Kesimpulannya, Apakah Ada Nasyid Islami?
Tentang masalah ini, Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata, “Penyebutan dengan nama ini sama sekali tidak benar. Itu merupakan penamaan baru. Di seluruh kitab para salaf ataupun pernyataan para ulama tidak ada nama nasyid Islami. Yang ada, bahwa orang-orang sufi menciptakan lagu-lagu yang dianggap sebagai agama, atau yang disebut dengan sebutan as-sama’.”
Dari penjelasan Syaikh Shalih Al Fauzan di atas, jelaslah bahwa nasyid bukanlah ajaran Islam dan tidak boleh dinisbatkan kepada Islam. Seandainya nasyid merupakan bagian dari Islam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat tentu akan berlomba-lomba mengamalkannya. Akan tetapi, adakah atsar yang menceritakan bahwa mereka radhiyallahu ‘anhum mendendangkan nasyid?
Syubhat yang biasanya datang dari orang-orang yang menggemari “musik Islami” (nasyid) adalah mereka berdalil bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah dibacakan syair-syair di hadapan beliau dan beliau mendengarkannya, bahkan beliau pernah meminta shahabat untuk membacakannya.
Jawaban untuk permasalahan ini adalah bahwa syair-syair yang dibacakan di hadapan Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam tidaklah dilantunkan dalam bentuk paduan nada/suara dengan lirik lagu, tetapi itu hanyalah sekadar bait-bait syair Arab yang berisi kata-kata bijak dan tamsil, penggambaran sifat keberanian dan kedermawanan.
Para shahabat pada saat itu melantunkan syair saat melakukan pekerjaan yang berat, seperti ketika sedang membangun, berada di medan perang, atau melakukan perjalanan yang jauh (dengan tidak disertai alunan musik). Hal ini menunjukkan bolehnya melantunkan jenis syair ini dan dalam kondisi-kondisi khusus semacam itu. Tidak seperti zaman sekarang, di mana nasyid didendangkan setiap saat, bahkan nasyid dijadikan sebagai mata pencaharian. Wal iyyaa dzu billaah.
Berikut ini kami nukilkan fatwa dari Al ‘Allamah Hamud bin Abdillah At-Tuwaijiri,
“Sesungguhnya sebagian nasyid yang banyak dilantunkan para pelajar di berbagai acara dan tempat pada musim panas, yang mereka namakan dengan nasyid-nasyid Islami, bukanlah ajaran Islam. Sebab, hal itu telah dicampuri dengan nyanyian, melodi, dan membuat girang yang membangkitkan (gairah) para pelantun nasyid dan pendengarnya. Juga mendorong mereka untuk bergoyang serta memalingkan mereka dari dzikrullah, bacaan Al Qur’an, mentadabburi ayat-ayatnya, dan mengingat apa-apa yang disebut di dalamnya berupa janji, ancaman, berita para nabi dan umat-umat mereka, serta hal-hal lain yang bermanfaat bagi orang yang mentadabburinya dengan sebenar-benar tadabbur, mengamalkan kandungannya, dan menjauhi larangan-larangan yang disebutkan di dalamnya, dengan mengharap wajah Allah subhanahu wa ta’ala, dari ilmu dan amalannya.”
“Barangsiapa megqiyaskan nasyid-nasyid yang dilantunkan dengan lantunan nyanyian, dengan syair-syair para shahabat radhiyallahu ‘anhum tatkala mereka membangun Masjid Nabawi, menggali parit Khandaq, atau mengqiyaskan dengan syair perjalanan yang biasa diucapkan para shahabat atau untuk memberi semangat kepada untanya di waktu bepergian, maka ini adalah qiyas yang batil. Sebab para shahabat radhiyallahu ‘anhum tidak pernah bernyanyi dengan syair-syair tersebut dan menggunakan lantunan-lantunan yang membuat girang…”
Bagaimana Nasyid Menjadi Bid’ah?
Sebagaimana telah dijelaskan pada artikel yang telah lalu, bahwa bid’ah adalah perkara baru yang diada-adakan dalam agama. Maka, penamaan nasyid Islami adalah perkara baru yang diada-adakan (muhdats) dan tidak ada contoh dari Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan amalan yang tidak ada contohnya dari Nabi, maka amalan itu tertolak.
Tidak ada satupun riwayat yang shahih yang menyebutkan tentang pensyari’atan nasyid atau penggolongan nasyid sebagai bagian dari agama. Adapun menjadikan nyanyian dan musik sebagai bagian dari agama adalah pemahaman yang dimiliki oleh kaum sufi, sebagaimana telah diterangkan di atas. Selain itu, beribadah dengan menyanyikan sya’ir adalah kebiasaan orang-orang musyrik. Dan kaum Nashara pun menjadikan nyanyian sebagai bentuk dzikir dan do’a mereka.
Para Nabi ‘alaihimush sholatu wa sallam dan para Shahabat radhiyallahu ‘anhum serta para Salafush Shalih tidak pernah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan menggunakan nasyid-nasyid Islami seperti yang ada pada zaman sekarang. Adapun sya’ir-sya’ir yang mereka lantunkan pada waktu-waktu tertentu dimaksudkan sebagai pengobar semangat ketika bekerja atau berperang, dan mereka tidak berlebihan dalam hal ini dan tidak pula menjadikannya sebagai kebiasaan.
Nasyid juga bukan merupakan metode dakwah yang pernah dilakukan oleh para Nabi ‘alaihimush sholatu wa sallam, dan tidak pula para Shahabat radhiyallahu ‘anhum pernah melakukannya. Seandainya nasyid itu dikatakan sebagai metode dakwah, maka dengan begitu pelakunya telah mengatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam belum sempurna dalam menyampaikan risalah, karena beliau belum mengabarkan tentang berdakwah dengan nasyid.
Sementara Allah Ta’ala telah berfirman dalam kitab-Nya yang mulia,
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam sebagai agamamu.” (Qs. Al-Maaidah: 3)
Ayat di atas sebagai penjelas bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan keseluruhan risalah yang disampaikan oleh Rabbnya melalui perantara Malaikat Jibril ‘alaihis salam. Maka, apa-apa yang tidak termasuk syari’at pada hari itu, dia tidak akan menjadi syari’at pada hari ini dan hari-hari berikutnya. Dan pada hari itu, Allah dan Rasul-Nya tidak memasukkan nasyid sebagai syari’at Islam, maka apakah nasyid dapat menjadi syari’at pada hari ini..?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Bid’ah lebih disukai oleh iblis daripada maksiat, oleh karena itu orang-orang yang menghadiri permainan atau sesuatu yang melalaikan, dia (sendiri) tidak menganggapnya (perbuatannya tersebut) sebagai amalan shalihnya dan tidak mengharapkan pahala dengannya (maka itulah maksiat). Akan tetapi barangsiapa yang melakukannya dengan dasar (keyakinan) bahwasanya itu adalah suatu jalan (untuk bertaqarrub) kepada Allah, maka dia akan menjadikannya sebagai agama. Jika dilarang darinya, maka dia akan seperti orang yang dilarang dari agamanya dan memandang bahwa sungguh dia telah terputus (hubungannya) dari Allah, dan telah diharamkan bagiannya (pahalanya) dari Allah ta’ala jika dia tinggalkan.
Tidak ada seorang pun dari para imam kaum muslimin yang mengatakan bahwa menjadikan hal ini (nasyid-nasyid Islam atau nasyid sufi) sebagai agama, jalan mendekatkan diri kepada Allah adalah suatu hal yang mubah. Bahkan, barangsiapa yang menjadikan hal ini sebagai agama dan jalan menuju kepada Allah ta’ala maka dia adalah orang yang sesat dan menyesatkan, orang yang menyelisihi ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin.”
Perkara Buruk Akibat Nasyid Islami
“Sesungguhnya penamaan nasyid-nasyid yang dilantunkan dengan nyanyian sebagai nasyid Islami, menyebabkan timbulnya perkara-perkara jelek dan berbahaya. Di antaranya:
- Menjadikan bid’ah ini sebagai bagian ajaran Islam dan penyempurnanya. Ini mengandung unsur penambahan terhadap syari’at Islam, sekaligus pernyataan bahwa syari’at Islam belum sempurna di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini bertentangan dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla,
????????? ?????????? ?????? ??????????
