Secara bahasa, anak (الأولاد) mencakup anak laki-laki maupun perempuan. Hak anak sangat banyak, dan yang terpenting adalah pendidikan, meliputi pendidikan agama dan akhlak, bahkan sampai mereka dewasa. Allah Ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu..” (QS. At-Tahrim: 6)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته, والرجل راع في أهله ومسؤول عن رعيته
“Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan ditanya tentang apa yang ia pimpin. Setiap laki-laki adalah pemimpin keluarganya, dan dia akan ditanya tentang apa yang ia pimpin.” (HR. Bukhari no. 893 dan Muslim no. 1867)
Berikut ini adalah beberapa hak anak yang harus diperhatikan oleh orang tua:
Pendidikan agama dan akhlak
Anak adalah amanah yang dibebankan di atas setiap pundak orang tua. Keduanya akan ditanya tentang anaknya pada hari kiamat. Pendidikan agama dan akhlak adalah di antara tanggung jawab orang tua, sehingga anak tersebut layak menjadi penyejuk hati kedua orang tuanya, baik di dunia, maupun di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَٰنٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَآ أَلَتْنَٰهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَىْءٍ ۚ كُلُّ ٱمْرِئٍۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
“Orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. At-Tur: 21)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية, أو علم ينتفع به من بعده, أو ولد صالح يدعو له
“Ketika seorang manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga: (1) sedekah jariyah, (2) ilmu yang memberikan manfaat setelah kepergiannya, atau (3) anak saleh yang senantiasa mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631)
Ini adalah hasil dari anak yang terdidik dengan baik. Ketika seorang anak dididik dengan baik, maka ia akan memberikan manfaat kepada orang tuanya meskipun setelah kematian keduanya.
Namun, banyak orang tua yang meremehkan hak ini, sehingga orang tua seolah-olah hilang dan melupakan mereka. Seakan-akan orang tua tidak punya tanggung jawab atas anaknya, tidaklah bertanya kemana mereka pergi? Kapan mereka kembali? Siapa teman dan sahabatnya? Dan juga tidak menuntun mereka kepada kebaikan, dan tidak pula memperingatkan mereka dari keburukan.
Yang mengherankan, para orang tua bersungguh-sungguh dalam mengumpulkan harta dan menjaganya. Sibuk mengembangkan bisnis dan pekerjaannya, rela begadang karenanya. Mereka kembangkan bisnisnya itu, namun mereka habiskan hartanya untuk orang lain. Adapun anak-anak mereka tidak mendapatkan apa-apa, padahal menjaga anak itu lebih prioritas dan lebih bermanfaat di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana orang tua wajib memenuhi kebutuhan badan (fisik) anak dengan memberinya makan, minum, dan pakaian, maka orang tua juga wajib memenuhi kebutuhan nutrisi pada hatinya dengan ilmu dan iman. Memberikan pakaian kepada jiwanya dengan pakaian ketakwaan, itulah pemberian yang terbaik.
Memberi nafkah
Di antara hak anak adalah memberikan mereka nafkah dengan makruf, tanpa berlebihan dan mengurang-ngurangi. Karena itu adalah kewajiban yang harus dikerjakan orang tua kepada anaknya, dan hal itu juga merupakan bentuk syukur kepada Allah atasnya dari apa yang Allah berikan kepadanya berupa harta. Bagaimana bisa dia menahan hartanya untuk dirinya sendiri, sedangkan ia pelit kepada anaknya? Dia kumpulkan hartanya itu, namun anak-anaknya akan mengambil hartanya secara paksa ketika dia sudah meninggal dunia. Sampai pun seandainya dia pelit untuk memberikan nafkah wajib kepada anaknya, maka anaknya tersebut boleh mengambil hartanya sebatas apa yang cukup bagi mereka, sebagaimana yang difatwakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Hindun binti ‘Utbah radhiyallahu ‘anha.
