ‘Adnan Dawudiy. Pada kaidah ke-11 yang berhubungan dengan ijtihad, yang berbunyi
?????? ?????? ????
“Ijtihad seorang wanita diperbolehkan (diakui –ed).”[1]
Beliau sedikit memberi ulasan: “boleh bagi seorang wanita menjadi seorang mujtahid dan mufti jika ia memenuhi syarat-syarat ijtihad. Dalam hal ini, tidak ada perbedaan antara wanita dengan lelaki. Seorang wanita bisa saja berijtihad dalam memahami nash sebagaimana dalam memahami masalah yang tidak memiliki dalil lalu dia memberi
fatwa/penjelasan. Demikian juga dahulu sebagian istri Nabi shallallahu‘alaihi wasallam termasuk ahli ijithad dan pemberi fatwa seperti sayyidah ‘Aisyah dan Ummu Salamah.”[2]
Beliau juga menyebutkan sebuah nama wanita shahabiyyah sebagai contoh dalam hal ini yaitu ‘Amirah bint ‘Abdurrahman al-Anshariyyah, seorang wanita yang diakui kapasitas keilmuannya saat itu. Dia adalah wanita yang faqih.[3]
Suatu ketika, Qasim ibn Muhammad berkata kepada az-Zuhriy: “Wahai ananda, aku melihatmu begitu bersemangat dalam menuntu ilmu. Maukah engkau kutunjukkan ke arah bejana ilmu?”. Az-Zuhriy menjawab: “Tentu saja”. Qasim berkata, “Hendaklah kau temui ‘Amirah karena dia adalah wanita yang dahulunya berada dalam didikan/pengajaran ‘Aisyah”.
Az-zuhriy mengomentari: “Kemudian aku menemui ‘Amirah. Aku dapati wanita ini adalah lautan ilmu yang tak mengering.”[4]
Segala puji bagi Allah yang mengisahkan mawar-mawar harum padang pasir. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tak hanya dikenal sebagai wanita cerdas dan berilmu namun lebih dari itu beliau adalah seorang dosen, guru, pendidik, ustadzah, pengajar handal yang mampu mentransfer ilmunya kepada wanita lain seperti ‘Amirah bint ‘Abdurrahman. Dan ‘Amirah bint ‘Abdurrahman ini tumbuh menjadi wanita yang kelimuannya diakui dan juga memiliki kepasitas. Pantaslah az-Zuhriy menggelari ustadzahnya ini sebagai lautan ilmu yang tak mengering.
Dari sini, terpahami dengan baik bahwa wanita juga dimuliakan dengan ilmu dan mereka juga diperbolehkan berijtihad selama terpenuhinya syarat-syarat berijithad sama dengan lelaki.
Dibanding Emilia, wanita-wanita ahlussunnah lebih layak memegang pena untuk menyebarkan keilmuan mereka. Mereka juga berhak dan diberi kesempatan untuk melawan gelapnya kebatilan. Mereka juga berhak untuk berbicara di depan publik dalam seminar-seminar dan forum kajian Islam yang tentunya dihadiri oleh muslimah.
Kami dan anda tentu meyakini bahwa di Indonesia ini tak sedikit wanita ahlussunnah yang mampu berbahasa arab dengan baik dan menerjemahkan karya para ulama. Pada saat yang sama juga mereka memiliki kemampuan berbicara sehingga mudah dalam mengisi kajian keislaman di kotanya masing-masing.
Kami berpikir bahwa media maya layak juga dihuni oleh wanita ahlussunnah terutama ustadzah-ustadzah yang memiliki ilmu dalam bidang agama. Keberadaan mereka dalam sebuah akun Facebook misalnya akan membantu penyebaran ilmu apalagi bekerja sama dengan page fb atau web-web yang diakui kejujuran dan keilmiahannya dalam menyebarkan ilmu.
Semoga Allah senantiasa menjaga kaum Muslimin dari kesesatan dan makar kaum Syi’ah. Dan memberi hidayah kepada kaum Muslimah agar banyak ‘Aisyah-‘Aisyah masa kini yang mendakwahkan Islam yang shahih. Nas’alullah at taufiq was sadaad.
______
Foot Notes:
[1] Lihat kitab Qawa-id al-Ushul wa Tathbiquha karya Dr. Daud ibn ‘Adnan Dawudiy, hal 904, jilid 2 terbitin Dar al-‘Ashimah, Riyadh, Kerajaan Arab Saudi
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Ibid
Penulis: Fachri Aboe Syazwiena
Artikel Muslimah.Or.Id