“Pada hari ni telah Kusempurnakan untukmu agamamu.” (Qs. Al Ma’idah: 3)
Ayat yang mulia ini merupakan dalil yang menunjukkan kesempurnaan agama Islam bagi umat ini. Sehingga pernyataan bahwa nasyid yang berlirik (lagu) tersebut sebagai Islami, mengandung unsur penentangan terhadap dalil ini, dengan menyandarkan nasyid-nasyid yang bukan dari ajaran Islam kepada Islam dan menjadikannya sebagai bagian darinya.
- Menisbahkan kekurangan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyampaikan dan menjelaskan kepada umatnya. Di mana beliau tidak menganjurkan mereka melantunkan nasyid secara berjama’ah (baca: koor) dengan lirik lagu. Tidak pula beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada mereka bahwa itu adalah nasyid Islami.
- Menisbahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya bahwa mereka telah menelantarkan salah satu ajaran Islam dan tidak mengamalkannya.
- Menganggap baik bid’ah nasyid yang dilantunkan dengan irama nyanyian, dan memasukkannya sebagai ajaran Islam.
Palingkan Lisan dan Pendengaranmu dari Sesuatu yang Sia-sia Itu
Sungguh banyak kita jumpai orang-orang yang hafal berpuluh-puluh lagu dan nasyid, bahkan mungkin lebih dari itu. Akan tetapi, sayangnya, hafalannya terhadap Al Qur’an sangatlah sedikit. Untuk menghafal Al Qur’an, dia bermalas-malasan dan beralasan tidak punya kesempatan untuk itu karena terlalu banyak kegiatan. Padahal, sering setiap harinya dia gunakan waktunya untuk mendengarkan musik atau nasyid.
Terkadang mereka beralasan bahwa mereka mendengarkan nasyid untuk menghibur dan menenangkan hatinya serta menghilangkan stress. Jika pikiran mereka sedang kalut, gundah, atau sedang futur dalam iman, maka mereka mendengarkan nasyid sebagai hiburan dan membangkitkan keimanannya. Padahal, Allah ‘azza wa jalla berfirman,
???????? ?????????? ?????? ??????????? ???????? ?????????? ??????? ?????????? ????? ??? ?????? ?????????? ????????? ???????? ????????????
“Apakah tidak cukup bagi mereka bahwa Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) yang dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al Qur’an) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. Al Ankabut: 51)
Syaikh Ibnu Sa’diy menjelaskan tafsir ayat ini, “Semua itu sudah cukup bagi orang yang menginginkan kebenaran dan berbuat untuk mencari kebenaran. Namun Allah tidak mencukupkan bagi orang yang tidak merasa mendapatkan kesembuhan dengan Al Qur’an. Siapa yang merasa cukup dengan Al Qur’an dan menjadikannya sebagai petunjuk, maka dia mendapatkan rahmat dan kebaikan. Karena itulah Allah berfirman (yang artinya) ‘Sesungguhnya dalam (Al Qur’an) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman’. Pasalnya, di dalam Al Qur’an bisa didapatkan ilmu yang banyak, kebaikan yang melimpah, pensucian bagi hati dan ruh, membersikan aqidah dan menyempurnakan akhlak, di dalamnya terkandung pintu-pintu Ilahi dan rahasia-rahasia Robbani.”
Saudariku, daripada engkau melenakan dirimu dengan nasyid, sungguh jauh lebih baik jika kau sibukkan dirimu untuk membaca Al Qur’an, mentadabburinya, dan menghafalnya. Coba engkau bandingkan antara Al Qur’an dengan nasyid yang kau sukai, apakah kau mendapatkan ilmu yang banyak, kebaikan yang melimpah, serta pensucian hati dan ruhmu dari nasyid? Renungkanlah, apa yang engkau peroleh dari setiap huruf nasyid jika dibandingkan dengan Al Qur’an yang mana kau bisa mendapatkan sepuluh kebaikan dari setiap hurufnya. Maka sungguh merupakan suatu kerugian dan kebodohan jika engkau berpaling dari Al Qur’an dan menyibukkan diri dengan nasyid.
