مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ العَشْرِ
“Tidak ada hari-hari yang amal saleh pada hari-hari itu lebih dicintai oleh Allah daripada sepuluh hari pertama bulan Zulhijah.” (HR. al-Bukhari)
Zulhijah kembali menyapa, membawa kabar gembira bagi jiwa yang merindukan kedekatan dengan Rabb-nya. Sepuluh hari pertamanya bukan sekadar momen yang datang dan pergi. Ia adalah musim emas amal saleh—hari-hari yang Allah cintai, yang disaksikan langit dan bumi, dan yang seharusnya diisi dengan ketundukan, pengorbanan, dan perenungan mendalam.
Salah satu ibadah agung di dalamnya adalah kurban. Tapi sejatinya, kurban bukan hanya tentang menyembelih hewan. Lebih dari itu, ia adalah latihan menyembelih ego, memotong nafsu, dan meruntuhkan cinta dunia yang berlebihan. Karena sering kali, menyembelih seekor kambing terasa lebih mudah daripada meninggalkan sifat sombong dan keras kepala.
Keutamaan Hari-Hari yang Dicintai Allah
Allah berfirman:
وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ
“Demi fajar. Dan malam yang sepuluh…” (QS. Al-Fajr: 1–2)
Para mufassir seperti Ibnu Kathir dan Al-Thabari menafsirkan bahwa “malam yang sepuluh” adalah sepuluh hari pertama Zulhijah. Imam Ibnu Rajab bahkan menyebutnya sebagai “musim kebaikan”—saat pahala dilipatgandakan dan amal saleh menjadi lebih mulia di sisi Allah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ
“Tidak ada hari-hari yang amal shalih padanya lebih dicintai oleh Allah selain hari-hari ini.”
Para sahabat bertanya:
وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟
Beliau menjawab:
وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
(HR. al-Bukhari)
Inilah hari-hari di mana amal saleh bahkan bisa melebihi pahala jihad, kecuali jihad yang paling berat sekalipun.
Kurban: Mewarisi Jejak Cinta Nabi Ibrahim
Kisah kurban bukan sekadar ritual tahunan, ia adalah warisan cinta dan keimanan dari Nabi Ibrahim. Ketika diperintahkan menyembelih putranya, Ismail, ia tidak ragu, meski yang diminta adalah sesuatu yang paling ia cintai.
يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ
“Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!”
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash-Shaffat: 102)
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata:
غَايَةُ الإِخْلَاصِ أَنْ يُضَحِّيَ الإِنْسَانُ بِأَحَبِّ مَا يَمْلِكُ لِوَجْهِ اللهِ
“Puncak keikhlasan adalah ketika seseorang rela memberikan apa yang paling ia cintai demi Allah. Itulah yang dilakukan Ibrahim, dan karena itu ia digelari Khalilullah (kekasih Allah).”
Kurban menjadi perwujudan cinta dan ketaatan. Allah pun mengganti Ismail dengan sembelihan agung, dan sejak saat itu, kurban menjadi syiar tauhid dan ketaatan hingga hari kiamat.
Baca juga: Aku Sudah Hijrah dan Bertakwa, tapi Mengapa Ekonomi Masih Sulit?
Menyembelih Ego: Tantangan yang Lebih Berat
Tak semua orang berat menyembelih kambing. Tapi banyak yang tak kuasa menyembelih rasa iri, marah, gengsi, dan rasa ingin diakui. Padahal inilah kurban sejati—ketika kita menundukkan ego demi ketaatan.
أَشْرَفُ القُلُوْبِ هُوَ الَّذِي يُقَدِّمُ التَّضْحِيَةَ لِلهِ وَيَسْهُلُ عَلَيْهِ تَرْكُ الدُّنْيَا لِوَجْهِه
“Hati yang paling mulia adalah hati yang paling banyak berkorban untuk Allah dan paling ringan melepaskan dunia karena-Nya.” (Ibnu Qayyim)
Inilah hakikat ibadah: melepaskan sesuatu yang dicintai demi sesuatu yang lebih dicintai, yaitu rida Allah. Kurban bukan hanya di tangan, tapi terutama di hati.
Berbagi dengan Sesama: Wajah Sosial dari Kurban
Allah berfirman:
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ
“… Maka makanlah sebagiannya dan berikanlah kepada orang yang tidak meminta dan orang yang meminta.” (QS. Al-Hajj: 36)
Kurban bukan hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah, tapi juga untuk mendekatkan hati sesama manusia. Dagingnya disalurkan ke rumah-rumah yang mungkin setahun sekali baru merasakan aroma daging. Inilah bentuk kepedulian sosial dalam Islam: berbagi, menyambung silaturahmi, dan menumbuhkan rasa syukur kolektif.
Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan:
وَمِنْ حِكْمَتِهَا إِدْخَالُ السُّرُورِ عَلَى الْفُقَرَاءِ فِي أَيَّامِ الْعِيدِ
“Salah satu hikmah kurban adalah membahagiakan orang-orang miskin di hari raya.”
