Masalah ijtihadiyah adalah masalah yang tidak ada nash yang sharih (tegas) yang menunjukkannya. Para ulama telah menjelaskan masalah ini dengan amat gamblang.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Sebagaimana kaum muslimin berbeda pendapat mana yang lebih utama; tarji’ dalam adzan atau tidak, mengganjilkan ikamah atau menggenapkannya, salat shubuh yang paling utama di saat terang atau ketika masih gelap, qunut salat Subuh atau tidak, mengeraskan basmalah atau melirihkannya, dan sebaagainya.
Ini adalah masalah-masalah ijtihad yang diperselisihkan oleh salaf dan para ulama. Setiap mereka menghormati ijtihad ulama lain. Siapa di antara mereka yang sesuai dengan kebenaran, maka diberi dua pahala; dan siapa yang salah, diberi satu pahala dan kesalahannya diampuni. Barang siapa yang men-tarjih (menguatkan) pendapat Syafi’iy, tidak boleh mengingkari orang yang men-tarjih pendapat Malik. Siapa yang men-tarjih pendapat Ahmad, tidak boleh mengingkari orang yang men-tarjih pendapat Syafi’i, dan sebagainya.” (Majmu’ Fatawa, 20: 292)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata tentang qunut Subuh, “Ahlul hadits tengah-tengah di antara mereka dan orang yang menganggapnya sunah ketika nazilah atau selainnya. Mereka lebih dekat dengan hadis. Mereka qunut bila Nabi qunut dan tidak qunut bila beliau tidak qunut. Mereka mengikuti Nabi melakukan dan meninggalkan. Namun mereka tidak mengingkari orang yang terus menerus melakukannya, tidak pula membenci atau menganggapnya bid’ah.” (Zaadul Ma’ad, 1: 274-275)
Imam Asy Syathibi berkata, “Bukanlah kebiasaan para ulama memutlakkan kata bid’ah dalam masalah parsial.” (Al-I’tisham, 1: 208)
Itulah sikap para ulama dalam masalah ijtihadiyah. Saling menghormati dan tidak memaksakan pendapatnya kepada orang lain. Namun, terkadang kita lihat sebagian penuntut ilmu amat fanatik dengan gurunya. Ia menganggap bahwa pendapat gurunya adalah kebenaran yang tak boleh disalahkan. Bila itu dalam masalah yang disepakati ulama, memang harus demikian. Tetapi yang terjadi, seringkali mereka tak dapat membedakan mana masalah ijtihadiyah dan mana yang bukan. Wallahul musta’an.
***
Penulis: Ust. Abu Yahya Badrusalam, Lc.
Artikel Muslimah.or.id