Saudariku, semoga Allah melembutkan hatimu sehingga engkau bisa menerima penjelasan di atas. Maka, tinggalkanlah sesuatu yang sia-sia itu, sekarang juga. Daripada kau buang-buang waktumu untuk mendengarkan nyanyian, lebih baik kau gunakan untuk belajar ilmu syar’i, menghafal Al Qur’an dan hadits, basahi lisanmu dengan dzikir kepada-Nya. Cukuplah hadits berikut ini sebagai hujjah untukmu, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara sebagian dari kebaikan keislaman seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi)
Dengan demikian saudariku, dapat kita simpulkan bahwa nasyid tidaklah mendatangkan manfaat bagi kita kecuali hanya sedikit (terbatas pada nasyid yang dibolehkan). Islam tidak pernah mensyari’atkan nasyid, akan tetapi Islam mensyari’atkan untuk berdzikir kepada Allah, mentadabburi al-Qur’an dan mempelajari ilmu yang bermanfaat. Dan sesungguhnya berdzikir yang paling afdhal adalah dengan membaca al-Qur’an, sebagaimana telah disebutkan dalam firman-Nya,
“Dan Kami turunkan al-Qur’an yang merupakan obat penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. Al-Israa’: 82)
Wallahu Ta’ala a’lam bish showab.
Penulis: Ummu Sufyan Rahmawaty Woly dan Ummu Ismail Noviyani Maulida
Muroja’ah: Ust. Aris Munandar
Maraji’:
Adakah Musik Islami?, Muslim Atsari, cet. Pustaka at-Tibyan
Al-Qaulul Mufiid fii Hukmil an-Naasyiid, Isham ‘Abdul Mun’im al-Murri, cet. Maktabah al-Furqan
Buletin an-Nur-Musik Dalam Kacamata Islam, edisi Senin 12 Mei 2008
Hukum Lagu, Musik, dan Nasyid, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, cet. Pustaka at-Taqwa
Nasyid Bid’ah? (Terjemah Al Qoulul-Mufid fi Hukmil-Anasyid) karangan Ishom Abdul Mun’im Al Murry
Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XI/1428 H/2007 M
Majalah An-Nashihah Volume 06 Th. 1/1424 H/2004 M
***
Artikel muslimah.or.id
semoga kita bisa jd muslimah yg sesuai syariat
nasyid kan bukan termasuk ibadah akhi , jadi jangan digolongkan bid’ah , lagi pula masih banyak permasalahan umat islam yang perlu solusi seperti masalah pemurtadan oleh kaum nasrani , dekadensi moral generasi muda dll, marilah kita pererat ukhuwah daripada perbedaan yang furu.
@abuahmad silakan baca artikel ini sebelum memberikan komentar. Dan silakan dicermati artikel di atas untuk memberikan pemahaman yang benar. Karena tentu saja nasyid itu menjadi ibadah ketika orang-orangnya memaksudkan nasyid “Islami” mereka untuk berdakwah. Tentu saja kita juga harus memahami definisi ibadah itu sendiri.
Dan jikapun itu bukan bid’ah, maka nyanyian disertai alat musik telah jelas keharamannya.
Akhi…di dalam Islam, Rasululllah dan para sahabatnya tidak pernah membedakan apakah ini masalah furu atau ini masalah utama. Betapa ketika di zaman Rasulullah dan para sahabat pun masalah yang diatasi juga sangat banyak dan berat; peperangan, jihad melawan orang kafir, mengatasi pemurtadan juga dan masalah lainnya. Namun, apakah mereka berdiam diri ketika ada saudara-saudaranya melakukan kesalahan yang akhi sebut “perbedaan furu” itu. Bahkan lebih tepat jika mengatakan ini bukan perbedaan, karena telah dijelaskan tuntunannya di dalam Islam. Kalau semua orang yang melakukan maksiat dikatakan, “Biarkan dia, ini sekedar masalah furu, kita atasi masalah yang lebih penting”, maka kemaksiatan akan merajalela dan tentu saja kita TIDAK AKAN bisa mengatasi masalah yg lebih besar dari itu.
Lihatlah bagaimana Umar bin Khattab memperingatkan saudara muslimnya yang lain yang menjulurkan sarungnya melebihi mata kaki padahal beliau sedang SEKARAT!
Renungilah ini wahai saudaraku.
assalamu’alaikum, izin copy
syukron
afwan seblmnya,,bukankh syair dalm nasyid itu mengandung nilai dakwah yang dpt mengingatkan kt pd Allah?? dakwah juga pnya brbgi bntuk,,salah stunya melalui nsyid,website islami,,dan pd zman wali jga melalui perwayangan hga islam dpt dtrma di jawa dan indnsia
ukhti, silakan baca kembali artikel di atas secara cermat. Tentang definisi nasyid itu sendiri, tentang asal mulanya, mana nasyid yg diperbolehkan dan mana nasyid yg tidak diperbolehkan karena sudah sama dengan nyanyian yang sudah jelas keharamannya. Dan ketika nasyid itu diniatkan untuk dakwah, maka nasyid itu sendiri menjadi bid’ah.
Dakwah memang berbagai bentuk, namun yang sesuai dengan tuntunan syari’at dan TIDAK BERTENTANGAN dengan syariat. Ketika nasyid tsb sudah bertentangan dengan syari’at yg menejelaskan tentang keharaman musik, dan lainnya, maka nasyid itu sendiri tidak bisa dijadikan sarana berdakwah.
Niat yang baik bukan berarti menghalalkan segala cara untuk mencapai terwujudnya niat tersebut.
Ukhti Ratimah, sekai lagi, perlu diperjelas juga apa yg ukhti maksud dengan “wali” tersebut, dan perlu juga ditelaah keabsahan kisah tersebut, dan yang kembali perlu diperejlas adalah, apakah wasilah yang digunakan itu sesuai syari’at atau tidak.
Jika wali yang ukhti maksud adalah orang yang menunggui kali, sampai berlumut sehingga dinamakan sunan kalijaga, maka coba renungkan wahai ukhti. Seorang Islam dan wali Allah yang sesungguhnya tidak akan mungkin mencapai keadaan tersebut. Karena tentu saja wali Allah akan menjalankan shalat, akan berwudhu, makan, minum dan hal-hal lainnya yang jelas tuntunannya dalam syari’at.
Wallahu ta’ala a’lam
Subhanalah, terima kasih artikelnya sangat bermanfaat.. memang bahasan ini tidak mudah diterima bagi mereka yg menyukai nyanyian (apa pun bentuknya itu).. Alhamdulillah, semenjak saya tahu (dan itu belum lama) bahwa musik dan nyanyian itu haram berdasarkan dalil-dalil yang kuat, saya berusaha untuk tidak mendengarkan dan menikmatinya lagi.. Terima kasih juga tambahan penjelasan di bagian komentar.. sangat gamblang dan mengena pada pokok masalah..
Assalamu’alaikum wr.wb. jazakallah..izin share ya..
Assalamualaikum warahmatullah wabarokatuh
ana izin share
syukron
afwan, saya sdh membaca artikel ini dr awal..
tp masih byk hal yg blm sy mengerti.
yg sy tanggap dr artikel ini intinya adalah nasyid adlh bid’ah (klo salah tlg diperbaiki).
jujur saya sangat menyukai lantunan musik nasyid, krn isinya lebih mudah sy terima dibanding dgn ceramah mononton (afwan) tp bkn berarti sy lupa untuk membaca,dan menghafal Al Qur’an, karena nasyid dan Al Qur’an tidak akan pernah bisa dibandingkan. Al Qur’an adlh yg paling utama dlm hidup.sdgkan nasyid adlh sarana lain dlm berdakwah atau menghibur (menurut saya).