Menanam Taqwa di Hari-Hari Terbaik
لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ
“Daging dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu…” (QS. Al-Hajj: 37)
Kurban sejati bukan dinilai dari besar kecil hewan yang disembelih, tapi dari ketulusan hati orang yang menyembelihnya. Allah tidak membutuhkan darah dan daging itu. Yang Ia kehendaki adalah hati yang tunduk dan bersih, hati yang rela melepaskan dunia demi akhirat.
Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata:
المُتَّقِي هُوَ الَّذِي يَجْعَلُ كُلَّ أَعْمَالِهِ خَالِصَةً لِلَّهِ، وَالأُضْحِيَةُ مِنْ أَوْضَحِ مَظَاهِرِ الإِخْلَاصِ
“Orang yang bertakwa adalah mereka yang menjadikan seluruh amalnya ikhlas karena Allah, dan kurban adalah bentuk nyata dari keikhlasan tersebut.”
Penutup: Kurban Adalah Perjalanan Menuju Allah
Sepuluh hari pertama Zulhijah adalah panggilan langit untuk memperbaiki diri. Jika belum mampu berkurban dengan harta, maka berkurbanlah dengan menahan lisan, menjaga pandangan, menyisihkan waktu untuk ibadah, atau mengalahkan ego yang ingin selalu menang.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya salatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Rabb seluruh alam.” (QS. Al-An’am: 162)
Mari hidupkan hari-hari terbaik ini dengan kesungguhan. Karena setiap pengorbanan yang ikhlas adalah langkah yang mendekatkan kita kepada surga.
Baca juga: Hubungan Antara Ilmu, Amal, Iman, dan Takwa
***
Penulis: Baiq Widiyanti
Artikel Muslimah.or.id
Referensi:
- Al-Qur’an al-Karim
- QS. Al-Fajr [89]: 1–2
“Demi fajar. Dan malam yang sepuluh…”
→ Ditafsirkan oleh para ulama sebagai sepuluh hari pertama bulan Zulhijah.
-
- QS. Ash-Shaffat [37]: 102
Kisah Nabi Ibrahim diperintah menyembelih Ismail.
-
- QS. Al-Hajj [22]: 36–37
Tentang perintah berkurban dan makna ketakwaan dalam ibadah kurban.
-
- QS. Al-An’am [6]: 162
“Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah…”
- Hadis Sahih
-
- Shahih al-Bukhari, no. 969
“Tidak ada hari-hari di mana amal shalih lebih dicintai Allah selain sepuluh hari pertama Zulhijah…”
→ Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
-
- Shahih al-Bukhari, no. 969 (lanjutan)
“Bahkan jihad pun tidak (lebih utama)?” Beliau menjawab: “Tidak juga jihad, kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya, lalu tidak kembali sedikit pun darinya.”
- Tafsir dan Kitab Ulama
-
- Tafsir Ibnu Katsir (tafsir QS. Al-Fajr: 2)
Ibnu Katsir menafsirkan “walayalin ‘ashr” sebagai sepuluh hari pertama Zulhijah.
→ Lihat: Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Ibnu Katsir, Dar Ibn Hazm, Beirut, cet. 1, 1998, jilid 4, hlm. 535.
-
- Tafsir Al-Thabari (tafsir QS. Al-Fajr: 2)
→ Lihat: Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, al-Thabari, Muassasah al-Risalah, cet. 1, 2000, jilid 24, hlm. 605.Lathaif al-Ma’arif, Ibnu Rajab al-Hanbali
-
- Menyebut 10 hari Zulhijah sebagai musim kebaikan.
→ Lihat: Lathaif al-Ma’arif, Dar Ibnul Jauzi, 2004, hlm. 255–260.
-
- Madarij al-Salikin, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
Tentang makna ikhlas dan pengorbanan tertinggi kepada Allah.
→ Lihat: Madarij al-Salikin, Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, 2003, jilid 2, hlm. 66–67.
-
- al-Fawaid, Ibnu Qayyim
Kutipan: “Hati yang paling mulia adalah hati yang paling banyak berkorban…”
→ Lihat: al-Fawaid, Ibnu Qayyim, Dar al-‘Aqidah, hlm. 167.
-
- Tafsir Al-Qurthubi, tafsir QS. Al-Hajj: 36
Tentang hikmah kurban membahagiakan orang miskin di hari raya.
→ Lihat: Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, al-Qurthubi, Dar al-Kutub al-Misriyyah, jilid 12, hlm. 24–25.
- Ucapan Ulama Kontemporer
-
- Syaikh Shalih al-Fauzan, dalam kitab kumpulan khutbah dan fatwa beliau.
Tentang keikhlasan dalam berkurban.
→ Lihat: Min Fiqh al-‘Ibadat, Shalih al-Fauzan, Maktabah al-Imam al-Dzahabi, cet. 3, 2010, hlm. 98–99.