Sudah sepatutnya, bagi seseorang yang mendapatkan berbagai kebaikan dan kenikmatan dalam hidup, untuk bersyukur kepada Sang Pemberi nikmat, yang telah berbuat baik kepadanya.
Namun, manusia diciptakan sebagai makhluk yang suka berkeluh kesah. Jika ditimpa keburukan, ia mengeluh. Jika hidupnya lapang, maka ia kikir dan takut kehilangan apa yang ia miliki.
Selalu menuntut, ingin lebih dan lebih. Seolah menutup mata terhadap nikmat yang ia bergelimang di atasnya.
Maka bersyukur bukanlah perkara yang mudah. Allah telah mengabarkan di dalam Al-Qur`an bahwa sedikit sekali hamba-Nya yang bersyukur,
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba`: 13)
Untuk itu, mari kita simak kisah seorang nabi Allah, Nuh ‘alaihissalam yang digelari Allah Ta’ala sebagai hamba-Nya yang pandai bersyukur.
____
Nabi Nuh ‘alaihissalam merupakan rasul pertama yang Allah utus kepada umat manusia ketika mereka terjatuh kepada penyembahan kepada selain Allah, tenggelam pada kesesatan dan kekafiran. Beliau termasuk ulul ‘azmi minar rusul.
Dikatakan ulul ‘azmi karena kesabaran dan keteguhan hati mereka ‘alaihimush shalatu was salam untuk berdakwah di jalan Allah Ta’ala.
Nabi Nuh senantiasa mengajak kaumnya untuk kembali kepada tauhid, penyembahan kepada Allah semata. Beliau telah berdakwah di tengah-tengah mereka dengan berbagai metode, di waktu siang dan malam, juga secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.
قَالَ رَبِّ إِنِّى دَعَوْتُ قَوْمِى لَيْلًا وَنَهَارًا
“Nuh berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku pada malam dan siang.”” (QS. Nuh : 5)
ثُمَّ إِنِّى دَعَوْتُهُمْ جِهَارًا
“Kemudian sungguh aku telah menyeru mereka dengan cara terang-terangan.” (QS. Nuh : 8)
ثُمَّ إِنِّىٓ أَعْلَنتُ لَهُمْ وَأَسْرَرْتُ لَهُمْ إِسْرَارًا
“Kemudian sungguh aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam.” (QS. Nuh : 9)
Akan tetapi, apa yang dilakukan kaumnya ketika beliau mengajak mereka kepada Allah?
وَإِنِّى كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوٓا۟ أَصَٰبِعَهُمْ فِىٓ ءَاذَانِهِمْ وَٱسْتَغْشَوْا۟ ثِيَابَهُمْ وَأَصَرُّوا۟ وَٱسْتَكْبَرُوا۟ ٱسْتِكْبَارًا
“Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap sangat (mengingkari) dan menyombongkan diri .” (QS. Nuh : 7)
“Semua cara yang ditempuh beliau tidak membuahkan hasil, bahkan kebanyakan dari mereka masih tetap berada dalam kesesatan, kewenang-wenangan, dan penyembahan patung juga berhala. Selain itu, mereka terus-menerus memusuhi Nabi Nuh, kapan dan dimana saja, bahkan mereka menakut-nakuti dan meneror para pengikutnya dengan memberikan ancaman kepada mereka berupa pelemparan, pengusiran, dan mereka benar-benar bertindak sewenang-wenang.” (Kisah Shahih Para Nabi (terjemahan) karya Imam Ibnu Katsir hlm. 122)
Baca juga: Bersyukur Atas Bertambahnya Usia
Nabi Nuh ‘alaihissalam telah mendakwahi kaumnya dalam jangka waktu yang sangat lama, sembilan ratus lima puluh tahun, tetapi yang beriman kepada beliau sedikit sekali.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum bahwa jumlah mereka delapan puluh orang, termasuk kaum wanita. (Ath-Thabari (XV/326))
Bahkan istri dan putra beliau yang bernama Ya`am termasuk yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya.
Terlampau berat ujian dan cobaan yang menimpa nabi Allah, Nuh ‘alaihissalam.
Meski begitu, beliau senantiasa bersyukur kepada Allah Ta’ala. Sampai-sampai Allah memuji beliau dengan firman-Nya,
إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُوْرًا
“Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” (QS. Al-Isra’: 3)
Nabi Nuh senantiasa bersyukur kepada Allah atas setiap nikmat yang telah Allah berikan kepadanya.
Al-Imam Ahmad meriwayatkan dalam kitab az-Zuhd dari Muhammad Ibn Ka’b al-Quroziy, beliau berkata:
إنَّ نوحًا عليه السلام كان إذا أكل قال: الحمد لله، وإذا شرب قال: الحمد لله، وإذا لبس قال: الحمد لله، وإذا ركب قال: الحمد لله، فسماه الله عبدًا شكورًا
“Sesungguhnya Nabi Nuh ‘alaihissalam apabila makan senantiasa mengucapkan ‘alhamdulillah’, dan apabila minum mengucapkan ‘alhamdulillah’, apabila memakai pakaian mengucapkan ‘alhamdulillah’, dan apabila menaiki tunggangan mengucapkan ‘alhamdulillah’. Oleh karena itu, Allah menamainya dengan hamba yang banyak bersyukur.”
ورأى عمران بن سليم: إنما سمى نوحا عبدا شكورا لأنه «كان إذا أكل قال: الحمد لله الذي أطعمني ولو شاء لأجاعني، وإذا شرب قال: الحمد لله الذي سقاني ولو شاء لأظمأني، وإذا اكتسى قال: الحمد لله الذي كساني ولو شاء لأعراني، وإذا احتذى قال: الحمد لله الذي حذاني ولو شاء لأحفاني، وإذا قضى حاجته قال: الحمد لله الذي أخرج عني الأذى ولو شاء لحبسه فيّ
Imran Ibn Salim berpendapat: “Nabi Nuh dijuluki hamba yang pandai bersyukur karena: apabila selesai makan mengucapkan, “Segala puji bagi Allah yang telah memberi aku makan dan apabila Dia berkehendak maka akan membiarkan aku kelaparan.”, apabila minum mengucapkan, “Segala puji bagi Allah yang telah memberi aku minum dan apabila Dia berkehendak maka akan membiarkan aku kehausan.”, apabila memakai pakaian mengucapkan, “Segala puji bagi Allah yang telah memberi aku pakaian dan apabila Dia berkehendak maka akan membiarkan aku telanjang.”, apabila memakai sandal mengucapkan, “Segala puji bagi Allah yang telah memberi aku alas kaki dan apabila Dia berkehendak maka akan membiarkan aku tidak beralas kaki.”, dan apabila selesai buang hajat mengucapkan, “Segala puji bagi Allah yang telah mengeluarkan kotoran dari perutku dan apabila Dia berkehendak maka akan menahannya di dalam perutku.””
Tidak ada satu nikmat pun yang beliau ‘alaihissalam dapatkan dari Allah Ta’ala, kecuali beliau bersyukur atasnya.
Maka hendaklah kita mengambil teladan dari beliau ‘alaihissalam. Senantiasa mengucapkan ‘alhamdulillah’ pada setiap nikmat yang kita peroleh, kecil maupun besar, baik maupun buruk, karena tidaklah Allah menakdirkan bagi hamba-Nya, kecuali itulah yang terbaik baginya.
رَبِّ اجْعَلْنِي لَكَ شَكَّارًا، لَكَ ذَكَّارًا، لَكَ رَهَّابًا، لَكَ مِطْوَاعًا، إِلَيْكَ مُخْبِتًا أَوَّاهاً مُنِيبًا
“Wahai Rabbku, jadikanlah aku orang yang banyak bersyukur kepada-Mu, banyak mengingat-Mu, banyak takut kepada-Mu, banyak taat kepada-Mu, merendahkan diri kepada-Mu, dan kembali kepada-Mu.” (HR. At-Tirmidzi no. 3551)
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Baca juga: Apa Alasanku Untuk Tidak Bersyukur?
—
Penulis: Annisa Auraliansa
Referensi:
- https://www.elbalad.news/1639143
- https://youtu.be/5NMTY98o1cE?si=SKzEesRPKEBJTzoK
- Tafsir Ibnu Katsir
- Ebook Doa – doa dan dzikir – dzikir dari Al-Qur`an dan As-Sunnah Ash-Shahihah dibaca di ‘Arafah dan selainnya – Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-‘Abbad al-Badr (Terjemah oleh Ustadz Dr. Abdullah Roy)A
Artikel Muslimah.or.id