guru ngaji sy dulu pernah bilang “cara mengajak org lain untuk lebih mendalami islam itu berbeda pd tiap individu”.dan itu berlaku.
tdk semua org suka membaca artikel yg isinya kalimat2 baku yg serius (termasuk sy).bisa dr artikel serius dgn bhs gaul atopun dr nasyid.
jadi apakah dakwah lewat nasyid menjadi bid’ah bila itu bisa membuat kita ingat Allah?
syair diperbolehkan (tnp melodi/nada), berarti apakah melodi/nada itu haram?
tolong dijelaskan krn sy masih awam banget soal ini, dan ayat2 apa saja yg menguatkan argumen bwh syair dgn melodi menjadi bid’ah?
sebelumnya makasih atas penjelasannya.
@ Humaira
Saudariku yang kami cintai karena Allah…Dakwah adalah salah satu jenis ibadah. Dan hukum asal ibadah adalah haram kecuali ada dalil yang memerintahkannya. Begitupula dakwah dengan nasyid, yang menjadi pertanyaan adalah apakah dakwah dengan nasyid ini telah dicontohkan Rasulullah?
apakah ada para sahabat yang mencontohkan dakwah dengan nasyid?
apakah para ulama tabi’in mencontohkan dakwah dengan nasyid?
apakah ada para tabiuttabi’in mencontohkan dakwah dengan nasyid?
inilah pertanyaan-pertanyaan yang wajib dijawab bagi orang yang mengklaim bahwa amalannya ditujukan untuk ibadah kepada Allah. Kalau mereka generasi terbaik ummat ini tidak mencontohkannya lantas untuk apa kita bersusah payah menngamalkannya? karena setiap amalan ibadah yang kita lakukan wajib berpatokan kepada dalil. dan dalil bisa kita jumpai pada hadits ataupun atsar para sahabat.
Ya saudariku, nasyid isalami termasuk bid’ah jika yang orang tersebut menjadikannya sebagai sarana beribadah untuk bertaqarrub mendekatkan diri kepada Allah. Dan hukumnya maksiat jika bukan untuk taqarrub namun hanya sekedar having fun dan mencari hiburan dengannya.
Silahkan Ukhti simak artikel-artikel lain yan bermanfaat, karena ilmu itu didapat hanya dengan belajar keras bukan dengan bersanatai sambil menikmati musik.
http://abuubaidah.wordpress.com/2008/08/12/hukum-nasyid-atau-lagu-lagu-bernafaskan-islam/
http://www.almanhaj.or.id/content/1735/slash/0
http://www.almanhaj.or.id/content/1714/slash/0
http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2627-saatnya-meninggalkan-musik.html
http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/fatwa-ulama/fatwa-ulama-tentang-nasyid-islami/
barakallahufik..
sepertinya terlalu berlebihan…
nash qur’an dan hadistnya semua umat muslim pasti meyakini kebenarannya, tapi untuk penafsirannya masih debatable…
orang yang bernasyid itu tidak sedang beribadah, tapi jika dia melakukannya karena Allah, bisa jadi itu sebagai amalan baik yang akan memperberat timbangan orang yg bersangkutan di hari akhir kelak. Karena Allah itu menilai dari niatnya bukan…
adapun nasyid hanya sebuah cara/metode/sarana dalam berdakwah. sama halnya berdakwah by dunia maya ini, belum pernah bukan dizaman nabi diterapkan, lalu apakah berdakwah lewat dunia maya seperti yang dilakukan crew muslimah.or.id ini juga bid’ah ?jika memang ada beberapa lagu nasyid yg menyimpang, ya terlalu berlebihan jika menjudge semuanya salah…
@ zs.eri_sabara
Setiap muslim wajib kembali pada Al Quran dan As Sunnah. Adapun mengenai pemahaman, setiap muslim juga wajib mengembalikan pemahaman kepada pemahaman para sahabat dan bukan pemahaman akal mereka masing-masing. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah mewanti kepada setiap muslim untuk menempuh jalan mereka (para sahabat), bukan membuat jalan sendiri-sendiri sesuai akal/pemahamannya.
Adapun permasalahan Allah menilai dari niatnya, hal ini tidak salah. Tapi niat bukan satu-satunya standar penilaian, melainkan harus memenuhi dua persyaratan, niat yang ikhlas dan ittiba’ sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Berangkat dari sini maka seseorang yang mencuri dengan niat untuk bersedekah (dengan tujuan mencari ridha Allah melalui sedekah tersebut) tidak bisa Allah benarkan. Mencuri tetaplah mencuri. Mencuri tetaplah sebuah dosa walaupun diniatkan untuk sedekah membantu orang miskin.
Tujuan yang baik harus dilakukan dengan cara yang baik. Tujuan yang baik tidak bisa menghalalkan segala cara.
assalamu’alaikum
ajin copy….
Iya nih, dari dulu sejak ada permulaan nasyid hingga sekarang saya mempertanyakan musik yang mereka perdengarkan. Bukankah haram ya memakai alat2 musik modern seperti drum, bass, seruling, dll.
Jazakallah ya, syukron buat artikelnya yang bagus
Salam – Fitry
Kunjungi blog saya ya, new artikel : Hati-hati malpraktek bekam
assalamualaikum wr wb
syukran atas segala penjelasan di atas.saya skrg mengikuti tarbiyah dan sangat ingin menjadi muslimah sejati yg semata2 mencari ridha ALLAH SWT.bagaimana sy menerapkan apa yg sy dpt dlm keluarga? terutama menghilangkan kebiasaan mendengarkan musik itu pada anak2 sy….wassalamualaikum wr wb
@ Ernawaty
Wa’alaikumussalam,
Menghilangkan kebiasaan buruk tentu dengan cara yang bertahap dan memerlukan ketekunan untuk merubahnya, saran kami hilangkan media-media yang bisa menimbulkan suara music dengan perlahan-lahan, berikan pengertian kepada anak-anak dan keluarga tentang hukum music sebenarnya, alihkan perhatian anak-anak kepada mainan mendidik lainnya dan yang terakhir memohon pertolongan kepada Allah agar rumah kita bisa bebasa dari music yang Allah haramkan.
tapi Adzan itu kan menggunakan nada kan?
Musik itu adalah suara yang indah.
Sedangkan Allah menyukai keindahan.
@ Gigih
1. Indah dihadapan manusia bukan berarti indah dihadapan Allah. Karena disana sudah jelas Allah mengharamkan musik maka sudah barang tentu yang Allah haramkan adalah sesuatu yang Allah benci. Dan seusatu yang Allah benci sudah tentu perkara tersebut adalah perkara yang tidak indah dan tidak baik. Karena syaithan lah yang menghiasi musik menjadi indah dipendengaran manusia. Tinggal manusianya sendiri, mau pilih jalan Allah ataukah jalan syaithan.
2. Adzan bukanlah musik. Dan membaguskan suara ketika melantunkan Al-Qur’an maupun adzan malah dianjurkan.
Nasyid juga bukan merupakan metode dakwah yang pernah dilakukan oleh para Nabi ?alaihimush sholatu wa sallam, dan tidak pula para Shahabat radhiyallahu ?anhum pernah melakukannya. Seandainya nasyid itu dikatakan sebagai metode dakwah, maka dengan begitu pelakunya telah mengatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ?alaihi wa sallam belum sempurna dalam menyampaikan risalah, karena beliau belum mengabarkan tentang berdakwah dengan nasyid.
Bagaimana berdakwah dengan internet?bukankah Rasulullah dan para sahabat juga tidak pernah melakukannya. Seandainya internet dikatakan sebagai metode dakwah, maka dengan begitu pelakunya telah mengatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ?alaihi wa sallam belum sempurna dalam menyampaikan risalah, karena beliau belum mengabarkan tentang berdakwah dengan internet?
@Rayhan
Nampaknya saudara rayhan perlu membaca artikel pengenalan tentang kata bid’ah dan penyertanya. Berikut kami sertakan link tersebut
Mengenal Kata Bid’ah
Yang Bukan Bid’ah (1)
Yang Bukan Bid’ah (2)
Karena yang saudara rayhan tanyakan adalah kerancuan yg biasa muncul ketika seseorang salah paham atau belum memahami hakikat bid’ah seperti apa.
Maksud dari perkataan pennulis dalam artikel tersebut adalah, ketika nasyid itu dapat dilakukan di zaman nabi dan tidak ada penghalang untuk nabi berdakwah dengan ccara tersebut, namun nabi tidak melakukannya, maka ketika sekarang ada orang yang mengatakan cara tersebut adalah bagian dari agama, maka yang seperti inilah yang berarti menyatakan risalah Nabi belum sempurna. Dalam hal ini, nasyid seperti itu bisa saja dikerjakan di zaman nabi tapi nabi tidak melakukannya padahal tidak ada penghalang bagi nabi untuk memakai cara tersebut.
Sedangkan berdakwah dengan internet merupakan bagian dari mashalih mursalah. Silakan baca artikel yang telah kami berikan pada link di atas untuk lebih jelasnya.
teruslah berjuang di dalam menegakkan syariat-Nya
berikan pemahaman Islam yang benar dengan bahasa yang mudah, karena tidak semua pembaca dapat mencerna apa yang disajikan
semoga hidayah-Nya akan tercurah kepada semua pihak yang dikehendaki-Nya
barakallaahu fiik walakum
Assalamualaikum
Izin Copy
Jazakillahu khairan
bismillah
waduh,kalo nasyid aja masih dikasih embel2 ‘islami’, dan masih gak percaya klo hal itu adalah perbuatan bid’ah yang sia2 bahkan mengundang dosa,
ana khawatir,jangan2 nanti ada yang berani bilang ‘pacaran islami’, ‘zina islami’ , ‘korupsi islami’ ,dll yang dikasih embel2 islami agar tidak dianggap kemaksiatan sehingga diterima oleh muslim seluruh dunia.
wal’iyadzubillah,ALLOHU musta’an!
aduhai,betapa jauh zaman kami ini dengan zaman as salafus sholih..
mohon penjelasannya ukhty,
1. mohon berikan hadist sahih tentang sunah membaguskan dalam membaca Al-Quran dan adzan agar kita semakin kuat iman.insyaallah.
2. sebelumnya maaf agak menyimpang.bagaimana tentang hukum seni dalam islam? baik seni lukis, gambar, kaligrafi, hingga arsitektur?
maaf, kebetulan saya adalah mahasiswa jurusan interior, tapi saya masih khawatir kalau jurusan yang saya tempuh ini bertentangan dengan hukum-hukum islam. baik dalam segi kemegah-megah annya, hingga sampai pada yang melenakan sehingga melupakan yang wajib, apakah ada hadist atau Firman Allah tentang arsitektur bangunan dan ineriornya?
serta bagaimana dengan kemegahan masjid di makkah…
terimakasih atas penjelasannya.
sebelumnya saya ingin berbagi cerita saya, menurut saya yang juga penikmat musik, musik memang membuat lena dan bahkan dalam sholat saya pun kadang saya malah teringat lirik musik..astaghfirullah..
hati-hati saudariku…mari kita lebih teliti dalam berbuat..sedikit demi sedikit lebih baik dari pada tidak sama sekali atau bahkan menjauhi Ridho Allah..
semoga kita selalu mendapat lindunganNya.amin
@ Rosyida
1. Dalil yang menganjurkan untuk memperbagus bacaan Al-Qur’an adalah sabda Nabi ??? ????? ???? ???? ,
??? ??? ?? ?? ????
???????
“Bukan golongan kami orang yang tidak membaguskan bacaan Al- Qur’an” (HR Bukhari). Yaitu membaca Al-Qur’an dengan tartil, sesuai dengan tajwid dan membaguskan suara tanpa dipaksa-paksakan.
2. Silahkan baca penjelasannya dilink berikut:
http://ustadzaris.com/hukum-foto
http://ulamasunnah.wordpress.com/tag/hukum-gambar/