Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha adalah seorang wanita yang mulia, putri dari seorang sahabat yang mulia, yang digelari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Ash-Shiddiq, yaitu Abu Bakar bin Abi Quhafah radhiyallahu ‘anhu.
Keistimewaan Ibunda ‘Aisyah
Ibunda ‘Aisyah adalah seorang wanita yang disucikan langsung oleh Allah Tabaraka wa ta’ala dari langit ketujuh (atas fitnah keji yang menimpanya), beliau adalah kekasihnya kekasih Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda mengenai keutamaan Ibunda ‘Aisyah,
كَمُلَ مِنَ الرِّجَالِ كَثِيرٌ وَلَمْ يَكْمُلْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَان، وَآسِيَةُ امْرَأَةِ فِرْعَوْنَ، وَفَضْلُ عَائِشَةَ عَلَى النَّسَاءِ كَفَضْلِ الشَّرِيْدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ
“Banyak kaum pria yang sempurna, tetapi di antara wanita yang sempurna hanya Maryam binti Imran dan Asiyah istri Fir’aun. Sedangkan keistimewaan Aisyah atas seluruh wanita seperti keistimewaan tsarid (sejenis makanan dari daging dan roti yang diremukkan) dari makanan yang lain.” (Sahih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan oleh Ahmad no. 156, Bukhari no. 3770, 5419, 5428, Muslim no. 2446, At-Tirmidzi no. 3887, dan Ibnu Majah no. 3281)
Diriwayatkan dari ‘Amr bin ‘Ash, dia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengangkatnya sebagai pemimpin pasukan Dzatu As-Salasil. Kemudian ketika bertemu dengan beliau, aku bertanya,
يا رسول الله أي الناس أحب إليك؟
“Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling engkau cintai?”
Beliau menjawab,
عائشة
“‘Aisyah.”
Aku bertanya lagi,
من الرجال
“Lalu siapa lagi dari kalangan laki-laki?”
Beliau menjawab,
أبوها
“Ayahnya.” (Sahih. Diriwayatkan oleh Ahmad, 203/4, Bukhari no. 3662, At-Tirmidzi no. 3885, An-Nasa’i dalam Kitab Fadhail Ash-Shahabah no. 16)
Ibunda ‘Aisyah telah meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ilmu yang banyak. Hadis yang diriwayatkan ‘Aisyah mencapai 2210 hadits, menjadikan beliau radhiyallahu ‘anha menempati posisi keempat di antara tujuh sahabat Rasulullah yang paling banyak meriwayatkan hadis.
Diriwayatkan dari Abu Adh-Dhuha, dari Masruq, dia berkata,
هل كانت عائشةُ تُحْسِنُ الفرائضَ؟ قال: والَّذي نفسي بيدِه لقد رأيْتُ مَشْيَخةَ أصحابِ محمَّدٍ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يسألونها عنِ الفرائضِ
“Kami pernah berkata kepadanya, ‘Apakah ‘Aisyah pandai ilmu faraidh (ilmu tentang warisan)?’ Dia menjawab, ‘Demi Allah, aku telah melihat para pembesar sahabat Muhammad bertanya kepadanya tentang faraidh.’” (HR. Al-Haitsami dalam Majmu’ Az-Zawaid, 9: 245)
Diriwayatkan dari Hisyam, dari Ayahnya, dia berkata,
لقد صحبت عائشة فما رأيت أحداً قط كان أعلم بآية أنزلت ، ولا بفريضة ، ولا بسنة ، ولا بشعر ، ولا أروى له ، ولا بيوم من أيام العرب ، ولا بنسب ، ولا بكذا ، ولا بكذا ، ولا بقضاء ، ولا طب منها ، فقلت لها : يا خالة ، الطب من أين علمت ؟ فقالت : كنت أمرض فينعت لي الشيء ، ويمرض المريض فينعت له ، وأسمع الناس ينعت بعضهم لبعض فأحفظه
“Aku telah menemani ‘Aisyah, tetapi aku tidak melihat seorang pun yang lebih tahu tentang ayat-ayat yang diturunkan, tentang kewajiban, sunah, syair, riwayat, hari-hari Arab, nasab, begini, begitu, masalah hukum, dan pengobatan, daripada ‘Aisyah. Aku lalu bertanya kepadanya, ‘Wahai bibi, tentang pengobatan, darimana engkau mempelajarinya?’ Dia menjawab, ‘Ketika sakit, aku diobati dengan sesuatu dan jika ada orang sakit, dia juga diobati dengan sesuatu itu. Aku lalu menyuruh orang-orang agar saling mengobati dengan sesuatu itu, sehingga akhirnya aku hafal.’”
