Diketahui bahwa syariat melarang mengubah ciptaan Allah jika tujuannya adalah untuk memperindah, mempercantik, atau berhias, bukan karena adanya penyakit, cacat, luka, atau kerusakan akibat kecelakaan atau kebakaran dan semacamnya.
Berdasarkan hal itu, jika menggambar alis dilakukan untuk menghilangkan cacat yang disebabkan oleh penyakit, luka bakar, dan sejenisnya yang memang dibutuhkan, maka hal tersebut tidak termasuk ke dalam kategori berhias atau mempercantik diri yang dilarang. Dan bukan pula bentuk mengubah ciptaan Allah untuk kecantikan, melainkan termasuk dalam upaya menghilangkan cacat dan penderitaan secara psikologis, serta berusaha mengembalikan wajah ke bentuk aslinya.
Hal ini diperkuat dengan hadis dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ النَّامِصَةِ وَالْوَاشِرَةِ وَالْوَاصِلَةِ وَالْوَاشِمَةِ؛ إِلَّا مِنْ دَاءٍ
“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mencukur alis, menjarangkan gigi, menyambung rambut, dan mentato, kecuali karena penyakit.” (HR. Ahmad dalam Al-Musnad no. 3945)
Asy-Syaukani rahimahullah mengatakan,
قولُه: [إلَّا مِنْ داءٍ]: ظاهرُه أنَّ التَّحريمَ المذكورَ إنَّما هو فيمَا إذا كان لقصدِ التَّحسينِ لا لداءٍ وعِلَّةٍ؛ فإنَّه ليس بمُحرَّمٍ
“Ucapan Nabi, ‘kecuali karena penyakit’ — maknanya bahwa larangan tersebut berlaku jika dilakukan untuk memperindah, bukan karena penyakit. Jika karena penyakit atau cacat, maka tidak termasuk yang diharamkan.” (Nailul Authar, 7: 386)
Dikuatkan pula oleh perkataan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
لُعِنَتِ الْوَاصِلَةُ وَالْمُسْتَوْصِلَةُ وَالنَّامِصَةُ وَالْمُتَنَمِّصَةُ وَالْوَاشِمَةُ وَالْمُسْتَوْشِمَةُ مِنْ غَيْرِ دَاءٍ
“Perempuan yang menyambung rambut dan yang minta disambung, yang mencukur alis dan minta dicukurkan, serta yang mentato dan minta ditato — selama bukan karena penyakit akan dilaknat.” (HR. Abu Dawud no. 4170)
Ibnu Ruslan rahimahullah berkata,
وأمَّا قولُه: [مِنْ غيرِ داءٍ]: فهو قيدٌ في المسألةِ، والمعنى: أنَّ التَّحريمَ المذكورَ هو فيمَا إذا كانَ لِتَحسينِ المرأةِ لزوجِها لا لِداءٍ وعلَّةٍ بها، فإِنِ احتاجَتْ إليه لداءٍ بها وفعلَتْه للعلاجِ منه أو لضرورةٍ شرعيَّةٍ دعَتْ إليه لم يَحرُم
“Ucapan, ‘bukan karena penyakit’ — adalah pengecualian dalam masalah ini. Artinya, larangan yang disebutkan berlaku jika bertujuan mempercantik diri di hadapan suami, bukan karena penyakit. Jika dilakukan karena penyakit dan untuk pengobatan atau karena kebutuhan syar’i, maka tidak haram.” (Syarh Sunan Abu Dawud, 16: 501)
Karena itu, atas dasar kebutuhan atau darurat pengobatan, diperbolehkan melakukan perubahan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain.” (HR. Ibnu Majah no. 2340 dan 2341)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga memberikan keringanan dalam pembuatan hidung dari emas untuk menghilangkan bau busuk dan penderitaan, sebagaimana dalam hadis Abdurrahman bin Tharafah radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّ جَدَّهُ عَرْفَجَةَ بْنَ أَسْعَدَ قُطِعَ أَنْفُهُ يَوْمَ الْكُلَابِ، فَاتَّخَذَ أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ [أي: فضَّةٍ] فَأَنْتَنَ عَلَيْهِ، فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاتَّخَذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ
“Bahwasanya kakeknya, ‘Arfajah bin As’ad, hidungnya terpotong pada perang Al-Kulab, lalu dia membuat hidung dari perak, namun itu membuatnya berbau. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruhnya membuat hidung dari emas.” (HR. Abu Dawud no. 4232; Ahmad no. 19006 dan 20271-20275)
Lebih lanjut, jika memungkinkan secara medis untuk melakukan transplantasi alis menggunakan folikel rambut dari kulit kepala pasien sendiri, maka transplantasi lebih bermanfaat dan lebih cocok daripada menggambarnya atau mentato-nya. Karena alis —selain sebagai elemen estetika wajah— juga berfungsi melindungi mata dari cairan seperti keringat dan hujan, serta mencegah ketombe masuk ke dalam mata.
Wallāhu a‘lam.
Baca juga: Bolehkah Perempuan ‘Sulam Alis’ Agar Terlihat Cantik di Mata Suaminya
***
Penulis: Junaidi Abu Isa
Artikel Muslimah.or.id
Referensi: