Alis dalam bahasa arab disebut al-hājib, yaitu rambut yang tumbuh di atas tulang yang melengkung di atas kedua mata. Disebutkan dalam Tāj al-‘Arūs, “Al-Hājibān (dua alis): adalah dua tulang di atas mata, bersama daging dan rambutnya. Atau alis itu sendiri adalah rambut yang tumbuh di atas tulang tersebut. Dinamakan demikian karena ia menghalangi cahaya matahari dari masuk ke mata.” (Tāj al-‘Arūs karya Az-Zabidy, 1: 405)
Rambut yang tumbuh langsung di atas tulang ini, tidak diperbolehkan untuk dihilangkan, baik rambut tersebut lebat maupun tidak. Berdasarkan hadis dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
لَعَنَ اللَّهُ الوَاشِمَاتِ وَالمُوتَشِمَاتِ، وَالمُتَنَمِّصَاتِ وَالمُتَفَلِّجَاتِ، لِلْحُسْنِ المُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
“Allah melaknat tukang tato, orang yang ditato, al-mutanamishah, dan orang yang merenggangkan gigi, untuk kecantikan, yang mengubah ciptaan Allah.” (HR. Bukhari no. 4886 dan Muslim no. 2125)
Makna “al-mutanamishah” adalah para wanita yang minta dicukur rambut di wajahnya. Sedangkan wanita yang menjadi tukang cukurnya disebut “an-namishah”. An-Nawawi rahimahullah juga menegaskan bahwa larangan dalam hadis ini tertuju untuk rambut alis,
وأن النهي إنما هو في الحواجب وما في أطراف الوجه
“Larangan tersebut adalah untuk alis dan ujung-ujung wajah ..” (Syarh Shahih Muslim karya An-Nawawi, 14: 106)
Adapun rambut yang tumbuh di antara kedua alis (tepat di atas hidung), maka sebagian ulama seperti Syekh Muhammad Ali Ferkous hafizahullah melarangnya, baik dengan mencukur (ḥalq) maupun mencabut (naṡm), karena termasuk dalam keumuman larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap perbuatan an-namṣh (mencabut bulu alis) di atas. Laknat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap pelaku suatu perbuatan menunjukkan bahwa perbuatan tersebut haram. Dan dalam hadis ini, beliau menegaskan bahwa mencabut rambut alis termasuk dalam kategori mengubah ciptaan Allah yang terlarang. Hukum ini berlaku secara setara bagi laki-laki dan perempuan, tanpa pembedaan, dan meliputi semua bentuk penghilangan rambut, baik dengan cara mencabut, mencukur, atau memotong.
Sebagian ulama, seperti Syekh Ibnu Baz rahimahullah, berpendapat bahwa rambut yang tumbuh di antara alis bukan termasuk bagian dari alis. Oleh karena itu, diperbolehkan untuk menghilangkannya, dan hal ini tidak termasuk dalam larangan an-namsh (mencabut rambut alis). Inilah pendapat yang difatwakan oleh Al-Lajnah ad-Dā’imah. (Fatwa No. 7801)
Namun, hampir semua ulama sepakat bahwa lebih baik meninggalkannya (tidak menghilangkan rambut yang tumbuh di antara alis) sebagi bentuk kehati-hatian. Dan penting untuk dicatat bahwa jika rambut alis tumbuh secara berlebihan sampai mengganggu penglihatan atau menimbulkan madharat (kerugian nyata), maka dalam hal ini boleh menghilangkan rambut tersebut sebatas untuk menghilangkan gangguan, berdasarkan kaidah syar’i yang dikenal dan sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun membahayakan orang lain.” (HR. Ibnu Majah, dinilai sahih oleh Al-Albani)
Dengan demikian, penghilangan rambut hanya dibolehkan dalam kadar yang diperlukan untuk menghilangkan gangguan, sesuai dengan kaidah umum dalam fikih bahwa segala bentuk tindakan penghilangan bahaya dilakukan bi qadri mā yurfa‘u bihi aḍ-ḍarar (sekadar cukup untuk menghilangkan bahaya). Wallahu Ta’ala a’lam.
Baca juga: Hukum Menggambar Alis pada Wajah Perempuan karena Penyakit
***
Penulis: Ustadz Junaidi Abu Isa
Artikel Muslimah.or.id