Tidak pilih kasih
Selanjutnya, tidak mengutamakan salah satu di antara mereka dalam pemberian dan hibah. Jangan memberikan hibah atau hadiah kepada sebagian anak, namun tidak memberikan kepada anak yang lainnya karena hal itu termasuk ketidakadilan dan kezaliman. Dan Allah tidak menyukai kezaliman. Hal itu bisa membuat sebagian anak jengkel dan menimbulkan permusuhan di antara mereka. Bahkan, juga bisa menyebabkan permusuhan antara anak dan orang tuanya.
Ada sebagian orang tua yang mengistimewakan satu anak di atas anak yang lain dikarenakan bakti anak tersebut kepada orang tuanya. Orang tua itu pun mengistimewakannya dan memberikan hadiah kepada anak tersebut. Namun, ini bukan tindakan yang tepat. Mengistimewakan anak dengan memberikan hadiah atau hal lain karena baktinya tetap tidak diperbolehkan. Karena bakti anak kepada orang tuanya bukan hal yang bersifat transaksional. Balasan anak yang berbakti kepada orang tuanya adalah kuasa Allah Ta’ala. Ketika orang tua memberikan hadiah kepada satu anak saja tanpa yang lain, maka akan membuat anak lain jengkel dan membuat anak yang lain terus durhaka kepada orang tuanya. Kemudian, kita tidak mengetahui ke depannya, apakah nanti keadaannya masih seperti itu, apakah anak yang berbakti tersebut berubah menjadi anak yang durhaka dan anak yang tadinya durhaka menjadi anak yang berbakti? Karena hati manusia ada di tangan Allah, dan Allah-lah yang membolak-balikkannya.
Terdapat sebuah hadis dalam ash-Shahihain, diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari an-Nu’man bin Basyir, bahwa ayahnya -yakni Basyir bin Sa’ad- memberikannya seorang budak, kemudian mengabarkannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya padanya,
أكل ولدك نحلته مثل هذا؟
“Apakah semua anakmu diberikan yang seperti ini?”
Basyir menjawab, “Tidak”
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan,
فأرجعه
“Maka, kembalikanlah!”
Di dalam riwayat lain disebutkan,
اتقوا الله واعدلوا بين أولادكم
“Bertakwalah kepada Allah, dan berbuat adillah kepada anak-anakmu.”
Di lafaz yang lain,
أشهد على هذا غيري, فإني لا أشهد على جور
“Aku bersaksi bahwa ini bukanlah jalanku, sesungguhnya aku tidak bersaksi atas ketidakadilan.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menamai hal mengistimewakan anak satu dengan yang lainnya dengan ketidakadilan. Dan ketidakadilan adalah kezaliman yang haram.
Akan tetapi, seandainya dia memberikan sesuatu kepada sebagian anak dari apa yang memang dibutuhkan, dan anak lainnya tidak membutuhkan semisal peralatan sekolah, pengobatan, atau menikah, maka tidak mengapa mengkhususkan anak satu dengan yang lain sesuai dengan apa yang mereka butuhkan sebagaimana nafkah.
Orang tua yang menunaikan hak anak-anaknya, berupa pendidikan dan nafkah, maka dialah yang layak untuk mendapatkan bakti dan hak dari anak-anaknya. Begitu pula, orang tua yang ceroboh, mengabaikan kewajiban dalam memenuhi hak anaknya, maka dia akan mendapatkan balasan yang setimpal, semisal anak yang membantahnya, tidak menunaikan hak orang tuanya.
كما تدين تدان
“Sebagaimana kau memperlakukan orang lain, maka seperti itulah engkau akan diperlakukan.”
Allahu a’lam.
Baca juga: Waspadai Berbuat Zalim Kepada Anak
***
Penulis: Triani Pradinaputri
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
‘Utsaimin, Muhammad bin Shalih. 1434. Huquq Da’at Ilaihal Fitrah Wa Qarrarat-ha Asy-Syari’ah. Riyadh: Maktabah Al-Malik Fahd.