Az-Zuhri berkata,
لو جُمِع عِلمُ عائشة إلى عِلمِ جميعِ النساء، لكان علمُ عائشةَ أفْضلَ
“Seandainya ilmu ‘Aisyah dikumpulkan dan dibandingkan dengan semua ilmu wanita di dunia, maka ilmu ‘Aisyah lebih banyak.”
Tidak hanya menghimpun banyak keilmuan, Ibunda ‘Aisyah juga menyertai ilmu tersebut dengan berbagai amal ibadah dan ketaatan yang banyak pula.
Diriwayatkan dari Syu’bah, dia berkata, “Abdurrahman bin Wasim menceritakan kepada kami dari ayahnya, bahwa ‘Aisyah pernah berpuasa sepanjang masa.”
Teladan Ibunda ‘Aisyah dalam membaca Al-Qur’an
Ketika membaca Al-Qur’an, Ibunda ‘Aisyah melakukannya dengan penuh tadabur terhadap setiap maknanya, beliau menegakkan batasan-batasan Al-Qur’an serta mengamalkan kandungannya. Bersamaan dengan apa yang Allah karuniakan kepada beliau berupa hati yang lembut, sangat mudah tersentuh, dan mata yang sangat mudah untuk meneteskan air mata.
Dahulu ketika Ibunda membaca firman Allah,
وَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ يَتَسَآءَلُونَ * قَالُوٓا۟ إِنَّا كُنَّا قَبْلُ فِىٓ أَهْلِنَا مُشْفِقِينَ * فَمَنَّ ٱللَّهُ عَلَيْنَا وَوَقَىٰنَا عَذَابَ ٱلسَّمُومِ
“Dan sebagian mereka menghadap kepada sebagian yang lain saling bertanya. Mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab).’ Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka.” (QS. Ath-Thur: 25-27)
Beliau menangis dan tangisan tersebut bertambah kencang, lalu beliau berdoa,
مُنَّ علي وقني عذاب السموم
“Karuniakanlah kepadaku (surga) dan jauhkan aku dari azab neraka.”
Apabila beliau membaca firman Allah,
وَقَرْنَ فِى بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ ٱلْأُولَىٰ ۖ
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33)
Beliau menangis, sampai-sampai tangisan tersebut membasahi jilbabnya, karena faktor ilmu dan keyakinannya yang jujur bahwa beliau tidak mampu untuk mengerjakan hal tersebut, yaitu berdiam diri di dalam rumah.
Jika demikian keadaan Ibunda ‘Aisyah, bagaimana dengan kita? Bagaimana keadaan perempuan di zaman ini yang kebiasaan serta kenikmatan mereka adalah keluar rumah, menyusuri jalan-jalan, serta berdesak-desakan dengan kaum lelaki? Hanya kepada Allah kita memohon ampunan dan petunjuk-Nya.
[Bersambung]
Baca juga: Hiasi Akhlak dengan Kelembutan (Al-Hilm)
***
Penulis: Annisa Auraliansa
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
- Bin Utsman Adz-Dzahabi, Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad. 2008. Ringkasan Siyar A’lam An-Nubala’. Jakarta: Pustaka Azzam.
- Al-Badr, Badr bin Nashir. 1444 H/2023 M. Hal As-Salaf Ma’a Al-Qur’an. Riyadh: Dar Al-Hadarah.
- Kitab Siyar A’lam An-Nubala’. Syamsuddin Adz-Dzahabi. Maktabah Syamilah.